Dyra berjalan cepat dengan tangannya yang membawa beberapa buku. Dyra tidak bisa lagi menahan tangis. Sungguh! Wajahnya sudah memerah akibat tangis yang dibuat oleh laki-laki tersebut. Bayangkan, dirinya dikatakan sebagai orang bego karena cinta.
Dyra memasuki tempat yang ia akui aman untuk dirinya. Dyra mengakui kalau ia sangat menyayangi Daylon, kekasihnya yang selama ini menyakiti dirinya. Dyra juga tidak mengerti, bagaimana bisa ia bertahan dengan sikap dan perilaku Daylon yang terus saja menyakiti dirinya.
Jemari tangannya dengan cepat menyeka air mata yang mulai membasahi wajah cantiknya. Bagaimana mungkin ia menjadi cengeng seperti ini hanya gara-gara perkataan Rangga? Atau mungkin malah ia seperti ini akibat perbuatan Daylon yang menyakiti hatinya?
“Kenapa jadi cengeng gini sih!"
“Kenapa aku nggak bisa benci kamu, Day. Kenapa?“
"Ya Tuhan, apa salah aku?"
Tak berselang lama sampailah Dyra di tempat yang mampu membuat hatinya tenang, di sini akan ia curahkan semuanya. Segala kekecewaan dan rasa sakit yang selama ini dia pendam sendiri.
Sebelah tangannya mulai meraih kenop pintu dan membukanya secara perlahan, berharap tidak ada seorang pun yang mengetahui kedatangannya dengan wajah yang sangat mengenaskan.
Dengan langkah pasti kakinya mulai mencari tempat duduk yang nyaman untuk ia tempati, kedua tangannya saling bertaut, matanya mulai memejam berharap Tuhan mendengar semua curahan hatinya.
Tanpa ia sadari air matanya jatuh, isak tangisnya mulai keluar dari bibir mungilnya.
“Tuhan, kapan semua ini berakhir?“ lirihnya.
Entah merasa terganggu atau penasaran, seseorang yang berada di hadapan Dyra mulai menghampiri dan tanpa izin duduk di samping Dyra dengan wajah kagetnya.
“Lu nangis?“
Dyra terlonjak kaget mengetahui laki-laki yang sudah duduk manis di sampingnya.
"Ngapain lu di sini?“
“Ibadah,“ jawabnya polos.
“Maksud gua, ngapain lu duduk di samping gua?“
“Lu nangis?“ Bukannya menjawab laki-laki itu malah mengulang pertanyaannya.
“Emang nggak boleh? Ini bukan tempat lu aja 'kan? Semua berhak mau nangis di sini!“ Entah kenapa Dyra menjadi sensi seperti ini.
“Ya, ya boleh-boleh aja sih,“ ucap laki-laki itu sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal, “kayanya lu lagi ada masalah, mau cerita?“
“Sok tau, lagi pula gua nggak kenal sama lu. Ngapain juga gue cerita sama orang asing kaya lu!“
“Oh iya, nama gue Javin. Gua--“
“Nggak penting!“ Potong Dyra cepat. Lalu Dyra segera bangkit dan keluar dari tempat ibadah tersebut. Enggan lebih lama lagi berada di sana dengan orang yang tak ia kenali itu.
“Lah tadi katanya nggak kenal, giliran gua udah ngenalin diri dibilang nggak penting.“
“Alergi cowok ganteng kali ya.“ ucapnya percaya diri.
Saat Javin akan bangkit dari duduknya sepasang mata cokelatnya menemukan sebuah buku yang menurutnya unik untuknya.
“Dyra Fakiha,“ ejanya membaca nama dalam buku tersebut.
🍃🍃🍃
Javin menyerah, mencari cewek itu layaknya mencari jarum dalam jerami. Susah sekali! Hey, ke mana perginya gadis itu? Ah, andai Javin seorang bocah yang selalu membawa ransel beserta monyetnya tanpa segan ia akan bertanya pada gulungan sebuah peta. Tapi sayang, Javin adalah Javin. Bukan bocah yang selalu membawa ransel ke mana-mana seperti serial kartun yang selalu di tonton adiknya dulu."Ke mana lagi gua harus cari itu cewek?"
"Ya kali gua nyari dia ke seluruh kampus ini. Kan keliatan bego banget yang ada."
"Ya Tuhan, pertemukanlah hambamu dengan cewek itu lagi," ucapnya penuh harap.
Lagi, untuk kesekian kalinya Javin memandang buku itu dengan senyumnya yang mengembang. Javin ingat, bagaimana cewek itu menjawab pertanyaan Javin. Bagaimana wajah cewek itu ketika menangis. Dan bagaimama ekspresi lucu dari cewek itu ketika Kavin sudah berada di sampingnya. Ah, rasanya Javin ingin mengusap air matanya detik itu juga. Sungguh, Javin bukanlah orang yanh tega melihat perempuan menangis!
"Dyra Fakiha, nama yang bagus," ucap Javin tersenyum simpul.
"Kapan kita ketemu lagi?"
"Gua harap bisa ketemu lu lagi, entah kapan dan di mana. Yang jelas saat pertemuan kita nanti, gua ngeliat lu dengan senyum indah lu bukan tangisan kaya tadi."
"Seenggaknya gua udah tau nama dia. Masalah buku ini, lebih baik gua simpan dulu."
Javin segera menaruh buku Dyra beserta buku-bukunya ke dalam ransel hitamnya dan bergegas menuju parkiran di mana ia memarkirkan motornya.
------------
Dyra bingung, bahkan sangat bingung ke mana buku cokelatnya itu berada? Sudah ke tiga kalinya cewek itu membongkar isi tasnya tapi nihil, buku itu sama sekali tidak ada di tempatnya. Padahal Dyra ingat betul ia sudah memasukkannya ke dalam tas sebelum ia berangkat ke kampus tadi.
"Cari apa, Dy?" Tanya Natalie-teman satu kelas Dyra-
"Buku catatan aku, Nat. Nggak ada di tempatnya," jawabnya lesu.
"Ketinggalan di rumah kali, Dy."
Dyra menggeleng lemah. Ia ingat betul sudah memasukkannya ke dalam tas tadi sebelum ia berangkat ke kampus.
"Udah di cari di tas? Keselip di buku yang lain nggak?"
"Nggak ada." Dyra menundukkan kepalanya.
Natalie mendekat guna membantu Dyra mencari bukunya. Dengan teliti Natalie membuka tas Dyra dan membuka beberapa halaman pada buku yang Dyra bawa. Natalie yakin pasti buku itu terselip jika Dyra sudah membawanya dan tidak tertinggal. Tapi nihil, buku itu sama sekali tidak ada di selipan tas maupun halaman pada buku-buku yang Dyra bawa.
"Kamu yakin udah masukin buku itu ke tas kamu?" tanya Natalie meyakinkan.
"Yakin banget, Nat. Itu buku catatan penting aku. Bisa gawat kalau ada yang nemuin trus baca isinya."
"Sepenting itu?"
"Iya, penting."
Menyangkut perasaan aku ke Daylon juga ada di sana. Lanjutnya dalam hati.
"Kamu tadi ke mana aja sebelum masuk kelas?"
Dyra mengingat kembali, ke mana saja ia tadi sebelum masuk ke kelas. Sebelumnya ia menenteng beberapa buku saat menemui Rangga, lalu setelah Rangga memaki dirinya setelah itu ia berlari hingga tidak sengaja ia menabrak Daylon yang membuat nyeri di hatinya semakin bertambah. Dan yanh terakhir ia ke tempat ibadah dan...
Dyra ingat sekarang!
"Mati gua, Nat!"
"Hah?" tanya Natalie tidak mengerti.
"Gua bisa mati kalau buku itu di buka sama cowok tengil yang gua temuin di tempat ibadah tadi!" Paniknya. "Bisa tamat riwayat gua, Nat."
Natalie yang mulai pahampun menganggukkan kepalanya. "Buruan lu ambil, siapa tau buku lu masih di sana."
Dyra mengangguk. "Nat, gua tititp tas sama buku gua dulu ya. Tolong jagain!" Setelah Natalie meng'iya'kan Dyra segera berlari dengan sekuat tenaganya. Ia tidak ingin bukunya tersentuh bahkan terbaca oleh cowok itu. Cowok absurd yang sok tau dan sok ganteng padahal emang ganteng.
.
.
.
.
.Holla, kita kambek again! Maapkan kita yang baru nongol dan up cerita ini :(
Btw, masih ada yang setia nunggu cerita ini up? Nggak ada :((
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT
RomanceBerbeda, satu kata yang mewakili kita saat ini. Ya, kita berbeda dalam banyak hal. Aku dengan diriku, dan kamu dengan dirimu sendiri. Kita mempunyai pendirian yang tak sama, kita mempunyai pemikiran yang tak selaras. Akankah kita dapat bersatu denga...