1. Story

45 9 19
                                    

Hari kematian Alvenous. Sosok monster menakutkan yang ingin mencari tumbal setiap setahun sekali. Anak kecil, orang dewasa, remaja, lansia, dan siapapun yang tinggal di desa ini. Bahkan ia dapat mendengar suara sekecil pun walau dari luar rumah. Siapa yang bergerak atau bersuara, dia yang menjadi tumbal. Kenapa begitu? Karena dia itu buta. Selain itu dia membalas dendam di desa ini akibat ulah saudara tirinya.

Hari itu, langit siang hari yang cerah kini tampak mendung. Warna awan itu semakin gelap. Mataharinya tidak mau menampakkan diri. Ia hanya bersembunyi di balik sekumpulan awan. Tidak ada yang mau keluar rumah. Pintu rumah mereka tertutup dengan rapat. Semua jendela kaca itu dikunci. Tirainya menutupi jendela tanpa celah.

Lampu dimatikan. Tidak ada cahaya satu pun di desa ini. Gelap. Suasananya sangat mencekam. Walau siang hari, ini terasa seperti malam hari. Sunyi. Suara jangkrik pun tidak ada dimana-mana.

Tidak ada yang berani keluar. Semua bersembunyi di dalam. Tidak bersuara. Bahkan mereka menahan napasnya sedikit-sedikit agar tidak bunyi. Tempat persembunyiannya adalah bawah meja, bawah ranjang tidur, dan di dalam lemari.

"Hari ini sudah tiba ya?" Tanya Ina dengan bisik-bisik. Ia anak yang sekarang melanggar salah satu peraturan di desa itu.

Sudah dibilang dia tidak boleh bersuara sekecil apapun!

Kakaknya yang ada di sampingnya tidak menjawab sepatah katapun. Kakak Ina tetap dalam posisi yang sama yaitu menutup mulutnya. Adiknya yang lugu itu bingung. Walau Ina sudah tau tidak boleh berbicara, tapi kenapa? Kalian tahu kan terkadang anak-anak sering penasaran. Mereka tidak dapat menahan rasa keingin tahuannya terhadap sesuatu.

"Kakak, aku haus. Mau minum."

Kakaknya tetap diam, tak bergerak atau berpindah 1 centimeter pun. Tapi bola mata kakaknya mengisyaratkan untuk kembali diam dan duduk. Tapi adiknya tak mengerti maksudnya. Dengan bodohnya, Ina keluar dari tempat persembunyiannya itu. Ia hanya mencari segelas air mineral.

Tuk!

Ina menaruh gelas itu dengan hati-hati tapi menimbulkan suara yang cukup keras.

"Monster itu datang! Tidak, dia akan mendatangi Ina!" batin kakaknya itu yang mulai khawatir.

Sudah terlambat. Ina tidak sempat kembali ke samping kakaknya. Padahal tinggal beberapa langkah lagi.

"AAAAA!" teriakan Ina sangat menyeramkan saat itu.

Belum ada yang tahu bagaimana sosoknya, sosok yang membunuh Ina. Kecuali Kakaknya itu ia persis melihat kerusakan di wajahnya dan tatapan matanya.

Pertanyaannya, "Dimana mayat Ina?" dan "Apa yang terjadi pada kakaknya setelah melihat mata itu?"

Buk!

Zen menutup buku itu dengan kasar.

"Tamat begitu saja? Tidak seru!" ia ngambek seketika dan memutuskan untuk keluar dari kamar Mira.

"Huufftt," Mira hanya menghela napas panjang melihat kelakuannya itu.

"Tunggu! Apa kau menyadari sesuatu dari buku itu?" ia menghentikan langkah Zen.

"Hm? Apa itu?"

"Desanya! Dimana desa itu berada?! Mereka bilang itu kisah nyata bukan, "

"Pasti di sesuatu tempat yang jauh dari sini. Jangan berpikir kalau desa ini yang memiliki cerita konyol itu! Kau tidak mempercayai cerita itukan? Itu pasti dongeng seram anak yang menakutkan, paham?"

"Iya, aku tidak mempercayainya," Mira berbohong. Zen pasti akan menertawainya kalau tahu bahwa Mira sangat percaya dengan cerita itu.

"Sudah selesai cerita horornya? Mereka menunggu kalian untuk makan siang bersama di taman," Miru datang tiba-tiba, membuat mereka berdua hampir jantungan.

Mereka berdua mengangguk.

"Kalian lama sekali! Nanti dagingnya keburu dingin!" Paman Li yang kelaparan itu hampir meluapkan emosinya kepada mereka.

"Maaf paman,"

Berbagai macam makanan dihidangkan di depan kami. Semuanya mengandung gizi yang baik untuk tubuh. Lebih tepatnya lima sehat lima sempurna.

"Mira, kok tidak dimakan? Apa rasanya kurang enak?" tanya Bibi Rei yang sempat membuyarkan lamunannya itu.

"Tidak kok, ini enak sekali!" senyum palsu itu menghiasi wajahnya.

Lagi-lagi dia masih memikirkan buku itu. Memikirkan alur ceritanya yang berusaha dia pecahkan. Tapi apa? Rasanya mustahil.

"Buku itu pasti ada lanjutannya!"gumam Mira meyakinkan dirinya sendiri.

***

"Kau tidak bisa tidur malam ini?" saudara kembarnya itu bertanya pada Mira.

"Ah, bisa kok," dia langsung menuju tempat tidurnya. Lagi-lagi hidupnya dipenuhi kebohongan.

"Lagi. Kau berbohong lagi," Miru mengetahui betul apa yang dimaksud saudaranya itu. Jelas-jelas buku itu menganggu hidupnya.

Tidak ada jawaban. Mira berpura-pura tidur, pastinya. Dengkuran itu dibuat-buat. Dia belum tidur nyenyak.  Entah apa yang ia pikirkan sampai buku itu menghantui pikirannya.

Tidak, tunggu sebentar! Siapa yang mengintip di jendela? Korden itu terbuka sedikit. Miru membuka matanya diam-diam untuk melihat siapa yang mengintip. Tidak ada, tapi korden itu masih di posisi yang sama.

"Aku tidak percaya hantu," batin Miru lalu menutup matanya lagi.

***

Terima kasih bagi kalian yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini hehehe. Author sangat berterima kasih! /membungkukkan badan

Terima kasih juga atas vote dan Comment yang kalian berikan dengan ikhlas untuk menyemangati author :')  /terhura

Oke, sekian dari saya. See you next chapter!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 04, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ghost in VenesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang