BAGIAN KETIGA

77 12 1
                                    

"Pak tua, Pak tua. Bangunlah."

Tirto membuka matanya. Samar-samar ia melihat sesuatu yang bersinar. Amat terang sampai-sampai buramnya sirna.

"A-ada di mana kita?"

"Sel tahanan. Mungkin sel khusus supervoid." Buto mengamati jeruji elektrik yang mengurung mereka. Berdengung layaknya lebah.

"Kita kalah, ya, Buto?" Tirto termenung.

"Maafkan aku, Pak tua. Andai waktu itu aku tidak terhasut omongan Thrill, mungkin kesempatan kita menang lebih besar. Tak kusangka dia mematai-matai pembicaraan kita di mobil."

Tirto bangkit, memandang meja-meja besar, tempat mikroskop dan alat-alat penelitian diletakkan. Tidak ada orang di sana. Kemungkinan besar para ilmuwan sedang istirahat.

"Jadi di sini mereka menyiksa para supervoid untuk diteliti?"

"Entahlah, aku tidak pernah ke sini sebelumnya. Bertahun-tahun aku bekerja sebagai pedagang gelap Thrill, menghasut orang-orang untuk membeli racun malaikat." tukas Buto. "Sialan! Saat kupersembahkan semua supervoid untuk dibedah, dia malah menjadikanku salah satunya."

"Ngomong-ngomong—"

Pintu tiba-tiba terbuka. Dua orang berja laboratorium datang sambil mengenakan masker. Entah apa yang akan mereka lakukan, tetapi yang jelas salah satunya singgah di meja penelitian.

"Sekarang, Nu!"

"Baik."

Lelaki itu menuangkan sejumlah zat kimia ke dalam wadah. Terus saja mencampur hingga asap pekat mulai merebak ke mana-mana.

Sementara itu, rekannya yang berdiri di depan jeruji segera membuka pintu sel. Tirto tak percaya akan bebas semudah ini.

"Pakai ini!" Ia menyodori dua buah masker.

"Terima kasih," ujar Tirto sembari mengenakan masker tersebut. "Siapa kalian?"

"Namaku Marwan, kepala penelitian supervoid. Kita harus keluar dari sini. Aku tahu jalan keluarnya."

Berpangku pada ucapan Marwan, kedua supervoid itu menguatkan tekad untuk kabur dari bungker mengerikan milik Thrill. Paling tidak, satu atau dua menit lagi alarm peringatan akan dibunyikan, dan para penjaga akan berbondong-bondong memburu mereka.

"Mengapa kau mau menolong kami?" Tirto merunduk, mengikuti isyarat Marwan.

"Ada hal yang ingin kuminta pada kalian." Selepas bicara, Marwan bergerak pelan melewati salah satu ruang penjaga. Dia berhasil lolos tanpa ketahuan.

"Apa itu?" Buto bertanya sembari melepas maskernya.

"Lindungi aku sampai ke pulang ke rumah. Aku harus menghancurkan serum supervoid dan mengembalikan putraku seperti sedia kala." Mata Marwan mengawasi dua penjaga bersenjata yang akan melintas. "Ke sini!" Mereka langsung bersembunyi di balik sekat koridor.

"Apa itu serum supervoid? Dan, ada apa dengan putramu? Apakah Thrill mengubahnya menjadi supervoid?" Kepala Tirto penuh tanya.

"Serum itu, Pak, adalah bentuk sempurna dari racun malaikat. Percaya atau tidak, Thrill berencana menciptakan pasukan supervoid untuk menguasai Indonesia. Dengan serum itu, ia mampu mengubah kemungkinan seseorang yang disuntik menjadi seratus persen supervoid."

JEGLEK!

Lampu dimatikan. Keadaan seketika hening. Sedetik berlalu, alarm peringatan pun berkumandang. Rupanya aksi diam-diam ini sudah ketahuan.

"Peringatan! Peringatan! Dua orang tahanan kabur dari sel. Peringatan! Peringatan! Dua orang tahanan kabur dari sel. Segera temukan mereka!"

Kaki SaktiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang