sembilan: elsa, si buta dari planet bekasi

212 49 4
                                    

Ketika kembali ke tempat kencan Rere dan Asep, mereka berdua sudah menunggu di parkiran motor dengan wajah khawatir. Apalagi Rere yang berjalan mondar-mandir sembari mengotak-atik layar ponselnya. Ketika mereka berdua melihat Elsa dan Irza yang baru memarkirkan motor mereka, Rere langsung berteriak.

"Elsaaa! Lo kemana aja sih? Gue takut lo diculik tahu nggak! Mana ditelepon nggak ngangkat." Rere menyilangkan tangannya di dada. "Lo nggak kenapa-kenapa kan?"

"Emang muka saya keliatan kayak penculik gitu?" tanya Irza polos.

"Duh HP gue abis batre, Re. Maaf maaf. Tapi kata Irza tadi si Asep nggak ngabarin," kata Elsa.

"Ternyata paket saya abis, El." Irza terkekeh.

Rere menghela napas. "Ya udah nggak apa-apa."

"Ya udah mending sekarang kita pulang, yuk biar Rere aku anterin," tawar Asep.

"Loh Re, bukannya kita mau pulang naik taksi on—"

Rere tertawa canggung. "Eh iya tadinya gitu, tapi jadinya gue pulang sama Asep, El. Nggak apa-apa kan?"

Elsa menggerutu dalam hati membayangkan harus pulang sendirian ke kosan. Namun, ia juga senang melihat Rere senang, dan ia tidak mau merusak kebahagiaan sahabatnya itu.

"Ya udah. Hati-hati bawa motornya ya Sep," pesan Elsa.

Setelah berpamitan dan segala ke-riweuh-annya, Rere dan Asep berlalu pergi. Elsa merogoh tasnya dan mengambil ponselnya, baru ingat kalau ponselnya habis baterai dan ponsel Irza tidak ada paketnya. Ia menepuk jidatnya keras-keras.

"Kamu teh buta atau gimana sih? Kan ada saya," kata Irza sambil memutar-mutar kunci motornya.

"Hah kan kamu nggak punya kuota?"

"Ya ada saya ai kamu, ya saya anterin lah."

"Loh, rumah kamu di Bandung kan? Nanti kamu bolak-balik kalo anterin aku." Walaupun dalam hati ia berharap cowok berkacamata minus ini mau mengantarnya pulang. Ia tidak tahu bagaimana cara memesan ojek online tanpa ponsel.

"Iya rumah saya di Antapani. Gampanglah, pake motor ini, cepet. Buruan naik." Ia memberikan helmnya pada Elsa. Gadis itupun menerima helmnya dan naik ke boncengan Irza.

"Aku bingung deh," tanya Elsa di tengah perjalanan.

"Bingung kenapa?" jawab Irza setengah berteriak karena harus berlomba-lomba dengan deru angin.

"Kalo kamu punya motor kenapa kamu naik damri?"

"Setiap hari Rabu motor saya dipake sama abang saya, jadi saya harus pake damri."

"Oalah."

"Kenapa emangnya? Mungkin emang udah takdir kita ketemu di damri, El. Kali aja kita jodoh." Irza terkekeh.

Wajah Elsa bersemu merah dan dipukulnya punggung Irza keras-keras.

***

HappenstanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang