Distorsi Rasa - Bab 2

124 6 9
                                    

Ezral nampak pucat dan terus memandang ke jalanan depan. Suara klakson dari kendaraan lain mulai bersahutan karena mobil yang kami tumpangi berhenti mendadak. Untung saja posisinya tidak terlalu menengah.

"Ada apa?" tanyaku pada Ezral. Aku juga ikut panik melihat wajah Ezral yang pucat.

Dia tidak menyahutiku. Karena rasa penasaran yang kian membuncah, aku menggoyang-goyangkan lengan Ezral, memaksanya untuk bicara. "Ezral. Ada apa sih? Kamu kenapa?"

Ezral menoleh ke arahku dan dia tampak mengerjapkan mata beberapa kali. "Ah, tidak. Tidak ada apa-apa."

"Bohong," tuduhku.

"Iya, tidak ada apa-apa, Sayang." Lelaki tampan itu mencubit hidungku kemudian mulai menjalankan mobilnya kembali.

Aku tahu kalau Ezral berbohong. Tetapi aku tak ingin mengusiknya saat dirinya sendiri bahkan tak ingin bicara yang sebenarnya padaku. Mungkin dia butuh waktu.

***

Entah sudah berapa kali aku berganti pose. Aku bahkan tidak terlalu memikirkan itu. Pikiranku justru terfokus pada Ezral yang duduk di bangku panjang yang disediakan untuk menonton audisi pencarian model. Sorot mata Ezral tampak kosong, ingin sekali rasanya aku membaca pikirannya saat ini.

Ezral menjadi pendiam sejak kejadian di mobil tadi. 'Apa yang terjadi?' sudah berkali-kali pertanyaan itu menggangguku.

"Sudah cukup." suara lantang dari photographer yang sedari tadi menyuruhku untuk bersikap layaknya boneka. Aku mengangguk sekali kepadanya. Tanpa pikir panjang, aku menghampiri Ezral. Sungguh aneh, ekspresi wajahnya sudah berubah, pandangannya tidak kosong lagi.

"Hei!" Ia berseru lantang dan menyambut kedatanganku. Setelah menyodorkan air mineral, dengan gerakan cepat, Ezral menarik pinggangku dan mendudukkanku di atas pangkuannya. "Apa kau lelah?"

Aku memejamkan mata sejenak saat Ezral menyelipkan anak rambutku ke belakang telinga. "Ini sangat melelahkan."

Ezral tersenyum dan mengecup puncak kepalaku. "Kau akan terbiasa."

Aku hanya berdehem dan menyandarkan kepalaku pada dada bidangnya.

"Aku yakin, kau akan memenangkan audisi ini."

"Ezral," panggilku lirih.

"Iya?"

Aku mendongak, menatap kedua matanya. "Kamu baik-baik saja?"

Ezral terdiam sejenak, sedetik kemudian ia tersenyum. Dan sialnya, aku selalu menyukai senyumannya. Dalam satu kedipan mata, aku mengecup bibirnya sekilas.

"Apa yang kau--"

***
31-05-2018
PingStory

Hae! Dateng lagi
Belum dapet feelnya ya :"
Harus gimana lagi dong? :"

Vommentnya aja ya jangan lupa :"

Hope you like it! 😝
See ya 😘

Distorsi RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang