Duabelas: Yang Mencintaimu (2)

1.9K 255 53
                                    

Hal pertama yang Kongpob sadari ketika membuka mata adalah ranjang yang ia tempati bukanlah ranjang busa murahan yang biasa ia tempati, mendapati langit-langit diatas arah pandangnya menjulang tinggi, dipenuhi warna putih gading yang bersih. Merasakan bahwa kepalanya berdenyut sakit, memaksa lebih lanjut kesadaran yang seolah sukar dikumpulkan.
Ia merasa kenal, tempat ini terasa familiar. Enggan ia akui jika ini adalah kamarnya sendiri.
"Kau sudah sadar?"

Kenapa pula ia berhalusinasi jika suara barusan adalah milik Em. Si brengsek yang seenaknya datang dan mengacaukan hidupnya secara mendadak. Berusaha mencari sumber suara, bersusah payah ia menggerakkan sendi lehernya yang terasa kaku. Dan seperti mimpi buruk ia kembali mendapati Em disana, ditepi ranjangnya. Pakaian khas bangsa Elf yang Em kenakan membuatnya tersadar akan apa yang terjadi.

"Aku belum lama sampai disini. Kau membuatku tak habis pikir, apa kau sedang mengerjaiku atau apa. Kalau tahu begini, kenapa kita tidak pulang bersama saja?"

Pulang? Ia sudah pulang?
Nafas Kongpob memburu, sekujur tubuhnya terasa kaku luar biasa. Teringat akan sesuatu, membuat sudut mata dan hatinya mengalami kontraksi.

"Kau sudah kembali, Kongpob."

Em berbisik lemah. Ia paham jika suaranya sulit sekali untuk keluar kala air mata seolah mengalahkan segalanya. Tangannya bergerak lemah mencengkram selimut yang menutup setengah tubuhnya. Perasaan takut hinggap dan mengambil alih sistem otaknya, menyadari bahwa ia telah meninggalkan sesuatu--seseorang. Teramat cinta, katakan saja ia memang seorang pelanggar janji.

"Ar...thit."

"Tenangkan dirimu, Kongpob!"

"Dimana Arthit?"

Ia ingin berteriak, bangkit dan melayangkan beberapa pukulan diwajah Em. Mendobrak pintu ruangan ini, mencari papanya, membuat beberapa perhitungan. Menentangnya kembali, membuat sebuah kesalahan kembali. Membuat raja brengsek itu untuk keduakali membuangnya kesana. Apapun, ia hanya butuh--

"Arthit... Arthit... Arthit..."

Ini diluar nalarnya. Terbangun tanpa Arthit disisinya, dan ia apa yang terjadi jelas tahu dibawah sana. Air mata berlomba membasahi pipinya. Rasa takut serta gelenyar perih menghantam dadanya sedemikian kuat. Takut--terlebih ketika semua saraf tubuhnya seolah enggan diajak kompromi.

Bagaimana Arthit?

"Tenanglah--"

"Aku ingin pulang!" Hanya mulutnya saja yang mengikuti perintah otaknya. Sekujur tubuhnya kaku, mengerti bahwa ini adalah salah satu resiko. "Arthit---aku ingin pulang."

Kongpob menatap langit-langit tinggi kamarnya. Putih dan kelabu--pandangannya memudar karena genangan air disana terus menerus memberontak keluar. Ia tak peduli jika Em kini menggenggam tangannya erat, ia juga memilih abai ketika sahabatnya itu tanpa henti menggumamkan kata maaf.
Semua sudah terjadi dan ia hanya bajingan yang tak tahu harus berbuat apa.

"Ar...thit."

"...pob."

"Kongpob!"

Suara Em sayup terdengar. Kepalanya terasa seringan kapas, sensasi dingin menguar dari dahi hingga pelipisnya. Selanjutnya Kongpob melihat bayangan Arthit diantara warna putih.

○○○

Arthit kira dia adalah korban pemerkosaan.

Terbangun dengan keadaan telanjang, serta sekujur tubuhnya dipenuhi ruam merah serta area pinggulnya yang kaku serta nyeri. Entahlah, tubuhnya terasa aneh--samar ia rasakan seperti ada berbagai sentuham disana yang masih tertinggal. Aroma asing yang menenangkan--tapi siapa?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 19, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Frog PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang