“Belakangan kamu aneh Al....ada yang ingin kau bicarakan denganku?” tembak Irga, otomatis buatku membeku di tempat. Apakah Doni sudah melakukan aksi nekatnya?
Lama aku terdiam, sekarang keknya aku sudah mirip arca arca di Borobudur sana. Aku tidak tahu harus bagaimana, kembali otakku tidak merespon. Adrenalin memenuhi aliran darahku. Haruskah aku jujur pada Irga? Apa yang akan terjadi pada keluargaku.... haruskah?
“Ga....” susah payah kukeluarkan segenap keberanianku.
“Hmm.....” Irga hanya memandangku, seolah mencari kejujuran di mataku.... kutelan ludahku...mencoba mencari kata
@@@
Irga POV
Aku memandangnya, wanita yang selama lima tahun ini telah mengisi hari hariku. Aku tahu ada yang salah padanya, dia seperti bukan dirinya. Adakah yang disembunyikannya? Aku ingin dia jujur padaku, tapi entah mengapa kejujurannya seolah akan menarikku jauh ke lubang hitam. Firasat apa ini?
“Ga....” yang ku dengar hanya desisnya. Aku tahu Alia....Lima tahun membuatku mengenal bahasa tubuhnya, seolah dia sedang mengumpulkan keberaniannya.
“Hmm...” aku memandang bening matanya, firasat..lagi lagi firasatku kembali membuatku merinding. Haruskah aku menghentikannya? Haruskah menyudutkannya untuk kejujuran yang mungkin paling ku takutkan selama ini?
Lima tahun menjalani pernikahan dengan logika, begitu defenisi Alia terhadap pernikahan kami. Pernikahan yang sejujurnya tanpa cinta. Tapi benarkah tanpa cinta? Mengapa kami bisa bertahan tanpa cinta? Aku mencintainya, setidaknya aku berusaha mencintainya. Belum cukupkah? Belum cukupkah usahaku mempertahankan pernihakan kami? Cinta? Alia tidak percaya tentang cinta, begitu katanya dulu. Kami hanya ingin menjadi orang normal...dua orang yang ingin dianggap normal. Karena sejujurnya bagi lingkungan kami tidak menikah berarti tidak normal. Maka kata Alia pernikahan kami adalah pernikahan dengan logika biar kelihatan jadi orang normal. Akh...teori apa itu Alia. Aku juga bertanya apa isi kepala Alia. Pernikahan bagiku sakral, memilihnya bukan main main buatku. Bagiku pernikahan kamipun bukan main main. Aku berusaha membuatnya bahagia, kami berusaha belajar saling mencintai. Aku jatuh cinta padanya, itu yang kutahu. Entah sejak kapan. Mungkin sejak pertama kali melihatnya malam itu, malam kedua orang tuaku dengan teganya menyeretku ke rumah Alia. Awalnya sungguh perasaanku jadi kacau, mengapa orang tuaku tega berbuat ini? Memaksaku menikah? Menjodohkanku dengan Alia. Apa kasihan melihat anak semata wayangnya sendirian dengan kaki pincang?
Kecelakaan yang kualami bukan hanya pukulan berat buatku, juga buat Ibuku. Aku putra semata wayangnya, selalu di banggakannya, maka tak ada pilihan lain buatku selain mengikuti perintahnya, di jodohkan dengan Alia. Kurasa semua bermula dari malam itu.
Butuh waktu cukup lama buatku untuk menyatukan persepsiku dengan Alia. Awal pernikahan kami cukup berat bagi kami berdua. Sejujurnya kami hanya roommate bukan soulmate, kami dua orang asing yang saling berbagi kamar. Alia dengan hidupnya, aku dengan hidupku sendiri. Kupikir bisa membahagiakan Alia, tapi seiring berjalannya waktu kusadari ada orang lain yang mengisi hatinya, entah siapa. Aku bahkan takut mencari tahu. Bagiku semuanya masa lalu....dan aku masa kini dan masa depan Alia. Itu saja sudah cukup bagiku untuk menjalani pernikahan yang Alia bilang pernikahan dengan logika. Akh...aku sudah kehilangan logika sejak menikah dengannya.
“Al......” perlahan aku menghampirinya, meraihnya dipelukanku.
“Jangan memaksakan dirimu kalau kau belum siap buat cerita” bisikku di telinganya. Aku mengatakannya sejujurnya buat diriku sendiri. Aku belum siap mendengar pengakuan Alia.
@@@
Alia POV
“Jangan memaksakan dirimu kalau kau belum siap buat cerita” Irga meraihku dipelukannya, berbisik di telingaku. Belum siap? Oh..kapan aku siap? Kata kata yang tadinya ingin kuucapkan seolah berubah menjadi batu yang tersangkut di tenggorokanku. Aku harus mengeluarkannya. Tidak...bukan hanya di tenggorokannku, sesungguhnya kata kataku tersangkut di dadaku. Aku tidak bisa menahannya lagi. Sesak.
“Ga...”kenapa airmataku mengalir? Rasa bersalah?
“stop it...”Irga kembali berbisik
“i don’t wanna hear it” Irga semakin mempererat pelukannya.
“Ga...please...dengarin aku” Irga melepas pelukannya, menatapku, menghapus bulir air mataku.
“Fine.....” dia menyeretku ke tempat tidur. Kami duduk bersisian. Kutarik nafasku dalam dalam. Harus Alia...harus sekarang sebelum kau melangkah terlalu jauh. Bisikku pada diriku sendiri
“Aku minta maaf...Ga...” bahkan aku tidak sanggup menatap Irga. Sedalam inikah rasa bersalahku?
@@@
Irga POV
“aku minta maaf....Ga....” masih tersisa tangis di sela kata maafnya.
“apa dia kembali?” kenapa aku harus melemparkan pertanyaan itu? Akh.... sial...
“Dia?” pertanyaanku sukses membuat Alia menatapku. Kaget atau bingung dengan pertanyaanku. Entahlah
“Yap....pemilik hati kamu” ok aku harus gentle mengakui kalau di hati istriku ada orang lain. Aku tidak pernah memilikinya utuh, bahkan sampai kami di karunia Arya dan Rhea ternyata belum cukup untuk menggeser makhluk itu dari hatinya. Alia mencoba menguburnya jauh di dasar hatinya tapi aku yakin sedikit saja resonansi dari yang siempunya hati, rasa itu akan bangkit dan menguasainya lagi.
“kau bertemu dengannya?” kenapa sekarang aku jadi cenayang? Atau mungkin bagi Alia aku bertingkah seolah hakim yang menjatuhkan vonis mati pada pesakitan. Al...sejujurnya aku pun tidak paham apa yang terjadi padaku. Ini hanya insting, firasat, intuisi atau apalah istilahnya, aku hanya tahu...saat melihatnya menitikkan air mata di bahuku.
Alia mengangguk. Oh Tuhan ternyata benar, pertahanannya mulai hancur, Alia menangis dipelukanku.
“Maaf Ga.....” suaranya bergetar. Aku mengusap rambutnya, mengecup pucuk kepalanya.“Kau masih menginginkannya?” tanyaku
Alia menggeleng.
“Ga..dia masa lalu....bagiku dia cuma masa lalu” aku juga berharap dia masa lalu Al, tapi yang kurasakan kau masih ingin tinggal di masa lalu itu. Banyak hal yang masih tertinggal di sana
“Al...gimana kalau kamu selesain urusanmu sama dia dulu....maksudku aku ngasih kamu izin buat menuntaskan rasamu. Aku terima konsekuensi apapun itu” Ok...totally i am crazy...lelaki mana yang bisa ngasih izin istrinya selingkuh???
@@@
Alia POV
“Al...gimana kalau kamu selesain urusanmu sama dia dulu....maksudku aku ngasih kamu izin buat menuntaskan rasamu. Aku terima konsekuensi apapun itu” aku menengadahkan kepalaku, mencari mata Irga. Apa maksudnya?
“Maksud kamu apa Ga....”
“hmm.... kau boleh bertemu dengannya...selesaikan semua yang ada di antara kalian. Sebelum kau mengambil keputusan ingin tetap bersamaku atau kembali bersamanya” kulepaskan pelukan Irga. Aku masih menatapnya tidak percaya. Dia ingin melepaskanku? Irga memang tidak pernah mencintaiku. Harusnya dia tidak membiarkanku seperti ini. Harusnya dia mencegahku kembali ke sana. Kembali di titik dimana semua ini terasa semakin menggila. Aku bangkit dan meninggalkannya, kurasa malam ini aku akan menghabiskan malam bersama anak anakku.
@@@
