Empat: Yang Melindungimu

1.6K 282 30
                                    

"Kenapa hanya sembilan katak!?"

Arthit meringis saat punggungnya dipaksa bertemu dengan kerasnya dinding. Bukan karena apa ia kembali mendapatkan perlakuan kasar dari trio bebal dan menyebalkan itu. Demi apapun, Arthit benar-benar lupa jika katak-katak yang ia bawa sekarang jumlahnya tinggal sembilan. Apa mungkin mereka percaya jika ia katakan bahwa satu katak yang lain berubah menjadi manusia?
Arthit tidak yakin, jadinya ia bilang jika yang satu lagi hilang entah kemana sebagai alasan.

Guru In yang memang terkenal disiplin menolak mentah-mentah kelompok Arthit untuk mengikuti ujian praktek biologi. Arthit seketika dihantui rasa takut, ia harus memiliki nilai bagus agar bisa mengajukan beasiswa untuk kuliah nya nanti, jika nilai praktek biologinya saja anjlok maka bisa saja harapannya itu pupus begitu saja.

"Su-sudah kubilang, akh... yang satunya... hilang."

Memang Bright lah yang paling marah diantara kedua teman se gang nya. Walaupun Arthit sudah menurunkan harga dirinya meminta kompensasi pada Guru In, tetap saja laki-laki itu sulit menerima. Ia hanya terbiasa menjadi sempurna, termasuk dalah hal nilai praktek biologi.

Byurrr

Seember air sukses membasahi sekujur tubuh Arthit. Sore hari tentu saja sekolah sudah sepi, Arthit yang salah langkah ternyata tak bisa menyelamatkan diri dari kukungan Bright dan kawan-kawannya.

"Ambil air lagi, Ai'Prem!"

Titah Bright. Prem mengangguk dan beralih pergi menuju keran air untuk mengisi lagi ember itu.
Arthit menggigil, baju seragamnya yang berwarna putih membuat tubuhnta tercetak jelas. Padahal setelah ini ia masih harus bekerja paruh waktu.

"Sudah kubilang kataknya hilang!"
Arthit berteriak kencang. Ia sendiri tak yakin apakah dengan cara ini ia bisa sedikit saja melakukan perlawanan. Setidaknya memang harus begitu, bagaimanapun ia tetap laki-laki.

"Akh!"

Arthit menendang sela diantara dua paha Bright. Untuk sejenak memang ia terlepas, namun Knott yang stay dibelakang Bright dengan sigap mengurungnya lagi.

Plak

Pipi Arthit memanas. Sebuah tamparan keras mendarat dipipi kanannya.

Plak

Satu tamparan lagi menyusul untuk pipi kiri.

"Jangan main-main terhadapku! Ini peringatan untukmu. Lain kali kepalan tinjuku benar-benar akan kuberikan."

Bright menarik kerahnya, Arthit dalam hati berpikir sepertinya ia harus menjahit kancing lagi.
Setelah Prem menyiramnya kembali dengan seember air, mereka bertiga angkat kaki meninggalkan Arthit.

○○○


"Arthit!"

Arthit terlonjak kaget, baru saja ia menutup pintu apartement kecilnya, pulang larut malam karena jadwal kerja paruh waktunya. Ia sempat lupa jika ia tidak sendiri lagi saat ini, ada Kongpob yang menunggunya dirumah. Ditambah lelaki itu terlihat begitu senang melihatnya pulang.

"Kongpob?"

Arthit pasca penyerangan komplotan Bright ditoilet sekolah tadi sore, berusaha mati-matian menutupi keadaan menyedihkannya. Pipi merah sedikit bengkak, plus seragam sekolahnya yang basah kuyup. Arthit sedih, ia sudah lama diperlakukan seperti itu. Merutuki betapa lemahnya ia, bahkan untuk sekedar membalas sekalipun.

"Sekolah macam apa sampai pulang malam seperti ini?"

Arthit melihat Kongpob cemberut sambil melipat kedua lengannya didada, berbanding terbalik dengan ekspresi antusiasnya saat menyambutnya pulang tadi.

My Frog PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang