Warning! Mature Content.
Mohon bijak dalam membaca.
Arthit paham jika debaran yang belakangan ini ia rasakan memanglah sebuah pertanda. Awalnya ia yang memang menganggap remeh, mungkin saja ia hanya terbawa suasana. Dulu ia enggan mengakui bahwa perasaannya pada Kongpob akan berubah sejauh ini. Puncaknya adalah ketika malam pesta dansa yang lalu, Kongpob hadir dan merubah segalanya. Menyelamatkan hari terburuknya, menjadi hari paling indah selama 18 tahun ia hidup.
Mengabaikan beberapa tumpuk buku panduan mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Hatinya masih saja berada pada ritme yang setingkat lebih tinggi dari kata normal. Ia jatuh cinta, mungkin. Atau ia hanya enggan Kongpob tinggalkan seperti yang Em katakan tempo hari. Yang ua tahu, gelisah dan sensasi menggelitik seolah bercampur mencari siapa yang lebih dominan.
"Aku pulang."
Suara pintu yang terbuka memaksa Arthit kembali pada dunianya. Tanpa perlu melihat ia tentu tahu siapa yang datang. Segera ia tinggalkan segala aktivitasnya, bergegas menghampiri sosok yang lagi-lagi memicu tempo jantungnya meningkat.
"Kongpob!"
Oh. Arthit tak tahu mengapa ia se-bersyukur ini masih bisa melihat Kongpob. Tak bisa ia pungkiri jika, sering kali perasaan takut mampir menjajah hati dan pikirannya, membayangkan apa yang Em katakan akan terjadi.
Kongpob hanya tersenyum. Selanjutnya Arthit dibawa pada suatu tempat yang baru ia sadari adalah yang paling nyaman yang pernah ia rasakan. Pipinya bertemu dengan dada bidang Kongpob, samar ia bisa rasakan irama jantung Kongpob yang senada dengan miliknya.
"Kau lapar?"
Kongpob enggan menjawab dan memberi respon hanya dengan gelengan kepala. Yang Arthit rasakan hanyalah Kongpob seolah tak mau jarak sesenti pun memisahkan tubuh keduanya.
"Aku memasak daging dan sosis."
Bujuk Arthit sekali lagi. Ia sebenarnya butuh tahu tentang apa yang Kongpob pikirkan. Setidaknya jika diberi kudapan lezat, Kongpob akan lebih mudah dirayu untuk jujur. Kalau sudah begini ia mulai dilanda bingung"Apa yang kau rasakan ketika aku pergi tadi?"
Kongpob akhirnya buka suara. Ia mengerti jika untuk detik-detik pertama Arthit belum mau menjawab pertanyaannya. Sedikit banyak ia paham jika Arthit bingung.
"Hm...sepi?"
Arthit berusaha jujur. Rasanya aneh ketika rasa sepi yang biasa ia rasakan dulu sebelum Kongpob hadir, malah berubah menjadi lebih menakutkan. Padahal seharusnya ia sudah biasa, bertahun-tahun menjalani hidup seorang diri tentu membuatnya mudah berdamai dengan kesepian. Tapi tidak setelah Kongpob datang mengejutkan dunianya.
"Kalau begitu, kau harus mulai terbiasa."
Balasan Kongpob sukses membuat Arthit tersentak. Dengan kasar ia melepas kontak fisik yang Kongpob lakukan.
"Apa maksudmu? Kau sudah berjanji tak akan kemana-mana,'kan?"
Nada bicara Arthit naik satu oktaf. Ia sendiri juga bingung kenapa emosinya menjadi terombang-ambing begini. Sedikit saja hal-hal sensitif yang mengusik hatinya, dengan cepat pula emosinya tersulut.
"Hei, jangan berteri-"
"Apa? Apa yang mau kau katakan? Kau menyuruhku terbiasa tanpa dirimu? Dulu iya! Tapi sekarang tidak. Jika kau pergi maka aku benar-benar akan membenci seekor katak!"
Arthit lagi-lagi tak mengerti mengapa ia begini. Rasanya ia berubah menjadi bajingan posesif yang seenaknya mengatur kehidupan orang lain.
"Maksudku, kau harus terbiasa kutinggal sendiri. Misalnya ketika aku bekerja."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Frog Prince
FanficKongpob dikutuk oleh ayahnya menjadi Katak. Dibuang ke dunia manusia untuk mencari calon pendamping sekaligus mematahkan kutukan menyebalkan yang harus ia alami. Arthit yang sehari-hari menjadi objek bully teman-temannya disekolah terkejut bukan mai...