5.

48 3 2
                                    

"K-kennith? Raven jangan bercanda deh." Ucap Mikaila gugup.

"Sumpah demi mie ayamnya Mbak Roro, Mik. Tadinya sih gue mau gendong lo. Tapi tiba-tiba si Kennith langsung gendong lo dan lari kayak orang dikejar maling,"

"Terus pas gue nyamperin lo ke uks, dia nitip bubur ke gue terus bilang suruh jagain lo. Sebenernya gue nggak boleh ngasih tau sih. Tapi masa kebaikan harus gue tutupin."

Sejak kapan Ken jadi peduli sama Kai?, batin Mikaila.

"O-oh gitu." Mikaila bingung harus merespon apa.

"Lo pasti punya hubungan kan ama dia?" Selidik Raven. "E-enggak kok."

"Apa jangan-jangan...."

"Jangan-jangan apa?" Mikaila mulai panik.

"Lo sama Ken...."

"Apaan sih, Ven. Ngomongnya jangan diputus-putus." Jantung Mikaila semakin berdebar cepat.

"Ken mantan lo?!" Tebak Raven. Mikaila melorotkan pundaknya. Ia takut hubungan ia dan Kennith terbongkar.

"Ya nggak mungkin lah, Ven. Mikaila nggak pernah pacaran." Ucapnya polos.

"Serius?" Mikaila menganggukkan kepalanya.

"Bentar lagi juga bakalan pacaran." Ramal Raven.

"Sama siapa?" Tanya Mikaila.

"Sama gue."

***

Bel pulang berbunyi. Seluruh siswa berbondong-bondong keluar dari kelas. Tak terkecuali Mikaila. Ia ingin segera bertemu dengan kasur empuk-nya.

Tiba-tiba ponselnya bergetar,

From : Mama
Kai sayang, pulangnya sama Ken ya, soalnya ibunya Pak Amir meninggal jadi harus pulang kampung.

Keringat Mikaila bercucuran deras. Ia kemudian mengetikkan balasan untuk Mamanya.

To : Mama
Innalillahi. Tapi ma, Kai takut Ken marahin Kai.

From : Mama
Enggak kok. Tadi mama udah bilang sama Ken dan Ken jawab iya.

Mikaila segera menuju parkiran untuk menemui Kennith. Dan benar saja, Kennith sudah siap di atas motornya.

"Eh puteri solo udah dateng. Buru naik!" Sentak Kennith. Mikaila bergidik ngeri. "I-iya."

Mikaila pun menaiki motor Kennith dengan hati-hati takut roknya tersingkap. Lalu memakai helm yang diberikan Kennith.

"Nih pake jaket gue. Paha jangan diumbar-umbar kaya paha ayam." Sinis Kennith. Mikaila menerima jaket denim Kennith lalu menutupkan bagian roknya. Tak lama, motor Kennith pun melaju.

"K-ken." Panggil Mikaila takut.

"Hm."

"M-makasih ya." Ucap Mikaila. "Buat?"

"Udah nganterin Kai ke uks dan ngasih bubur."

"Jangan kepedean. Gue kaya gitu biar sakit lo nggak nyusahin mama sama papa." Ucap Kennith tajam. Mikaila mengerutkan badannya takut. Kennith selalu mengucapkan kata-kata pedas saat bersamanya.

Tak lama mereka pun sampai dan turun dari motor. Saat hendak melepas helmnya, tiba-tiba helm yang dipakai Mikaila sulit terlepas.

"K-ken. Tolongin Kai. Helmnya susah dilepas." Ucapnya takut. Kennith yang hendak berjalan masuk ke dalam rumah berbalik menghampiri Mikaila.

"Jadi cewek manja banget sih. Cuma buka helm aja nggak bisa. Nyusahin aja." Meskipun sambil menggerutu, Kennith tetap mencoba melepaskan helm Mikaila.

Ternyata helm-nya memang susah dibuka. Tampak Kennith yang kesusahan. Mikaila tertawa kecil melihat Kennith.

"Nggak usah ketawa. Masuk dulu entar gua bukain." Mereka pun masuk. Kemudian Kennith melanjutkan mencopot helm Mikaila.

Tak sengaja kedua mata mereka terkadang bertemu, menciptakan kecanggungan.

Cantik--eh apaan sih gue. Inget Ken, dia yang bikin mama sama papa nggak sayang sama lo lagi!, batin Kennith.

Klek

Kaitan helm berhasil terbuka. Kennith terburu-buru menuju kamarnya.

"Makasih." Gumam Mikaila pelan. Kennith tidak akan mendengarnya sebab pria itu sudah masuk ke kamarnya.

Lain berbeda dengan Kennith, pria itu memegangi dadanya. Menetralisir degup jantung yang berpacu cepat.

"Jantung gue kenapa kaya orang abis lari marathon sih. Apa gue punya penyakit jantung?"

***

"Bangsat!" Maki Kennith sambil memukuli Raven.

"Weits santai." Raven menangkis tangan Kennith lalu mengusap ujung bibirnya yang perih.

"Gue udah bilang sama lo buat enggak bilang ke Mikaila kalo gue yang nolong dia! LO TULI?!" Amuk Kennith. Raven menyeringai.

"Kenapa lo takut banget? Kebaikan itu nggak boleh diumpetin. Lo pasti ada hubungan kan sama Mikaila?" Selidik Raven.

"Nggak usah sok baik, setan!" Umpat Kennith lalu meninggalkan Raven. Raven menggerutu.

"Kelakuan lo tuh yang mirip setan, Monyet!" Umpat Raven balik. Ia kemudian menuju kelasnya. Di kelas ia menemukan Kennith yang menatapnya tajam.

"Loh? Ujung bibir Raven kok berdarah? Habis berantem ya?" Tanya Mikaila. Kepala Raven tiba-tiba terbesit ide.

"Aduuuh. Iya nih Mik, tadi gue abis berantem sama anak Monyet." Ucap Raven sambil melirik Kennith. Lelaki yang di tatapnya itu sedang mengepalkan tangannya. Raven semakin tersenyum menang.

Emang anak monyet bisa berantem?, batin Mikaila.

"Sakit banget? Sini Mikaila obatin." Mikaila mengeluarkan kotak P3K yang selalu ia bawa di dalam tasnya.

"Makasih banget ya, Mik. Lo udah cantik, baik, idaman banget deh pokoknya." Raven semakin memanas-manasi Kennith. Tiba-tiba Kennith menggebrak mejanya lalu keluar kelas dengan wajah masam.

"Mampus lo, kutil Anoa." Gumam Raven sambil tersenyum miring, puas.

"Mikaila, gue mau tanya boleh?" Tanya Raven sambil menatap Mikaila lekat-lekat.

"Boleh, apa?"

"Lo beneran nggak punya hubungan apa-apa sama Kennith?" Tanya Raven serius. Mikaila mulai gugup.

"Udah aku bilang berapa kali kalo aku nggak ada hubungan sama Kennith sih?! Jangan tanya mulu, bosen jawabnya." Mikaila menjawab dengan berpura-pura kesal, menutupi kegugupannya. Kemudian ia sengaja mengencangkan tekanan tangannya pada luka Raven.

"Aw aw aw. Pelan-pelan dong. Sakit tau." Raven merajuk seperti anak kecil.

"Kalo Kennith bukan siapa-siapa lo, gue yang bakal jadi siapa-siapanya lo." Ucap Raven serius.

"A-apaan sih, Ven. Udah nih obatin sendiri. Mikaila mau ke kamar mandi dulu." Ucap Mikaila sambil memberikan kapas kepada Raven lalu keluar kelas.

"Sabar, Ven. Untung sayang."

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 24, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ken & KaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang