a Tale of Love 2 (YoonHyun)

780 55 4
                                    

Yoona sering main ke rumah Seohyun. Walau awalnya ia agak kaget ketika melihat rumah Seohyun. Rumahnya besar dan mewah. Lalu juga memiliki beberapa mobil, pembantu-pembantu, dan beberapa security dan sopir pribadi. Benar-benar seperti rumah seorang nona besar.
Malam itu sepulang dari berenang Yoona bermain di rumahnya sampai larut.
“Sepertinya dari tadi unnie senang sekali.”
“Ne, aku kan sudah bisa berenang.”
Memang sejak pulang dari kolam renang tadi, Yoona tidak berhenti tersenyum.
“Yoona unnie, nginap saja ya?”
Yoona memang sering menginap di rumah Seohyun. Ketika Yoona sedang mempertimbangkan tawaran Seohyun. Tiba-tiba pandangan menjadi gelap seluruhnya.
“Mati lampu?” Yoona mengeluarkan ponselnya untuk memberi penerangan pada ruangan. Tiba-tiba.
Petir menyambar di dekat jendela mereka. Gemuruh sampai memekakkan telinga
“Kyaaaaaa!” Seohyun cepat-cepat memeluk Yoona.
“Wah seram ya, barusan petirnya dekat sekali, jendelanya sampai bergetar begitu.”
Tangan Seohyun yang meremas baju Yoona gemetar.
“Hyunnie?”
Kembali petir menyambar. Memberikan cahaya sekilas dari balik tirai jendela. Seohyun memeluk Yoona lebih erat.
“Kamu takut ya?”
Seohyun mengangguk pelan. Yoona melingkarkan tangannya di punggung Seohyun. “Gak usah takut, ada aku disini.”
Yoona berbaring di tempat tidur sambil masih memeluk Seohyun. Ia menghirup aroma tubuh gadis itu dalam-dalam. Ada suatu perasaan ganjil yang merayap di hatinya. Barangkali seperti yang dia rasakan di masa lalu ketika dia memeluk Seohyun. Saat ini dia hanya ingin memeluk Seohyun dalam tidurnya selamanya.
Di dalam pelukan Yoona, Seohyun merasa lebih tenang. Semua rasa takutnya seketika sirna.
“Dari kecil Appa dan Umma selalu sibuk bekerja. Sehingga aku sering hanya sendirian dalam kamar seperti ini. Aku tidak mau bilang mereka menelantarkanku, tapi sebenarnya aku selalu merasa kesepian. Kemudian terkadang mati lampu dan petir menyambar-nyambar diluar jendela. Lama-lama aku jadi takut dan hanya bisa bersembunyi dibalik selimut, berdoa agar lampu cepat menyala.”
Yoona tidak menjawab, tapi Seohyun tahu Yoona mendengar semuanya.
“Tapi sekarang aku tidak takut lagi, karena ada Yoona unnie.”
Yoona tersenyum dan mempererat pelukannya. “Aku akan selalu berada di sisimu, sekarang dan selamanya…”
**
Sinar mentari yang hangat menelusup masuk melalui tirai-tirai jendela, pertanda pagi datang menyapa. Yoona membuka matanya. Dia beringsut bangun dan mengangkat kedua tangannya ke atas untuk meregangkan tubuhnya. Dilihatnya Seohyun masih tertidur di sebelahnya. Jantungnya berdebar-debar menatap putri jelita yang masih tertidur itu. Ingatannya kembali melintas saat kejadian kemarin di kolam renang.
“Hyunnie…”
Yoona menyelipkan rambutnya di belakang telinganya dan menunduk hendak menciumnya.
Ketika pada saat itu pintu terbuka dan Umma Seohyun masuk ke dalam.
Yoona terperanjat, tidak sempat mengubah posisinya. Dia masih berada di atas tubuh Seohyun.
Umma Seohyun menjerit kaget. Otomatis Seohyun terbangun.
“Eh? Mwo?”
Pagi itu rumah Seohyun dipenuhi keributan.
PLAK!
Umma Seohyun menampar pipi Yoona kuat-kuat sampai ia jatuh tersungkur. Yoona menangkup pipinya yang nyeri.
“Umma?! Apa yang Umma lakukan?!” pekik Seohyun antara ngeri dan kaget.
“Menjauh Seohyun, gadis ini monster, tadi dia mencoba untuk menyerangmu! Sudah lama Ibu mencium ada yang tidak beres. Rupanya kamu mengincar putriku!”
“Yoona unnie tidak pernah berbuat macam-macam padaku!” bela Seohyun.
Ah tapi bukan macam-macamkah namanya kalau dia menciumku tanpa ijin? Seohyun bertanya dalam hati. Tapi kalau boleh ngaku sebenarnya dia sama sekali tidak keberatan dicium Yoona, malah justru senang.
“Pergi kau dari rumah ini! Jangan coba-coba mendekati putriku lagi!” suaranya bernada mengancam.
Yoona beringsut bangun. Tanpa berkata apa-apa dia mengambil tas miliknya, menundukkan kepala memberi salam dan meninggalkan tempat itu tanpa menoleh lagi.
“Unnie…” Seohyun ingin menyuarakan ketidakrelaannya ketika punggung Yoona sudah menghilang dari pandangannya.
“Dengar Seohyun, Umma takkan memaafkanmu kalau kamu juga menyimpang, arraseo?!”
Seohyun memilih diam daripada memancing kemarahan Ummanya, tapi dia juga tidak mengiyakan.
**
Malam harinya.
Seohyun merasa gelisah. Seharian ini dia tidak tenang. Dari pagi yang memenuhi pikirannya hanyalah Yoona.
Sakitkah tadi tamparan Umma? Apakah Yoona unnie marah padaku sekarang?
Dia khawatir, Yoona benar-benar tidak mau menemuinya lagi.
Akhirnya dia memutuskan untuk mengambil tindakan. Seohyun mengambil HP dan menekan speed dial nomor 1.
Tuuttttt
Sebelum nada sambung kedua terdengar, suara Yoona sudah terdengar dari balik telepon. Seohyun sendiri agak kaget, seolah Yoona juga sejak tadi ingin menghubunginya.
“Yeoboseyo?”
“Unnie…”
Entah mengapa Seohyun ingin menangis ketika mendengar suara gadis itu.
“Oh hei, Hyunnie.” Suara Yoona terdengar ceria. Sama sekali tidak menyiratkan rasa sakit hati akibat kejadian tadi pagi. “Kamu lagi ngapain?”
“Nggak lagi apa-apa, unnie sendiri?”
Padahal baru tadi pagi dia bertemu dengan gadis itu. Namun mengapa sekarang ia jadi ingin bertemu lagi?
“Lagi mikirin kamu, tadinya aku mau telepon kamu, tapi takut waktunya nggak tepat.”
“Pantas jawabnya cepat.”
Ternyata benar dugaannya. Dan Seohyun tiba-tiba saja dapat membayangkan Yoona dari berjam-jam yang lalu memegang ponsel dan meletakannya kembali karena ragu, kemudian mengambilnya lagi, begitu terus berulang-ulang.
“Sudah makan?”
“Sudah baru saja, unnie?”
“Belum, kamu nggak ngajak aku sih, hehe”
“Kalau begitu aku ajak unnie makan sekarang.”
“Tapi kamu sudah makan hahaha,” Yoona tertawa hambar.
“Aku bisa makan lagi.”
“Kamu nggak perlu repot-repot.”
“Biar unnie mau makan.”
“Hyunnie…”
“Unnie nggak benci aku kan?” suara Seohyun melemah.
“Mana mungkin bisa benci.”
“Meski dilarang, kita tetap bisa ketemu lagi kan?”
“Kamu nggak mau sekalipun akan kupaksa.”
“Unnie memang biasa memaksa?”
“Tergantung yang dipaksa, apakah cukup pantas untuk dipaksa atau tidak, kekeke.”
“Unnie…”
“Ya sayang?” kata Yoona setengah bercanda.
“Aku sayang kamu.”
Yoona merasa dadanya bergetar diguncang keharuan. “Buktikanlah.”
“Perlu aku buktikan lewat telepon?” Seohyun pura-pura kaget.
“Nggak perlu, waktu kita ketemu saja.” Yoona terkekeh.
“Sudah dulu ya Yoona unnie, aku nggak bisa lama-lama, takut ketahuan Umma.”
“Ya sayang, selamat malam, mimpi indah.” Yoona memberi kecupan hangat melalui telepon. Seohyun merasa dadanya menghangat.
“Mimpi indah unnie.”
Setelah itu Seohyun mematikan Hpnya dan berbaring di kasur. Ia senyum-senyum sendiri. Tapi senyumnya lenyap ketika Ummanya masuk ke dalam kamarnya. Rupanya sejak tadi Ummanya mendengar percakapan mereka dari balik pintu kamar.
Dengan geram, Ummanya merampas Hpnya, memaki-makinya dan keluar membanting pintu. Meninggalkan Seohyun yang menangis sendirian.
**
Di sekolah.
“Hyunnie.”
Seohyun pura-pura menyibukkan diri dengan buku yang ada di depannya. Padahal ia ingin menyembunyikan air matanya.
“Kamu dimarahi lagi?”
Seohyun tidak menjawab. Memang tidak perlu. Dari matanya yang merah, semuanya sudah jelas.
Dengan lembut Yoona meletakkan tangannya di punggung tangan Seohyun dan meremas tangannya.
“Sebenarnya aku ingin menjauhimu supaya kamu tidak dimarahi orang tuamu lagi,” kata Yoona sambil tersenyum pahit. “Tapi aku tidak bisa. Karena aku sangat mencintaimu.”
Mata Seohyun yang bersorot muram bercahaya sekejap.
“Kamu tidak takut dimarahi orang tuamu?”
Seohyun cuma mampu menggeleng.
“Kalau begitu jangan jauhi aku!”
Sejak saat itu meski sudah dilarang, mereka tetap selalu bersama. Hingga akhirnya Seohyun dikurung dirumah oleh orang tuanya.
Sudah sepuluh hari sejak Seohyun tidak diperbolehkan masuk sekolah. Rindunya sudah tak tertahankan. Baru pertama kalinya Seohyun merasa seperti ini. Mungkin karena sebelumnya dia tidak pernah punya orang yang sedekat ini dengannya.
Seohyun ingin mendengar suara Yoona. Namun Hpnya sudah disita. Terpaksa di saat sepi, ia mengendap-endap dan menggunakan telepon rumah. Seohyun mengangkat telepon itu dengan terburu-buru. Jari-jarinya gemetar ketika menekan-nekan nomor Yoona.
Cuma dua menit saja… satu menit… ani, tiga puluh detik!
Jantungnya berdebar kencang selama ia menunggu Yoona mengangkatnya.
**
“Ah, aku ingin bertemu Hyunnie.”
Hari ini sudah tepat sepuluh hari sejak Yoona terakhir bertemu dengan Seohyun.
“Apa-apaan orang tuanya, apa dia mau Hyunnie dikeluarkan dari sekolah?”
Yoona malah melamun, dia sempat berpikir ingin mengunjungi rumahnya, tapi ada kemungkinan itu juga malah akan memperpanjang masalah.
“Ottoke?”
Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Begitu melihat caller Idnya, Yoona segera menekan tombol answer.
“Yeoboseyo?”
“Unnie, aku kangen…” ucap Seohyun setengah berbisik.
Yoona baru mau membuka mulut untuk berbicara ketika Ummanya sudah merampas teleponnya dari tangan Seohyun.
“Anak bandel! Sudah Umma larang untuk berhubungan, masih!”
“Kembalikan!”
Dari tempatnya berada Yoona bisa mendengar semua percakapan mereka. Terdengar Ummanya memukul Seohyun dan memaki-makinya. Ia membeku sambil memegangi Hpnya.
Pada saat itu Yoona yang masih berada di jalan raya tidak melihat ada motor yang melaju kencang ke arahnya. Baik Yoona maupun pengemudi motor itu sudah terlambat menyadarinya.
Terdengar suara keras di telepon sebelum telepon itu terputus sambungannya.
Seohyun hampir menjerit ngeri mendengar suara itu.
Umma Seohyun membanting teleponnya sampai Seohyun tersentak kaget.
“Sekali lagi Umma memergokimu menelponnya, kamu tidak akan kuijinkan bersekolah lagi.”
**
Malam harinya Seohyun masih tidak dapat mengusir suara yang mengusik hatinya itu. Suara tadi begitu keras.
Apa? Apa yang terjadi pada Yoona unnie? Jangan-jangan dia kecelakaan? Ya Tuhan!
Seohyun merasa harus melihatnya. Mengetahui keadaannya. Kalau tidak dia tidak akan bisa tidur malam ini.
Harus.
Seohyun meraih jaket dan dompetnya. Lalu mengendap-endap keluar dari kamarnya. Ia hampir tidak mengeluarkan suara. Dia tahu jam segini orang tuanya pasti sudah terlelap. Para pembantu pun sudah tidak terjaga.
Seohyun sendiri merasa heran. Sejak kapan dia jadi senekat ini? Padahal sejak kecil dia selalu menurut.
Seohyun keluar melalui pintu belakang. Menyeberangi halaman rumahnya yang gelap. Di saat ia berpikir inilah saatnya.
“Nona?”
Seohyun membeku di tempat. Dia lupa securitinya tidak tidur. “Nona mau kemana?”
“Ehm, ada perlu sebentar.”
Seohyun berpikir tamatlah upayanya untuk menyelinap keluar.
Tapi Seohyun tidak menyangka bahwa ternyata securitinya tidak mencegah. Barangkali dia merasa iba. Dia tahu sudah beberapa hari ini Seohyun dikurung di rumah. Tidak diperbolehkan kemana-mana.
“Hati-hati nona, sudah gelap, nona kan perempuan.”
Seohyun mengangguk. Dalam hati ia berpikir baik juga Ahjussi ini.
“Aku akan kembali sebelum fajar.” Seohyun berjanji. Lalu tanpa menoleh lagi Seohyun berlari menembus malam.
Yoona unnie…
Seohyun terus berlari sambil memikirkan Yoona. Pertama dia harus tahu dimana gadis itu sekarang. Untuk itu ia perlu menelepon ke rumah Yoona.
Beberapa blok dari rumahnya ia menemukan sebuah telepon umum. Jantungnya berdebar ketakutan. Daerah di sekitar situ gelap dan sepi. Tempat yang terlihat rawan akan kejahatan.
Dia takut kalau tiba-tiba ada yang menerkamnya dari belakang. Kalau sudah begitu, mungkin tidak ada yang akan menolong. Tak sadar tubuhnya merinding.
Namun Seohyun merasa tidak punya pilihan lain. Digigitnya bibirnya kuat-kuat. Perasaannya untuk bertemu dengan Yoona telah mengalahkan segala ketakutannya. Sambil berdoa dan mengumpulkan keberanian, Seohyun berlari ke arah telepon umum itu. Ia meraih telepon itu dengan tangan gemetaran. Memencet tombolnya dan memasukkan beberapa koin.
Tuuttttt Tuuttttt Tuuttttt Tuuttttt
Terdengar nada sambung yang cukup panjang. Setiap detiknya membuat debaran jantungnya bertambah cepat.
Ayolah angkat! Doa Seohyun dalam hati.
Tuuttttt Tuuttttt
Apakah sudah terlalu malam untuk menelepon?
Jam memang sudah menunjukkan pukul setengah dua belas ketika ia meninggalkan rumah tadi.
Dan ia mulai paranoid kalau seseorang sedang mengawasinya. Seperti sedang memperhatikan mangsanya.
Ketika ia sudah hampir menutupnya telepon itu terangkat dan terdengar suara yang berat.
“Yeoboseyo?”
“Ah maaf mengganggu malam-malam. Apakah anda Appa Yoona unnie? Aku temannya, mau menanyakan kabarnya.”
“Yoona tadi siang mengalami kecelakaan,”ujarnya lirih.
Hampir terjatuh telepon yang berada dalam genggamannya. Ternyata firasatnya benar. Tapi Seohyun masih menyempatkan mendengar nama rumah sakit dimana Yoona dirawat. Lalu setelah itu ia mengucapkan selamat malam dan menutup teleponnya. Dan buru-buru berlari meninggalkan tempat itu.
Seohyun mengangkat tangannya mencegat taksi ketika dia sudah berada di jalan yang besar. Lalu ia naik dan menyebutkan nama rumah sakit itu. Walau demikian hatinya masih tidak tenang. Taksi yang ia naiki bukan taksi kepercayaan masyarakat. Apalagi ini pertama kalinya ia naik taksi sendirian. Tengah malam pula. Sudah banyak berita-berita tentang perempuan yang menjadi korban kejahatan supir taksi.
Seohyun berusaha untuk tidak kelihatan gentar. Ia memperbaiki posisi duduknya dan menyilangkan tangannya di dadanya. Hanya supaya dia pikir agar tidak terlihat belum berpengalaman.
Akhirnya tiga puluh menit kemudian ia sampai. Seohyun membayarnya dan turun dari taksi kemudian memasuki rumah sakit itu. Seohyun menarik nafas lega. Rasanya dari tadi dia terus-menerus tegang.
Ia langsung ke resepsionis untuk menanyai kamar Yoona. Dan kemudian segera melangkah ke kamar tempat Yoona dirawat.
Jantungnya berdebar-debar.
Parahkah lukanya?
Tadi dia tidak menanyakannya pada Appa Yoona. Dia harus memeriksanya sendiri untuk memastikan.
Di depan kamarnya tertulis nama pasien Im Yoona.
Cklek
Dari balik pintu, Seohyun melihat Yoona sedang terbaring tak sadarkan diri. Kepalanya diperban walau tidak sampai menutupi wajahnya. Pernafasannya dibantu dengan alat.
“Yoona unnie…” Seohyun berjalan ke sisi pembaringan Yoona.
“Yoona unnie…” dipanggilnya nama gadis itu sekali lagi. Seohyun menggenggam tangannya. Tapi matanya tetap terpejam. Di monitor terlihat denyut jantungnya lemah. Mendadak Seohyun ketakutan. Sangat ketakutan.
Tangan Seohyun yang satunya membelai pipi Yoona.
“Yoona unnie, jangan pergi… unnie bilang kalau unnie mau jadi pangeranku kan? Pangeran macam apa yang meninggalkan putrinya dirundung kesedihan.”
Akhirnya Seohyun menunggui Yoona semalaman. Dia sampai lupa pada janjinya untuk pulang sebelum fajar dan malah ketiduran.
**
Umma dan Appa Seohyun memasuki ruangan tempat Yoona dirawat. Dan benar seperti dugaan mereka, ada Seohyun disana. Sedang tertidur sambil memegangi tangan Yoona di sisi pembaringannya.
Mereka merasa risih melihat pasangan sesama jenis itu. Apalagi karena salah satunya adalah putri semata wayang mereka.
Seohyun terbangun dari alam mimpinya ketika merasakan tepukan keras di bahunya.
“Umma, Appa.” Seohyun menatap mereka berdua bergantian. Tentu saja dia tahu apa maksud kedatangan mereka dan dia langsung menjadi kesal.
“Kamu ikut kami sekarang,” suara Ummanya terdengar penuh tekanan.
Seohyun tak berkata apa-apa. Mereka menyeret Seohyun dengan paksa. Seohyun meronta. Sebelah tangannya berpegangan erat pada pinggiran ranjang Yoona. Umma Seohyun mencabut tangannya sehingga Appa Seohyun dengan mudah menyeretnya keluar.
Seohyun yang dengan tidak rela, berpaling sekali lagi untuk melihat tubuh Yoona yang masih terbaring di atas ranjang. Sampai akhirnya pintu tertutup dan sosoknya menghilang dari pandangan.
Mereka membawa Seohyun masuk ke dalam mobil. Sepanjang perjalanan Seohyun terus menunduk.
Sepulangnya dari rumah Seohyun dipaksa mengaku. Dia mengakui tentang penyelinapannya semalam.
“Kenapa kamu segitu keras kepalanya. Jangan bilang kamu pacaran sama gadis itu?!”
“Ya,” tukas Seohyun menahan tangis, tapi dia tidak akan menyangkal cintanya. “Yoona unnie memang kekasihku. Memang kenapa kalau aku dekat-dekat dengannya?!”
PLAK!
Seohyun terdiam sambil memegangi pipinya yang panas. Ummanya menghela nafas panjang.
“Kami sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa supaya kamu sadar.”
“Kita percepat pernikahan Seohyun saja,” potong Ayahnya tegas.
Mata Seohyun membelalak lebar.
“Barangkali itu lebih baik,” sambung Ibunya menyetujui ide Ayahnya.
Yang benar saja! jerit Seohyun dalam hati.
“Aku masih enam belas tahun!”
Tapi kedua orang tuanya tidak memedulikan kata-kata Seohyun.
Ingin rasanya ia menangis. Tapi berusaha ditahannya mati-matian air matanya. Ia tidak ingin orangtuanya melihatnya. Karena Seohyun merasa kalau menangis di depan mereka berarti dia kalah.
**
Malam itu terasa begitu dingin dan panjang. Walau sudah berkemul dibalik selimut, tidurnya tetap terasa tidak tenang.
“Dingin…”
Air mata mengalir membasahi bantalnya.
“Kenapa aku tidak boleh bertemu dengan Yoona unnie… kenapa? Padahal aku begitu menyukainya, apa salahnya?”
**
Keesokan harinya. Di sebuah restoran mewah.
“Kenalkan, ini putriku Seo Joo Hyun, usianya enam belas tahun.”
“Ini Jung Yonghwa, usianya delapan belas tahun, kelas tiga SMA.”
Seohyun menunduk termenung sementara kedua orang tuanya bercakap-cakap dengan orang tua Yonghwa.
“Kalian berdua mengobrollah di meja sana,” kata Umma Seohyun sambil memberi isyarat untuk menjauh.
Seohyun dan Yonghwa pindah ke meja lain. Yonghwa menarik kursi dan mempersilakan Seohyun duduk lebih dulu.
“Kamsahamnida,” ucapnya dengan suara pelan.
Pikirannya yang kacau saat ini membuatnya tidak mempedulikan sikap gentleman Yonghwa.
Lalu Yonghwa sendiri duduk di hadapan Seohyun.
“Mau pesan minuman apa?”
Seohyun menggeleng. “Tidak haus.”
“Baiklah kalau begitu kupesankan air putih,” jawab Yonghwa tanpa memedulikan sanggahan Seohyun.
Mereka hening selama beberapa detik. Yonghwa membuka mulut untuk berbicara duluan.
“Sejujurnya aku sama sekali tidak menyangka akan dijodohkan secepat ini. Apalagi aku baru saja berumur delapan belas tahun. Tapi setelah melihat kamu rasanya aku harus menarik kata-kataku.”
Seohyun tetap terdiam.
“Aku memang belum punya pacar. Meski begitu aku tidak tertarik dijodohkan seperti ini. Tadinya kupikir kalau Seo Joo Hyun yang dijodohkan denganku itu tidak sesuai dengan seleraku, aku berniat langsung pulang, tapi.” Yonghwa berhenti sejenak untuk menarik nafas dalam. “Sewaktu melihat kamu untuk pertama kalinya. Kamu jauh melebihi dugaanku. Kamu cantik dan lebih dewasa dariku. Aku langsung menyukaimu. Dan untuk pertama kalinya aku tidak menentang perjodohan ini.”
Yonghwa meraih tangan Seohyun yang terletak di atas meja. Dan pelayan yang sedang datang membawa pesanan minuman itu buru-buru mundur setelah meletakkan pesanannya, takut dikira mengganggu. Kemudian ia menyaksikan adegan itu dari jauh.
“Aku menginginkanmu Seohyun,” ucap Yonghwa tulus. “Apa aku kurang pantas untukmu Seohyun? Memang aku belum bekerja. Tapi setelah lulus nanti aku akan kuliah dan jadi dokter.”
Dokter masa depannya cerah, beda jauh dengan Yoona unnie, batin Seohyun.
Yoona unnie yang bukan dari keluarga kaya. Yoona unnie yang hidup semaunya. Mengikuti kehendaknya sendiri yang bahkan belum bisa memutuskan cita-citanya.
Dan apalagi Yoona unnie itu perempuan. Tapi mengapa?
Kalau memikirkannya dadaku terasa sakit. Ah bagaimana keadaannya sekarang?
“Apa ada namja lain dalam hatimu Seohyun?”
Sesaat jantungnya berhenti berdetak. Kata-katanya tepat mengenai sasaran.
Ya, pangeranku yang saat ini sedang koma di rumah sakit gara-gara telepon dariku, jawab Seohyun. Tentu saja hanya di dalam hati.
Melihat perubahan raut wajah Seohyun yang hanya sekejap. Yonghwa langsung mengerti. Tebakannya benar.
“Lupakan saja dia Seohyun, lagipula orang tuamu juga tidak mengijinkanmu dengan dia kan?”
Melupakan?
Kalau bisa semudah itu, cinta tidak akan membuat begini menderita.
**
Hari berikutnya Yonghwa datang untuk mengajak Seohyun kencan tanpa disuruh oleh orang tuanya.
Sepertinya pria ini serius, pikir Seohyun.
Dengan adanya orang tuanya yang berdiri di belakangnya. Seohyun tidak bisa menolak. Jadi dibiarkannya Yonghwa menggandeng tangannya dan membawanya pergi.
Seohyun mencoba menilai penampilan Yonghwa. Wajahnya tampan. Penampilannya juga rapi. Hari ini gaya berpakaiannya terlihat lebih casual dibanding kemarin yang terlihat agak formal. Badannya juga tinggi. Calon dokter.
Seohyun sendiri juga mengeluh. Kenapa dia masih tidak bisa melupakan Yoona dan mencintai namja di depannya.
Tapi cinta memang tidak bisa memilih kan? Tahu-tahu saja kita jatuh cinta. Meski terkadang kita sendiri tidak menghendaki cinta itu.
**
Orang tua Seohyun sudah menentukan tanggal mainnya, maksudnya tanggal pertunangan Seohyun dengan Yonghwa. Tentu saja Yonghwa sangat senang. Sementara hari kian mendekati hari H membuat Seohyun semakin tersiksa. Hati kecilnya sama sekali tidak menginginkan pertunangan ini.
Lagu instrumental It’s Ok Even If It hurts mengalun dengan merdu melalui permainan piano Seohyun. Jari jemari lentiknya menari-nari dengan luwes di atas tuts piano. Arti liriknya yang melankolis semakin menambah kesedihan Seohyun. Tapi heran dia malah merasa lebih tenang, seolah lagu instrumental itu menunjang perasaannya.
Perasaannya melayang ke saat kejadian satu bulan yang lalu. Waktu itu disini. Di ruangan ini ia juga memperdengarkan permainan pianonya pada Yoona. Yoona memuji permainan pianonya yang indah. Tapi ia juga mengkritik.
Lagunya terlalu mellow! katanya. Kalau mau bahagia, mainkanlah lagu yang bahagia.
Air mata mengalir di pipi Seohyun.
“Aku tidak bisa Yoona unnie… kalau tidak ada kamu.”
Ottoke…
Seohyun menutup pianonya dan beranjak membereskan kamarnya. Untuk melupakannya sejenak. Namun tidak bisa. Sekarang pikirannya melayang ke Yonghwa. Dan orang tuanya yang egois dan hanya memikirkan nama baik keluarganya.
Aku sayang Umma dan Appa tapi andai aku tidak lahir di keluarga ini mungkinkah aku tidak perlu bernasib seperti ini?
Yoona unnie adalah cahayaku. Namun Yoona unnie telah direnggut dengan paksa dari jangkauanku. Kini cahaya itu tidak lagi menerangi jalanku. Aku seperti berjalan dalam jalan kelam tanpa akhir.
Ketika sedang menata buku-buku ia menemukan sebuah buku cerita lama yang sudah cukup usang.
“Ah ini buku yang dibelikan untukku waktu SD, kangennya.”
Seohyun membuka halamannya. Cerita tentang seorang pangeran dan putri.
Endingnya mereka hidup bahagia selamanya karena Pangeran datang menemui putri. Meski keduanya harus melalui rintangan yang berat.
Air mata kembali membasahi matanya. Seohyun terisak.
“Yoona unnie pembohong! Katanya kamu selalu akan berada di sisiku, nyatanya kamu tidak datang menemuiku!”
Tiba-tiba dia merasa angin berhembus ke wajahnya. Chankaman, angin? Perasaan dia sudah menutup jendelanya.
“Benar kok. Pangeran selalu akan datang menemui putrinya. Meski babak belur sekalipun. Sebab mereka sudah ditakdirkan untuk bahagia bersama selamanya.”
Suara itu suara yang sudah entah berapa lama tidak didengarnya.
Seohyun mengangkat wajahnya dan matanya bertemu pandang dengan sosok yang sangat dinantikannya sedang duduk di ambang jendela.
“Pangeran Yoong datang untuk menemui Putri Seohyun,” Yoona tersenyum jenaka.
Angin bertiup mengibaskan rambutnya yang terlihat berkilauan diterpa cahaya bulan. Kepalanya yang masih dibalut perban malah menambah pesonanya.
Seohyun tidak mempercayai matanya. Mulutnya menganga.
“Gimana kabar putri Seohyun?” Yoona mengedipkan sebelah matanya. Lalu ia menginjakkan kakinya di lantai dan melangkah mendekat.
Seohyun langsung menubruk tubuhnya dan memeluknya erat-erat, berusaha menahan perasaannya agar tidak bersuara keras.
“Lambat… lambat… kenapa baru datang sekarang?”
“Mianhae,” bisiknya sambil membalas pelukan Seohyun.
Lama mereka berpelukan seperti itu.
Yoona membelai kepala Seohyun. “Waktu aku masih tidak sadar, aku bermimpi kalau kamu datang padaku. Waktu itu kamu bilang ‘Pangeran macam apa yang meninggalkan putrinya dirundung kesedihan’ “
Ah, sebenarnya itu memang bukan mimpi, ujar Seohyun dalam hati.
Yoona melepas pelukannya. “Sewaktu mendengar itu aku jadi mendapat kekuatan. Membuatku ingin segera terbangun dan menemuimu.”
“Yoona unnie nggak apa-apa?” tanya Seohyun khawatir sambil membelai kepala Yoona yang masih diperban dengan hati-hati.
“Segar bugar, putri,” ujar Yoona setengah bercanda.
“Ini bukan mimpi kan? Yoona unnie benar-benar datang menemuiku…”
Yoona mengusap air mata yang membasahi pipi Seohyun. Lalu Seohyun menceritakan tentang dirinya yang ditunangkan dengan Yonghwa oleh orang tuanya. Yoona memegang bahunya dan menatap dalam-dalam mata Seohyun.
“Hyunnie, ayo kita kabur, ikutlah bersamaku. Untuk itulah aku datang, untuk membawamu kabur dari sini,” kata Yoona mantap.
“Eh? Kemana?”
“Kemana saja asal kita tetap bersama dan jauh dari sini.”
“Tapi…” keraguan jelas terlukis di wajahnya.
“Kamu mau menikah dengan Yonghwa?”
Seohyun menggeleng dengan sangat cepat.
“Aku juga tidak mau kamu bersama dengan Yonghwa,” ujar Yoona menahan suaranya. Hampir saja dia berteriak.
Sesaat mereka saling bertatapan. Lalu akhirnya Yoona melangkah ke dekat jendela sambil masih menatap Seohyun, Seohyun mengerti arti tatapan mata Yoona. Ia pergi mengambil dompet lalu mengikutinya.
Yoona melangkah ke pohon dekat jendela, satu tangannya memegang batang pohon yang kokoh itu dan ia mengulurkan tangannya membantu Seohyun. Seohyun menerima tangan Yoona dengan sedikit gemetar. Lalu ia melangkah ke dekat Yoona.
“Takut?”
“Sudah lama sekali aku tidak memanjat pohon, apalagi berpikir kalau aku akan kabur seperti ini.”
“Heh, tapi ini bukan yang pertama kalinya kamu kabur diam-diam kan?”
Seohyun menatap wajah Yoona seperti mau berkata ‘Kok Yoona unnie tahu?’
“Kata-katamu waktu itu terlalu nyata untuk jadi mimpi,” ujar Yoona sambil mengulas senyum.
Yoona menjepitkan kakinya di antara dua dahan lalu merapatkan Seohyun dalam pelukannya.
Seohyun memegang baju Yoona erat-erat.
“Nggak usah takut, sekarang pegangan di dahan itu, biar aku yang turun duluan.”
Dengan lincah Yoona turun satu dahan lalu membantu Seohyun turun sedikit demi sedikit. Ketika hanya tinggal kurang dari dua meter, karena tidak ada dahan yang bisa dijadikan pijakan, Yoona langsung melompat.
Lalu ia merentangkan tangannya ke atas.
“Hyunnie lompatlah, gwenchana, ini rendah kok, aku akan menangkapmu.”
Seohyun melompat sambil memejamkan matanya. Kemudian ia merasakan sesuatu yang lembut menangkapnya.
“Hehe, aku berhasil menangkap putri.” Yoona nyengir norak. “Nah, ayo kita pergi.”
Sambil bergandengan tangan, mereka melarikan diri untuk memulai menempuh hidup baru.






Tbc

Snsd (One Shoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang