[01] A House w/ Gandalf, Dumbledore, or Just Harry

681 75 21
                                    

-2011-

Jalanan menuju gedung 'kembar' alias gedung asrama benar-benar sepi sejak hari berganti malam. Hanya satu-dua mobil yang melintas atau berhenti di parkiran asrama.

Zayn mengintip dari balik semak, hanya memperlihatkan sesuatu berbentuk runcing yang ternyata adalah jambul rambutnya. Dia bergerak dengan tidak nyaman. Bagaimana tidak? Dia sudah berjongkok di posisi yang sama sejak sore hari, hanya istirahat sebentar untuk shalat di mushala terdekat saat matahari terbenam, dan kembali lagi.

Di sebelahnya, Harry terlihat lebih santai, duduk dengan kedua kaki panjangnya terkulai membentuk ruang lebar. Rambut ikal gondrongnya dikuncir membentuk tonjolan kecil lucu di ubun-ubun. Yang aneh hanya jubah putih sampai mata kaki yang dikenakan dan wig putih yang dibuatnya mainan karena bosan.

"Kenapa harus pakai acara seperti ini, sih? Langsung mengajak mereka, kan, bisa."

Itulah yang ingin ditanyakan Zayn sedari tadi, namun baru beberapa detik tercetus karena dia sudah kelewat lelah dan sangsi karena harus berjongkok di balik semak layaknya penjambret yang mencari korban. Belum lagi serangga-serangga yang tidak terlihat karena gelap yang mungkin saja sekarang sedang merambat pada celana jeans yang dikenakannya. Tidak sadar Zayn bergidik, dia benci laba-laba.

Harry nyengir dan menjawab singkat, "biar seru."

Zayn mendesah putus asa. Rencana Harry sebenarnya tidak sulit. Hanya tinggal menunggu mereka melewati jalan itu lalu Harry yang berperan sebagai Pak Tua Sang Penyelamat muncul dan berkata, "apa kalian butuh tempat tinggal super duper mega ultra nyaman? Ikuti tanda panahnya." Lalu target akan berjalan menurut tanda panah yang sudah dipasang oleh Zayn sejak sore.

"Sederhana tapi efektif," kata Harry sebagai penutup uraiannya. Harry juga menjelaskan tentang keadaan mental mereka yang buruk karena telah mendapat penolakan yang menyakitkan, yang membuat mereka diambang keputus asaan dan akan termakan omongan 'Pak Tua' dengan mudah. Yang artinya bagi Zayn hanya satu : Harry sangat bodoh. Idiot juga.

Rencana ini sangat payah, bagi anak ingusan sekalipun. Tidak ada yang percaya dengan 'iklan' semacam itu, Zayn jamin ribuan persen. Namun, Zayn tidak berkomentar apapun. Toh, baginya nothing to lose.

"Mereka keluar, mereka keluar. Yeah tidak pakai mobil." Harry bergerak dengan heboh, memukul Zayn yang langsung tersentak, lalu memakai wignya sampai menutupi wajah. Dia mengacungkan jempol pada Zayn yang tidak ikut merangkak ke tepi jalan.

***

Tiga lelaki menyedihkan itu keluar dari gedung asrama pria dengan lesu, berjalan bersisian. Mereka adalah Senior Louis, Niall Penyuka Demi Lovato, dan Liam Yang Terlalu Biasa Untuk Diberi Julukan.

Louis memimpin jalan dua juniornya. Dia berjalan terlebih dahulu, sayup-sayup mendengar pembicaraan antara Liam dan Niall yang cepat akrab. Kekuatan dari Persamaan Nasib sangat menentukan, ternyata. Louis biasanya akan senang hati bergabung, namun kali ini pikirannya bercabang-cabang.

"Kak, apakah masih jauh?" Niall mencondongkan tubuhnya ke arah Louis yang tersentak. "Aku sudah lapar."

"Oh tidak. Kita sudah sampai. Silahkan makan aspal di bawah kakimu," kata Louis sedatar mungkin. Bocah pirang itu sudah menyedot habis sifat sabar dan baiknya.

Niall cemberut. Di sebelahnya, Liam tersenyum menahan tawa. "Kita baru berjalan keluar asrama, Niall. Sabarlah." Liam menepuk-nepuk bahu kawan barunya, balasan yang didapatkan hanya anggukan setengah hati.

Tidak ada yang bicara, suasana jadi canggung bagi mereka. Liam mengalihkan pandangannya dari punggung Louis ke sekitar. Lapangan rumput hijau yang rapi mengapit jalan yang, dilapisi semak dan pepohonan, lalu trotoar dari beton sebelum tanah beraspal yang mereka langkahi sekarang. Jalan sedang sepi, jadi Louis berani mengajak keduanya untuk turun dari trotoar.

A House with Randomness // 1D AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang