#bagian 4

4.3K 205 3
                                    


Happy reading guys.

Hari-hari berikutnya setelah Richi pergi aku kembali menjalankan aktivitas ku seperti biasa.semester ini adalah tahapan akhir aku resmi menjadi seorang perawat dengan berkuliah selama 3 tahun, atau D3. Setelah itu barulah magang ke puskesmas atau rumah sakit yang membutuhkan.

Menjadi perawat bukan lah hal yang mudah, mulai dari tes awal, tugas kuliah, praktek, dan  tes-tes lain nya yang lebih menantang.

Pagi ini ibu mengajak ku ke Bataliyon untuk mengunjungi ibu-ibu persit disana. Aku tau alasan ibu membawa ku ke sana, karna ibu tau aku masih sedih dengan kematian Richi.

Yang sangat aku sukai dari ibu-ibu persit adalah karena mereka sangat kompak, seperti keluarga sendiri. Dari dulu cita-cita ku bukan hanya menjadi perawat saja, tapi menjadi tentara wanita atau di sebut kowad. Namun ayah tak mangizinkan ku. Tapi aku tidak putus harapan, meskipun tidak bisa menjadi kowad namun bisa saja aku menjadi istri prajurit dan bergabung menjadi ibu persit. Ahh membayangkan nya saja aku sangat bahagia.

Hari rabu ini jadwal para ibu persit untuk bermain volly. Selain itu para Anggota TNI pun sudah siap dengan perlengkapan korve nya. Banyak para prajurit yang masih muda. Dan tentu nya sangat tampan.

Aku melihat ayah di sana, ayah tersenyum ke arah ku dan aku melambaikan tangan.

"Bu, aku ke ayah dan kak Dion ya!" aku meninggalkan ibu beserta para ibu persit lain nya dan pergi ke tempat ayah berada.

Ayah ku datang untuk memantau keadaan Bataliyon. Kak Dion dan kak Yoga mengikuti acara korve bersama, setelah itu beristirahat.

Aku dan ibu berniat mengunjungi rumah dinas kak Dion. Sama seperti hari-hari kemarin, rumah kak Dion nampak bersih dan rapi, serta terawat.

"Yon coba saja kamu memiliki istri, pasti rumah kamu rame dan ada yang ngurusin!" ibu sedikit memberikan kode dan kak Dion hanya tertawa.

"Tau nih kak, kalo mau aku kenalin aja bu sama Anisa kawan ku. Dia itu muslimah banget, gak akan nyesel deh nikah sama dia!" kata ku antusias.

"Kamu ini Dit, memang nya Anisa barang yang bisa kamu promosikan!"kak Dion mengelak dan aku mendengus.

"Iya ya, kenapa gak kita deketin saja sama kakak kamu itu Dit!"kata ibu tak kalah semangat. Kak Dion menepuk jidat nya pertanda pasrah.

"Besok siang aku bawa Anisa ke rumah bu, nanti kak Dion juga ke rumah ibu!" kata ku sangat semangat.

"Ehh kamu ada-ada saja, kalo Anisa nya mau sih kakak gak papa tapi kalo gak mau kan kakak yang malu dek!" aku tertawa kak Dion menggaruk kepala nya yang kurasa tidak gatal.

"Enggak lah, Anisa itu pasti mau. Dia kan Anak yang muslimah jadi kakak langsung saja mengkhitbah Anisa. Dosa kak kata nya kalo pacaran dulu!"

"Kamu ini Dit paling bisa buat makcomblangin orang, nanti kamu kakak deketin sama Prayoga nih!" kak Dion menjitak kepala ku.

"Ish kakak apaan sih, aku masih kecil. Dan harus menyiapkan tugas magang ku selama setahun! Mendingan kakak aja sana nikah duluan" aku menjalarkan lidah ku.

"Iyaa deh kakak pasrah!"

Semua nya tertawa, uhh rasa nya sudah tak sabar ingin mempertemukan Anisa dan kak Dion.

Besok pagi aku ada kelas, jadi di siang hari aku bisa ke rumah serta membawa Anisa. Ini mungkin hal gila, tapi tidak untuk diri ku dan ibu.

Sudah lama kami menginginkan kak Dion untuk memiliki istri, namun apa daya karena kak Dion sangat sibuk dengan tugas Negara nya. Bukan karena dia tidak laku, tetapi tugas nya lah yang membuat nya tidak memikirkan perempuan.

The Big Love To CaptainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang