Bagian 5.1 - Maan.

189 16 0
                                    

Nandini Pov:

     Jantungku kali ini berdegub sangat kencang saat menatap matanya yang amat dekat. Pandangannya yang amat sayu, seperti pandangan orang yang mencintai. Kunal, kumohon jangan membuatku seperti ini. Kau membuatku benar-benar masuk ke dalam jurang dilema.

“Maafkan aku, Nandini.” Pria itu langsung terbangun dan membantuku untuk berdiri.

“Terima kasih,” balasku.

“Ayo, kuantar kau pulang.” Dia berusaha untuk memegang tanganku, tapi aku berusaha menepisnya. Ah, dia terus memaksa untuk memegang tanganku. “Ayolah, Nandini. Aku bukan hantu. Aku ingin berbicara sesuatu padamu.”

Aku terdiam. Akhirnya, terpaksa kuturuti kemauannya.

______

    Aku dan dia sekarang berada di rumah. Aku datang menghampirinya sambil membawa handuk untuknya, lalu kuberi handuk itu tanpa memandangnya.

“Duduklah, Nandini.”

Aku duduk di sampingnya, tanpa memandangnya. Kedua tanganku meremas rok saree karena ketakutan hal itu akan terjadi; menikah dengan Tuan Muda Si Kunal.

Perlahan-lahan dia menyelimutiku dengan handuk. Sebuah handuk kita berdua yang memakainya. Ya Dewa, aku malu sekali! Lagi-lagi dia menatapku! Aku malu!

“Aku ingin handuk ini menyelimuti kita berdua, Nandini, karena kita berdua kehujanan tadi,” kata Kunal.

“Terima kasih. Sekarang, apa tujuanmu kemari?” Aku bertanya tanpa memandangnya, menundukkan kepala.

“Kenapa kau tiba-tiba takut saat bertemu denganku tadi?” tanyanya.

Aku terdiam. Apa harus kujelaskan semua kejadian tadi padanya?

Aku mengingat kejadian tadi di mana saat itu jemariku mengambil sedikit sindoor, memejamkan mata, dan perlahan-lahan mulai mengusapkan ke atas kening.

Aku kembali membuka mata saat hendak mengusap sindoor itu di atas kening. Memandang bayanganku di cermin. Perlahan-lahan bayangan itu berubah seketika menjadi aku dan Kunal berdiri di hadapan cermin itu dengan memakai pakaian ala pengantin.

“Nandini Kunal Prakash Singh, sekarang kau adalah istriku. Aku mencintaimu.”

Napasku semakin terengah-engah saat Kunal mulai mengusapkan sindoor tepat di atas kening. Aku melihat bayanganku dan Kunal bertatapan dan tersenyum di cermin. Aku melihat bayangannya memegang pipi bayanganku. Kepala kedua bayangan itu semakin mendekat dan berakhir pada ciuman bibir.

Aku panik. Takut.

“KYAAAAAA ...!!!” Aku menjauh dari cermin itu dan membuka pintu kamar menuju ke ruang tamu. Sesampai di ruang tamu, aku membuka pintu. Terkejutnya lagi, saat dibuka, Kunal sudah berdiri di depan pintu yang membuatku semakin panik.

“Nandini?”

“KYAAAAAA ...!!!”

Tidak! Aku menggelengkan kepala. Bagaimana pun juga, aku tidak ingin memberitahukan hal itu padanya. Karena dia pasti senang jika aku memberitahu mengenai hal itu padanya. Ah, pokoknya dia tak boleh tahu!

Unconditional LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang