DUA

8.8K 1K 64
                                    

Ssttt... hayo mana nih yang belum sentuh tanda bintang sama ngasih komentar di bab sebelumnya? Saya nunggu loh ini kesediaannya buat memberikan sedikit apresiasi buat coretan saya.

Kalau kalian nggak mau nunjukkin apresiasi kalian, saya nggak tau apakah tulisan saya ini ada suka. Saya kan perlu juga sedikit bantuan dari kalian untuk membangun mood saya dalam menulis dengan membaca komentar dari teman semua. Ini bukan maksa loh ya, saya cuma pengen teman2 yg mampir di lapak saya bisa memberikan sedikit apresiasinya.

Udah ya, segitu aja himbauan dari saya. Selamat membaca dan sampai bertemu di bab yang selanjutnya (kalau banyak yg komen, saya sediain waktu buat nulis bab tiga, dan kalau nggak, yg sabar aja nunggunya, lg konsen nyelesain cerita Rendra dulu). Bye... Bye... teman2 semuanya.

🍃🍃🍃

                                         

Namanya Asya Khalisa, yatim piatu dan hidup sebatang kara tanpa sanak saudara yang mau mengakui. Terlahir dari orang tua yang menikah tanpa restu, jadilah Asya sebagai anak yang tak diakui dari pihak ayah juga ibunya.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Asya bekerja paruh waktu sebagai tukang bersih-bersih di salah satu perusahaan yang katanya banyak diminati orang untuk mencari pekerjaan di sana. Dan untuk masalah biaya kuliah, beruntunglah Asya memiliki kecerdasan di atas rata-rata hingga mendapatkan beasiswa penuh dari tempatnya mengenyam pendidikan.

Yang membuat Asya harus selalu menundukkan kepala saat berpapasan dengan sesama mahasiswa yaitu seringnya ia dibuli dan julukkan 'bunga lili yang terbuang' menjadi hal yang paling tak ingin di dengar olehnya. Bukan salahnya yang terlahir dari pasangan yang tak direstui, juga ia tidak memiliki kuasa untuk memilih sendiri orang tua yang diinginkan.

Bukan hanya tubuh gendut dan gaya berpakaiannya yang kampungan yang sering menjadi bahan olokkan, tapi juga statusnya yang masih jomblo dan tak ada seorangpun pria yang tertarik padanya dijadikan bahan guyonan.

"Setelah selesai kuliah nanti, kamu mau kerja dimana, Asya?"

Pertanyaan yang diajukan oleh sosok kebapakan di depannya itu mengembalikan Asya dari lamunan. Dengan kepala tertunduk iapun menjawab, "Belum tau, pak."

"Kok belum tahu? Bukannya dengan nilai kamu yang di atas rata-rata itu, kamu bisa mendapat pekerjaan dimana pun yang kamu inginkan?"

"Masalahnya pak, di beberapa perusahaan yang pernah saya datangi, semua pegawai perempuannya memiliki penampilan fisik yang hampir sempurna. Sedangkan saya, bapak taulah bagaimana penampilan saya?"

                                             
Ahmad yang menjadi lawan bicarapun memberikan seulas senyum maklum. Mahasiswi bertubuh sehat yang kepintarannya selalu mampu membuat Ahmad berdecak kagum itu diketahuinya sebagai satu-satunya orang yang sering menjadi bahan olokkan sesama mahasiswa lainnya. Sebagai tenaga pengajar sekaligus pemilik kampus, ingin rasanya Ahmad memberikan sanksi tegas kepada mahasiswa yang tindakkannya sering keterlaluan itu. Akan tetapi, jika Ahmad mengambil tindakkan itu, takutnya mahasiswa yang tak terima menganggap ia pilih kasih dan akan semakin menganiaya mahasiswi kebanggaannya ini.

"Kalau saya jadikan kamu sebagai salah satu pengajar di sini, mau nggak?" Ahmad mencetuskan ide yang menurutnya brilian.

Kepala Asya terangkat dan menatap dosennya di balik kaca matanya yang tebal. "Bapak nggak serius, kan?"

Ahmad menggeleng mantap. "Saya justru sangat serius. Siapa tahu dengan menjadi pengajar di sini, kamu bisa membalas perlakuan tak adil mereka sama kamu."

Mencari Arti Bahagia [TTS #4 |SELESAI | Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang