B2

48 24 11
                                    

Sudah seminggu sejak kejadian itu. Ada banyak hal yang membuat pikiran Lili bergejolak, salah satunya adalah perkataan Arell yang terbukti benar.

"Udah, lupain aja Li toh nanti dia juga bertingkah seolah olah gak ada apa apa."

Dan yap, itu memang terjadi. Mungkin saat pulang sekolah Aksel menawarkan untuk pulang bersama walau tidak benar benar bersama. Tapi setelah itu, Aksel kembali bertingkah seolah olah tidak ada hal yang terjadi di antara mereka.

Mungkin sebagian menganggap hal yang di lakukan Aksel adalah hal yang lazim, namun tidak bagi Lili. Ia masih ingat bagaimana detak jantung nya yang berdebar sangat kuat, seperti saat ia melihat kecoa terbang. Bagaimana cara Aksel merebut milktea nya dan meminumnya. Hal hal itu yang membuat Lili kepikiran.

"Woi!" seru Fani menepuk bahu Lili keras.

"Sakit tai, lo makannya dikit tapi kuatnya kaya kuli ya," kesal Lili sembari mengelus bahunya lembut, mengurangi denyutan.

Fani menunjukan tatapan ngango andalannya pada Lili. "Hehehe, sorry say. Btw gue mau cerita nih sama lo."

"Yeu si kampret, cerita cerita aja lah gak usah izin," ujar Lili masih tetap mengelus bahunya. Disaat Fani ingin membuka suara, satu penggilan meneriakan namanya membuat Fani menoleh.

"Eh,Ran? Kenapa?"

"Kantin yuk? Li, ikut gak?" tawar Rani. Semenjak cek cok diantara mereka,masing masing pihak berusaha membenahi diri. Salah satu nya adalah ini. Tak perlu disebut apa masalah nya karna tak semua hal bisa di ungkapkan.

"Gak deh, tapi gue nitip ya?" pinta Lili sembari mengeluarkan selembar uang lima ribu.

Setelah Rani dan Fani menghilang dari kelas, Aksel tiba tiba duduk di depan Lili. Memutar bangku dan menghadap Lili. Lili benci hal ini. Ia benci disaat harus berhadapan dengan Aksel apalagi setelah kejadian yang Lili anggap berguna itu seketika menjadi hal yang tidak penting bagi Aksel.

Aksel mulai menatap Lili dari ujung kepala hingga setengah badan Lili karna setengahnya lagi tertutupi oleh meja.

Lili risih, tapi tidak bisa menghilangkan rasa bahagianya. Ia tau, pasti sekarang pipinya bersemu. Lima menit tanpa suara, tidak ada pergerakan dari kedua pihak ditambah lagi kelas yang kosong karna semua memilih untuk makan terkecuali dua orang ini.

"Ehem," terdengar suara deheman dari pintu kelas,dan saat Lili menoleh sudah ada Deya dan Keikei disana,menatap mereka dengan tatapan intimidasi. Argh, Lili benci tatapan itu.

"Ngapain lo berdua di kelas? Nih susu lo, dari Fani." ujar Deya sengaja menekan kata susu sembari memandang lekat Aksel.

"Ngapain lo disini?"

"Lah ceritanya gue diusir nih? Apa salah nya sih?" Aksel bertanya dengan nada kesal tapi di balas tatapan tajam dari Deya.

"Iya iya gue keluar." Sebelum benar benar keluar, Aksel mengacak poni Lili sembari tersenyum.

"APAAN PEGANG PEGANG! GILA LO YA!!" teriak Deya spontan membuat Keikei terkejut. Sedangkan Lili? jangan tanya bagaimana keadaan jantung nya sekarang.

Setelah benar benar keluar dari kelas, Aksel melangkahkan kaki nya ringan dan tentu saja dihiasi senyum lebar. Entahlah, ia merasa 'mengganggu' Lili adalah hobi barunya. Ada sepintas rasa bahagia yang timbul dalam hatinya jika mengganggu perempuan itu. Masih ada 15 menit sebelum istirahat berakhir. Tak susah baginya mencari meja tempat teman-temannya berada.

UntoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang