4.

70 2 0
                                    

"Berarti kalo gue suka sama lo mungkin dong? Kan kita udah kenalan."

"Y-ya nggak gitu juga sih."

"Sante aja Mik, jangan gugup gitu. Belum gue tembak udah gugup aja." Kekeh Raven.

"Tembak? Nanti Mikaila mati dong?" Tanya Mikaila polos.

Polos anet ci, jadi emesh, batin Raven.

"Nggak-nggak. Lupain aja. Lanjut makannya." Ucap Raven. Mikaila pun meneruskan makannya.

***

Mikaila meletakkan tasnya di kursi meja belajar lalu mengganti seragam sekolahnya dengan baju santai. Saat hendak mengerjakan pr-nya, tiba-tiba perutnya bergejolak mulas. Ususnya seperti di pelintir hebat. Mikaila memegangi perutnya sampai terduduk-duduk. Tak kuat menahan sakit di perutnya. Ia berusaha meminta tolong,

"M-mama. P-papa. T-tolongin K-kai." Ucapnya lirih. Namun ia tersadar jika Mama dan Papa nya belum pulang dari kantor. Ia teringat Kennith. Meski ragu, ia tetap nekat merangkak menuju kamar Kennith.

Sampai di depan pintu, dengan pelan Mikaila mengetuk pintu kamar Kennith,
"K-ken. T-tolongin K-kai." Ucapnya sambil meringis. Tak lama pintu terbuka. Menampilkan sosok dengan rambut yang berantakan.

"Ngapain sih ganggu tidur gue?!" Ucap Kennith marah.

"T-tolongin. P-perut K-kai sakit b-banget. N-nggak k-kuat K-ken." Mikaila mulai menangis. Ia tidak pernah merasakan sakit perut sehebat ini.

Tiba-tiba sepasang lengan Kennith hinggap di tubuh Mikaila. Mengangkatnya dan membawanya masuk ke kamar Kennith.

"Lo tunggu sebentar di sini. Gue mau ke apotik dulu." Ucap Kennith tergesa-gesa. Ia langsung menyambar kunci motor di nakasnya.

10 menit Mikaila menahan sakit yang luar biasa. Air matanya terus mengalir. Ia berharap Mama dan Papanya segera pulang. Tak lama, Kennith pulang.

"Sekarang lo minum obatnya." Dengan telaten Kennith membantu Mikaila meminum obatnya.

"Nggak usah cengeng. Lo cuma sakit perut biasa, bukan mau ngelahirin. Makanya kalo jajan tuh jangan sembarangan." Kai teringat, mungkin sakit perutnya diakibatkan karena mie ayam yang ia makan tadi. Sebelumnya memang Mikaila tidak pernah jajan sembarangan.

"Sekarang udah mendingan kan? Balik sono ke kamar lo." Usir Kennith. Mikaila segera beranjak dari ranjang Kennith. Ia meringis pelan karena sakit di perutnya masih terasa.

"Bisa jalan kan? Apa perlu gue beliin kursi roda?" Ucap Kennith sinis. "Nggak perlu. Makasih ya Ken udah bantuin Kai." Ucap Mikaila tulus.

"Hm."

Mikaila berjalan menuju kamarnya dengan tertatih-tatih. Kemudian ia segera menaiki ranjangnya dan merebahkan tubuhnya perlahan. Matanya menerawang ke atap kamarnya.

"Kai kangen ibu panti."

"Kai nggak kuat sama sikap Ken."

"Kapan Ken bisa baik lagi ke Kai?"

"Apa kalo Kai mati Ken bakalan seneng?"

Ken & KaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang