Fallen Angel

2.7K 206 5
                                    

Angela menatap sayapnya. Tangisnya terdengar pilu. Merasa sakit hati atas apa yang telah Tuhan lakukan padanya.

"Kenapa... kenapa Engkau memberiku takdir seperti ini? Tak cukupkah penderitaanku selama ini? Kenapa tak kau cabut saja nyawaku?" Terisak lirih Angela memeluk dirinya erat. Surai kelamnya terhampar indah. Merekat membentuk seluet tubuhnya.

Iris gelap itu menatap hampa pada hutan yang mengelilinginya, merasa begitu kosong. Tangannya dipenuhi darahnya, hasil percobaan bunuh diri. Namun sebanyak apapun ia menikam tubuhnya sendiri, menyayat nadinya, menusuk jantungnya, sebanyak itu pula lah dirinya akan merasakan sakit yang memeluknya erat. Ia... yang tak bisa mati.

Airmata kembali mengalir deras. Angela berteriak pilu, menangisi takdirnya. Mengutuk garis kehidupan yang diberikan Tuhan padanya. Sebenarnya untuk apa ia hidup bila sakitlah yang ia rasa? Untuk apa?

Kembali, pisau dapur itu didekatkan pada lehernya. Angela kembali membulatkan tekadnya. Ia harus mati. Ia harus merengkuh kematian, memeluk paksa malaikat maut agar mau mencabut nyawa yang tak berguna ini.

"Hidupku sia-sia, untuk apa aku hidup? Untuk apa? Hiks... apa artinya hidup bila yang kurasakan hanya sakit? Tak ada kebahagiaan, semua kosong bagiku. Lebih baik Engkau cabut nyawaku Tuhan."

Darah memuncrat, nafas Angela tercekat sesak, sebuah senyuman terukur indah dibibir pulmnya. Ahhh nikmatnya. Ia sudah bisa merasakan aroma kematian.

"Tidak... tidak.. tolong matilah, tolong matilah! Tidak!!" Angela semakin merekatkan pisau itu. Rasa nyeri  dan semburan darah yang memuncrat menjadi bukti keobsesiannya pada kematian. Namun, begitu pisau menjauhi kulitnya, maka secepat itulah dirinya sembuh.

Hingga aroma itu membuat Angela mabuk. Aroma anggur yang memikat. Bola mata hitam itu memalingkan wajahnya, menatap saga yang berpendar tajam. Sinar rembulan yang menyorot bak lampu opera membuat nafas Angela terasa sesak. Jantungnya berdebar keras ketika melihat sosok itu berjalan mendekatinya.

Tangan pucat dan dingin mengangkat dagu Angela. Memaksa gadis itu menatap sang saga.

"Ah... Malaikat Kematian rupanya" seringai itu membekukan Angela.

"A-apakah kau malaikat maut? B-bisakah kau membunuhku? Tolong ambil nyawaku!" Angela menangkupkan kedua tangannya yang berlumuran darah. Melemparkan pisau dapur yang ia pegang.

"Kenapa kau ingin mati?" Sosok itu mendekatkan wajahnya. Alis tebal dan rahang tegas itu memaksa Angela untuk memundurkan posisinya.

Gugup, Angela berkata, "Untuk apa aku hidup, bila yang kurasakan hanya kehampaan? Lebih baik mati bukan?"

"Kebahagiaan yang aku dambakan selama ini tak pernah menyapaku, berkali-kali aku memohon pada Tuhan agar aku mati, namun apa? Dia tak pernah mengabulkannya" Angela tersenyum miris. Terlalu sakit hati pada harapan semunya.

"Kita tak bisa mati" perkataan dingin itu membuat Angela tersentak.

Ia mendongak menatap sosok yang menatapnya tajam dan datar. Mengirim jutaan listrik kecil pada tubuh sang gadis, memberikan sensai baru yang aneh namun nikmat. Membuat Angela secara tak sadar candu akan sensasi baru yang ia dapatkan.

"Hingga kiamat menjemput, kita takkan bisa mati. Berapa kali pun kau mencoba, kematian takkan pernah menjemputmu."

"Jadi..." tangan dingin itu kembali membelai pipi Angela, "Selama kau ingin hidup, kujadikan hidupmu berarti, ku isi relung hatimu dengan kebahagiaan agar kau tak sengsara, tetapi setiap bulan purnama, tubuh dan darahmu menjadi milikku" tutup sosok itu dengan senyuman seringai.

"Baiklah!"

Seringai itu lenyap dari wajah tampannya, menatap sang lawan bicara. Mencoba mendalami setiap tekad hila gadis berumur tujuh belas tahun yang terlalu putus asa.

"Bila kau mampu membahagiakanku, ku berikan seluruh darah dan tubuhku untukmu, karena--" Angela berhenti sejenak, menahan sesak perih didada. Tangannya terkepal erat dan dengan penuh keberanian ia menatap sosok mempesona itu.

"Hidupku memang tak perah berguna dan istimewa, setidaknya, darahku cukup membuatmu terbantu."

Ya. Selama ini, sepanjang hidupnya, dirinya hanya menjadi sampah. Tak berguna bagi siapapun, kehidupannya penuh akan luka. Bagaimanapun, ia adalah gadis polos yanğ merindukan bagaimana rasanya dicintai dan mencicip bagaimana bahagianya mencintai. Tetapi sekarang, setidaknya, hingga sangkakala bertiup menghancurkan dunia, darahnya mampu berguna bagi sosok ini. Malaikatnya.



ARTICULATE.

How do you think?

How do you feel?

Sudah bisakah prolog ini membuat kalian penasaran.

Asli, ini jauh beda sama yang aku buat bertahun-tahun ya lalu. Wkwkwk XD

Fallen AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang