MPLS

15.2K 394 12
                                    

MPLS: Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (anggep aja kaya MOS bedanya kakel OSIS-nya baik-baik, gada bully-bully sejenis).

*-*

Alia POV

"Eh, cepet, cepetan!" teriak Lexa panik. Kita hanya punya waktu lima menit, dari apartemenku sampai ke sekolah pun makan waktu dua puluh menit. Ini sih bakal langsung dihukum. Aku sih sebenarnya tidak masalah, tapi si curut jangkung ini yang panik. Ia selalu saja tepat waktu, rajin pula, berbanding terbalik denganku.

Lexa langsung menyeretku masuk ke dalam mobil. Aku berdesis kesal, dan menancap pedal gas sekencang yang kubisa. "Pake sabuk pengaman ye, kecelakaan ga tanggung jawab!", ucapku, sambil melaju dan menyalip mobil. Bahkan kita hampir saja menabrak pedagang asongan yang sedang lewat. Melewati razia lagi, gila emang aku. Itu sebabnya Lexa tidak pernah mau membiarkanku menyetir mobil kecuali kalau kita emang lagi kepepet seperti sekarang ini.

"ASTAGA LIA GUE MASIH PENGEN IDUP PLIS LU JANGAN NYARI MATI GINI YE. BELUM PUNYA CEWE JUGA," teriaknya kesal. Iya, aku memang menyukai wanita, sejak kecil. Lexa tahu akan hal itu, dan ia berkata kalau mau aku suka sama perempuan atau tidak, tetap saja menyebalkan. Menohok sih, tapi ya sudahlah.

Sepuluh menit lebih dari waktu yang ditentukan, anak-anak OSIS sudah berjaga di gerbang untuk menghukum anak-anak yang telat. Termasuk kami berdua. Kami memarkirkan mobil di sebuah restoran yang ada di dekat sekolah. Pemiliknya adalah teman dekat kami, dan ia suka meminjam mobil, jadi ia tidak keberatan untuk mobilku diparkirkan di sini.

Setelah berlari (dan ngos-ngosan) menuju depan gerbang, seorang siswa laki-laki menatap kami dengan raut muka kesal. "Ck. Lex, kenapa kamu telat sih? Jangan-jangan karena Alia lagi," serunya kesal. Laki-laki ini adalah Bayu, kakak Lexa. Umur mereka hanya terpaut satu tahun. Atau malah hanya sebelas bulan? Aku tidak ingat.

"Ya... ya biasalah. Sampe Alia tau yang nyetir..." gumam Lexa. Mendengar ucapannya, Bayu melongo.

"DEMI APA KAMU BIARIN ALIA NYETIR, LEX?", teriak Bayu kaget. Anak-anak OSIS yang ikut berjaga ikutan melongo mendengarkan teriakannya. Ditambah suaranya yang berat itu membuatnya makin menyeramkan. Sungguh kontras dengan hangatnya sinar matahari pagi yang menerpa mereka.

"Ya... gimana, kalau aku yang nyetir nanti malah kelamaan..." Bayu menghela nafas, memang benar sih. Mobilnya itu punyaku, tapi selalu Lexa yang menyetir, karena aku tidak peduli nyawa setiap nyetir, seperti tadi. Kini, ia memperhatikan seragam kami. Lexa terlihat rapi, bahkan sampai blazer sekolah ia kancing. Aku saja boro-boro, blazer kugantung di tangan, sabuk tidak aku kencangkan, rambut tidak kuikat. Tentu saja itu membuat Bayu ingin menggetokku dengan palu.

"Kamu, udah hampir bawa adik saya ke ambang kematian, sekarang malah ga ikutin aturan padahal hari pertama. Cepet pake blazernya! Ikat rambut kamu juga, sudah tahu itu aturan mengapa tidak dipatuhi?!" Bayu, kalau sudah mode begini, tandanya Alia harus menurut.

Sebenarnya, Alia juga tidak kesal, ia hanya mengangkat bahu acuh, lalu mengenakan seragamnya, dan mengikat rambutnya. "Jangan kamu ulangi lagi. Cepat masuk." Lexa dan Alia langsung berlari dengan kencang masuk ke dalam gedung sekolah.

"Kalian telat banget jir! Cepet sini ikut gue!" Saat mereka masuk, mereka langsung disemprot oleh seorang anak seumuran mereka. Ia adalah murid laki-laki, tingginya hanya sedikit lebih tinggi dari Lexa. Kita berdua cengo, ini siapa coba...

"Oiya, lupa perkenalan. Gue Val, Kak Allison udah bilang kalau gue suruh nungguin kalian berdua waktu dateng. Katanya nanti liat aja dua orang anak yang berbeda jauh kerapihan seragamnya. Tapi seragam kalian berdua sama-sama rapi sih, tapi ya gue tau aja gitu soalnya gue kan cenayang." Hah? Allison? Allison kan... kita berdua melirik satu sama lain, kekesalan terpampang di wajah kita berdua.

"BAYU ASU--!"

*-*

"Kalian berdua, bener-bener ya! Kalau bukan kamu adiknya Bayu, dan kamu! Masih baru juga udah banyak gaya!" Kami berdua membungkuk sungkem pada Kak Allison. Sumpah deh mulutnya pedes banget kaya makan ayam geprek sambal korek level 15.

"Maaf kak... ga akan diulangin deh, janji," ucapku sedikit merasa bersalah.

"Heleh ga akan diulangin juga besoknya telat lagi paling. Udah sana cepet masuk, suh suh." Setelah diusir bak kucing kampung, kita berdua langsung ngibrit masuk kelas.

"Elo sih ah Li, kenapa kemaren lu malah mabar sama Ilham sih? Mitik kaga kesiangan iya." keluh Lexa kesal. Kemarin malam, aku begadang sampai jam tiga subuh untuk push rank dari epic sampai legend bersama Ilham dan teman-teman satu tongkrongannya. Menang sih... tapi ya akhirnya gini deh, kita berdua telat. Lexa sebetulnya dongkol, tapi dia juga ikutan, walau hanya sampai jam satu subuh.

"Ih lu ga usah banyak cocote ya, cuma bisa mage. Lagian gue kan dikit lagi mitik. Huuu dasar iri dengki sirik musyrik," balasku sambil memanyunkan bibirku. Lexa yang sudah dongkol pun makin dongkol.

"Ga mau tau, aku ngambek mas! Kita putus!" Aku terkekeh mendengar jawabannya, dan menoel-noel pipinya.

"Ututu jangan ngambek dong~ nanti aku beliin martabak gimana?", Lexa langsung tersenyum. Tuh kan, disogok martabak langsung mau. Dasar matre.

"Sut, kalian berdua, berisik aja, ntar dipanggil guru mau?", bisik Val pada kita berdua. Sebetulnya aku tidak terlalu peduli sih, tapi karena aku baru saja bikin masalah tadi, ada baiknya aku lay low dulu sampai istirahat.

*-*

"Lexa, Lia! Sini sini!", seru Bayu yang sedang duduk bersama anak-anak OSIS lainnya. Ada Kak Allison, yang menatap mereka dengan tatapan ramah, beda jauh sekali mereka kalau mode OSIS mereka lagi off. Kebetulan saja aku dan Lexa sedang sibuk cari meja.

"Hai hai! Kenalin nih, Alia, anak yang tadi gue teriakin--ow--dan Lexa, adek gue." Bayu meringis sedikit saat aku cubit pinggangnya. Masa kenalin aku gitu sih?!

"Oh jadi ini anak yang kamu teriakin ya Bay? Kasian banget sumpah. Jahat banget ya kamu Bay!", celetuk seorang laki-laki yang tinggi, tubuhnya sedikit gembul. Namanya Eiza.

Di meja ini, selain aku, Lexa, dan Bayu, ada Eiza, Allison, dan satu lagi... Hana. Sejak tadi, hanya Hana yang tidak berkicau. Ia terus fokus pada makanannya.

"Eh, Han, diem aja sih. Kenapa sih emangnya?", tanya Eiza sambil menyikut Hana pelan. Hana menatapku, membuatku menatapnya balik.

1... 2... 3... rasanya waktu berjalan cukup lama. Aku terus memperhatikan matanya, seakan aku terhipnotis. Saat aku hampir sepenuhnya terbawa suasana, ia beranjak pergi untuk membuang bungkus makanannya ke tong sampah.

"Hah--" aku mengedipkan mataku. Saat aku menoleh, kulihat orang-orang di meja pada menatapku tengil. Rasanya ingin aku getok pala mereka satu-satu.

"CIEEEEEEEEEEEE CINTA PANDANGAN PERTAMA NIH YEEEE," teriak mereka bersamaan, membuat satu kantin menatap ke meja kita. Mukaku langsung memerah.

"HEH DIEM DONG GA USAH BANYAK BACOT. BACOT KALIAN SEMUA," umpatku pada mereka. Hih, urat maluku bisa-bisa nyambung lagi kalau begini.

Tapi... matanya tadi... shit, aku terus terbayang-bayang matanya.

*-*

Hehe. :)

Ini klo ngerasa ceritanya berubah, emang diubah ya ceritanya sama Kak Thor. (Buset megang palu Mjolnir)

Jangan lupa vote dan comment ya. ;)

Troublemaker X Ketua Osis (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang