Bagian 2 - Hanya Kita

252 21 1
                                    

Nandini Pov:

     Aku bingung kenapa tiba-tiba Kunal menarik tanganku saat Shani menarik tangannya keluar dari kantor. Aku rasa ini seperti kereta api saja.

Kami bertiga masuk ke dalam mobil. Yah, sebenarnya ini konyol. Karena kekonyolan ini juga yang membuatku canggung. Ya Dewa, bagaimana ini? Aku tahu Shani yang memaksa mengajak Kunal untuk berbelanja, tapi kenapa harus ada aku juga di sini?

Entah mengapa aku merenungi sesuatu ada yang kurang di tanganku.

Ah, Ya Dewa! Aku lupa USD kesayanganku, yang sekarang ini masih ada di atas meja. Aku ingin turun untuk mengambil USD itu sekarang.

“Tuan, aku ingin turun.”

“Tidak.” Kunal menoleh kebelakang, melihatku panik hanya karena USD kesayanganku. “Memangnya kenapa?”

“A-aku—” Belum sempat menjelaskan, Kunal sudah menyalakan mesin mobilnya. Dan saat ini dialah yang mengendarai mobil ini ke mall.

Oke, aku pasrah. Tapi aku khawatir juga, karena takut USD itu tiba-tiba saja menghilang entah ke mana.

_____

     Di perjalanan, masih di dalam mobil, aku tersenyum melihat mereka yang duduk berdua di depan sedang bercanda dengan amat romantis. Hahaha, Kunal munafik. Katanya dia enggan mengajak Shani berbelanja, tahu-tahunya dia juga yang ikut bercanda seperti orang pacaran. Haha, dasar munafik.

Tiba-tiba saja menoleh ke belakang, tersenyum melihatku.

Senyuman Kunal ... lumayan manis.

“Nandini, kau mau kubelikan apa?” Kunal bertanya.

“Tidak ada, Tuan,” jawabku.

Tiba-tiba Shani cemburu. “Tuh, kan, Nandini yang kau tawari, sementara aku tidak! Orang macam apa kau ini?!”

Shani marah. Aku langsung terdiam.

“Nandini pegawaiku juga, begitu pun denganmu, Shani. Aku juga melayani pegawaiku, karena aku boss-nya di sini. Kau tidak bisa bersikap  perhitungan antara aku dan Nandini. Lagipula kau bukanlah kekasihku, begitu pun denganmu. Kita bukan kekasih.” Kunal menjelaskan hal itu yang membuat Shani diam. Aku marah padanya karena membuat wanita tua itu terdiam.

“Puan, Tuan, aku minta maaf.” Tiba-tiba aku melirih seperti itu karena merasa bersalah akan hal itu, dan ingin bersikap lebih sopan lagi pada mereka berdua.

“Tidak masalah, Nandini. Shani memang seperti itu. Jadi, kau juga harus mempelajari sikapnya. Dan, sikap itu harus kau tunjukkan padaku.” Wajahnya tampak serius, tapi bicaranya seperti nada mengejek.

“Heh?” Aku menaiki sebelah alis.

Ah, sial! Dalam hatiku.

_____

Kunal Pov:

      Sikap Shani memang benar-benar keterlaluan. Apa salahnya jika aku menawari sesuatu padanya? Tah, dia pegawaiku. Ini alasannya aku tidak suka perempuan seperti Shani; perhitungan.

Aku melihat wanita tua itu terdiam saat Shani bercakap seperti itu. Aku langsung emosi.

“Nandini pegawaiku juga, begitu pun denganmu, Shani. Aku juga melayani pegawaiku, karena aku boss-nya di sini. Kau tidak bisa bersikap  perhitungan antara aku dan Nandini. Lagipula kau bukanlah kekasihku, begitu pun denganmu. Kita bukan kekasih.” Aku harus menjelaskan hal itu, dan Shani langsung diam. Aku marah padanya, karena dia menyakiti dan membuat wanita tua itu terdiam

“Puan, Tuan, aku minta maaf,” lirihnya. Dia merasa bersalah akan hal itu, dan nadanya terdengar lebih sopan dari biasanya.

“Tidak masalah, Nandini. Shani memang seperti itu. Jadi, kau juga harus mempelajari sikapnya. Dan, sikap itu harus kau tunjukkan padaku.” Aku menggodanya dengan nada serius. Aku suka dia.

“Heh?” Dia menaiki sebelah alis.

_____

       Akhirnya kami sampai di mall. Aku memarkirkan mobil tak jauh dari mall, kemudian kami turun dari mobil. Saat hendak berjalan memasuki mall, Nandini mengurungkan niat ikut dengan kami bertiga.

“Tidak. Biar kau saja dengan Shani yang pergi. Aku akan menunggu di parkiran,” tolak Nandini yang terdengar menyakitkan.

“Sudahlah, ikuti saja kami.” Aku memaksa menarik tangannya tanpa peduli ekspresi Shani yang kini di sampingku.

“Ta-tapi—”

“Jangan bilang, “biar kau saja”, tapi yang aku inginkan adalah “biar hanya kita saja”. Kau paham?” Aku terus menariknya tanpa disadari aku meninggalkan Shani sendiri di sana.

Aku harap kau mengerti apa yang kumaksud, Nandini.

______

Unconditional LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang