T i g a p u l u h d u a

25K 1.2K 66
                                    

Akhir Bersama-Nya
.
.
.
.
.
.
.


        Arsan benar-benar niat sekali untuk berusaha membawa pulang Nawang. Sebelum matahari menampakkan sinarnya, dia dan Orangtuanya sudah bersiap-siap menuju rumah Reza, tepatnya di Bekasi.

Kurang lebih sekitar puluk delapan, mobilnya sudah sampai di depan gerbang rumah Reza. Arsan segera turun, mengetuk beberapa kali gembok besar dengan besi gerbang. Hingga datanglah lelaki paruhbaya yang kemarin telah membukakan pintu gerbang untuknya, yaitu Pak Amad.

“Ada perlu apa ya, Pak?” Pak Amad.

“Eh, saya mau ketemu sama Mbak Latiefah lagi, Pak.”

Pak Amad terlihat berfikir sejenak sambil memandangi satu persatu Orangtua Arsan yang mulai keluar dari mobil. “Emm... Maaf Pak, Bapak ini yang kemarin kesini juga, kan?”

Arsan mengangguk sesegera mungkin.

“Maaf Pak, semalam Pak Reza bilang kalau ada orang yang kemarin kesini, dia nggak dibolehin masuk.”

“Ke-kenapa?” Pak Amad hanya menggeleng tidak tahu lantas permisi untuk berlalu.

Arsan sampai berteriak memanggil Pak Amad untuk membukakan pintu gerbang, namun lelaki tua itu seolah tuli, sama sekali tidak menengok kearahnya.

“Kita nggak boleh masuk ya, Ar?” tanya sang Mama.

“Iya, Ma. Kayaknya kita harus nunggu Mas Reza atau Mbak Latiefah keluar deh.” Arsan menjawab dengan frustasi.

“Ooh.. jadi, setelah kemarin datang sendirian terus kalah, sekarang bawa Orangtua? Beuh, pinter juga kamu.” suara nyinyiran itu terdengar tepat dibelakang tubuh Arsan, Papa dan Mama.

Ketiganya berbalik dan menemukan Reza, disana juga ada Nawang, wanita itu berdiri di belakang Reza dengan raut wajah terkejut bercampur ketakutan. Dan jangan lupakan Luna, anak itu berada di tengah-tengah Reza dan Nawang, ikut bersembunyi. Peluh membasahi tubuh mereka, karena memang baru saja selesai olahraga pagi.

“Mau apalagi kamu? Segala bawa Orangtua. Kamu kira saya bakal takut, hah?” hawa setan sudah terlihat dari raut wajah Reza. Dan sebentar lagi pasti akan meledak.

“Ooh... Atau kamu kesini mau ngasih surat perceraiannya? Sudah di tandatangani?” sepertinya Reza bercanda. Jelas-jelas Arsan sudah bilang bahwa dirinya tidak akan pernah mau menandatangani surat sialan itu.

“Sudah saya bakar suratnya, Mas.” mulut Arsan akhirnya mengeluarkan suara juga. Seperti menantang, dia tatap mata Reza lekat-lekat seolah tidak adalagi keraguan untuk menghajar Reza.

“Brengsek!” Reza mengumpat bersamaan dengan dua tangan meraih kerah baju Arsan. Menariknya tanpa rasa kasihan sedikitpun.

Semua pasang mata yang melihat aksi Reza kontan saja melototkan mata. Papa Arsan segera melerai dengan berusaha melepas cekalan tangan Reza di kerah baju anaknya, sambil memohon. Mama Arsan sendiri sudah tidak tahu lagi harus bagaimana dan beliau hanya bisa menangis.

Berkali-kali Nawang memekik memerintahkan Reza untuk melepas Arsan namun Reza tidak menggubrisnya. Hingga suara Luna mengganggu gendang telinga Reza.

“Bawa Luna masuk!” ketus Reza seraya menyerahkan kunci gerbang.

Tidak ada pilihan lain, Nawang buru-buru membawa Luna masuk, setelah tadi dia berhasil menyela jalan lewat samping Mama Mertuanya.

Usai membawa masuk Luna, Nawang kembali keluar sambil membawa Latiefah. Dia berlari kesetanan menarik tangan Kakak Iparnya itu.

Married YoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang