Prolog

31 4 9
                                    

Kennith berusaha bangun dari kasurnya. Ia bangkit lalu menatap kaca besar di kamarnya. Kaca itu memantulkan bayangan dirinya yang kacau. Mengingatkannya pada kejadian kemarin. Ia tak paham apa yang terjadi pada hidupnya. Semua rumit. Sulit sekali dimengerti.

Mengapa jatuh cinta berdampak besar di kehidupannya? Terkadang ia bertanya-tanya, tak bisakah hidupnya berjalan sebagaimana mestinya? Mengapa hidupnya bagai teka-teki besar yang sulit terkuak?

Ia hanya ingin merasakan jatuh cinta seperti orang-orang kebanyakan. Ia ingin menikmati masa mudanya dengan bahagia. Mengapa mencintai harus sesulit ini? Salahkah ia mencintai adik tirinya sendiri?

Lantas apa yang harus ia lakukan? Jika bertahan membuatnya sakit dan pergi pun membuatnya terluka?

Satu kelebihan Kennith. Jika ia mencintai, ia akan mencintai dengan setulus hati. Satu kekurangannya. Jika ia terlanjur mencintai, ia akan sulit untuk berpaling ke lain hati.

Ia pun beranjak menuju dapur untuk membuat kopi. Kopi selalu menjadi sahabat terbaiknya. Jika dulu ia memilih rokok, alkohol dan obat-obatan untuk menenangkannya, kini Kennith lebih memilih kopi.

Perlahan Kennith menyesap kopinya. Membiarkan rasa pahit menjalar ke kerongkongannya. Tapi ada satu yang Kennith benci dari kopi. Kopi selalu memutarkan kenangan-kenangan yang tak ingin ia ingat.

Tiba-tiba ponselnya bergetar menandakan panggilan masuk. Ia mengangkatnya dengan malas. Ia benar-benar tak ingin diganggu kali ini.

"...."

"Ken, lo masih hidup kan?" Tanya seseorang di seberang.

"Lo pikir aja sendiri." Kennith sedang tak ingin berbasa-basi."

"Ken, ada berita penting buat lo. Lo harus denger baik-baik."

"...." Kennith malas menanggapi.

"Adik tiri lo kritis."

---

Holaaaa~ i'm back with a new story!

Ken & KaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang