D u a

178 8 0
                                    

Seminggu setelah hari pernikahanku, aku resmi diboyong Irga ke rumahnya. Rumah minimalis dua lantai. Lantai pertama terdiri ruang tamu, kamar tidur utama dan dapur. Diatas lantai dua terdapat 2 kamar lagi, satu kamar di fungsikan Irga sebagai ruang kerjanya, antara ruang tamu dan dapur hanya dibatasi partisi, entah bagaimana Irga bisa punya konsep rumah seperti ini, rumah ini sesungguhnya gambaran di otakku saat aku ingin punya rumah sendiri.

"kalau ada yang gak kamu suka, diganti aja Al...." begitu ucapnya saat pertama kali aku memasuki rumah ini. Tapi bagiku ini sempurna sama seperti yang kuimpikan. Sungguh!!

Kuhabiskan soreku membereskan barang barang pribadiku. Kamar kami yap sekarang ini kamar kami-bahkan melebihi ekspektasiku, kamar ini dilengkapi jendela besar dengan view taman bunga diluarnya. Jendela itu bisa terbuka lebar, aku benar benar kegirangan melihat spot itu, kubuka jendela lebar lebar, membiarkan aroma rumput masuk ke kamarku, sembari membereskan pakaianku.

"Kau butuh bantuan?" Irga muncul dari balik pintu.

"NOP....Aku bisa kok sendiri" Hmmm...hidungku menciun aroma kopi. Dia mengangkat gelas yang ada ditangan kanannya, berjalan mendekatiku.

"Break dulu nih...."di sodorkannya segelas kopi padaku.

Kami duduk menghadap taman, kuseruput kopi ku pelan pelan.

"Kau suka?" tanya Irga padaku, pandangannya mengarah ketaman. Tepat di tengah taman, terdapat kolam ikan kecil, aku suka melihat ikan ikan itu berebutan saat Irga melemparkan makanan pada mereka.

"Yap...kamarnya nyaman...." jawabku seadanya

"Syukurlah...aku berharap istriku betah tinggal disini" Istri? Aku tersedak kopiku sendiri mendengar kata itu, Irga balik menatapku, kedua alisnya terpaut. "Kenapa? Kau keberatan di panggil istri?" ya ya ya aku keberatan dari awal buat nikah sama kamu atau sama siapapun, apa yang kau harapkan? "bukankah kita sepakat buat mencobanya?"

"aku sekarang sedang mencobanya, Ga.....please jangan berharap lebih. Ini nggak mudah buatku"

"ini juga ngak mudah buat ku Al, menikah dengan gadis yang terpaksa menikah denganku" okay situasi semakin tidak nyaman.

"mungkin sudah waktunya kita buat kesepakatan" entah mengapa aku berucap seperti itu.

"kesepakatan apa lagi?" Irga menyeruput kopinya, pandangannya tertuju pada ikan ikan yang masih sibuk menghabiskan makanannya.

"kalau dalam setahun kita gak bisa lagi menjalani pernikahan ini, kita pisah saja"

"bukankah pernah kubilang padamu sekali kau jadi istriku aku tidak akan pernah melepaskanmu"

"iya...aku ingat Ga...tapi gimana kalau kita gak bahagia?"

"bahagia atau gak itu pilihan kamu Al..."

"pilihan?"

"Yap...kenapa? Kalau kamu khawatir kita gak akan bahagia maka kita gak akan bahagia. Karena sejak awal kau tidak ingin bahagia dipernikahan ini"

"aku pingin bahagia, ga..."

"let's make it happen"

Yap..mungkin dia benar, mungkin kami bisa bahagia dengan pernikahan ini. Tanpa kusadari Irga sudah mendekatiku, menggenggam tanganku, aku terperanjat. Aku berusaha menjauh, tapi kekuatannya semakin mendekatkanku padanya, wajahnya mendekati wajahku, aku semakin gelagapan. Dalam hitungan detik bibirnya sudah menempel dibibirku. Dan dengan lembut dia melumat bibirku. Apa kubilang....bibirnya memang kissingaable. Oh my God....i love it. Siaaaalllll.....

Aku masih menikmati sensasi ciumannya, saat kurasakan sentilan di jidatku...awwww....kubuka mataku, Irga tersenyum jail....sekarang kedua tangannya mencubit pipiku....double siall....dia tertawa lepas....

"Ga.....afa afaan syih...." aku berusaha melepaskan kepitannya...eh dia malah menarikku ke pelukannya

"aku rasa kita bisa bahagia...Al"

@@@

A L I ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang