"Terimakasih" Aku hanya bisa mengucapkan kata itu saat Elen bangkit dan pergi, sekejab pungungnya tenggelam di telan tembok. Aku menyeka pipiku, mendongak menatap langit "Elen? Siapa Dia kenapa seakan Dia mengerti seluk belukku?" Aku membuang nafas dengan gusar dan segera pulang. Sekali lagi Aku absen. Ibu, Ayah maafkan Aku!
***
"Zi.. Kamu gak papakan?"
Sepulang kuliah Naya langsung meluncur kerumahku, setelah mendengar gosip terhangat pagi ini. Aku juga dengar dari Naya kalau trio iblis itu telah di beri hukuman dari rektor secara langsung. Sukurin. Setidaknya itu impas.
"Hehe Aku gak papa Nay, nyantai kali" Namun mata Naya masih menyelidik seluruh angota tubuhku. Seakan tak percaya, matanya terhenti saat tiba di tangan kananku.
"Ini?"
"Cuma kena sambal panas ko"
"Hah? Cuma!!" Aku memutar bola mataku. Naya kembali lagi dengan sifat lebanya. "Udahlah Nay aku gak papa Nay" timpalku. Aku bangkit mengambil setoples kue kering dan jus jeruk dari lemari es.
"Ajib" tanpa aba-aba Naya langsung meminumnya "nyatanya nyegerin Zi"
Aku pertawa mendengar peenyataan Naya. lagi, Naya mulai menggosip dari A-Z. Dia memang tau segala hal di kampus selalu up date, tapi terkadang aku ada untungnya juga memiliki sabat seperti Naya.
"Eh mahasiawa pindahan? sejak kapan Nay?" pertanyaan lolos dari bibirku mendengar Naya membahas mahasiawa pindahan dari UNAIR.
"Sudah sebulan ini, duh Zi gantengnya itu lho gak ketulungan" Naya behenti sejenak, mengunya roti kering yang ada di tangannya "sayangnya aku tak tau namanya! Tapi dia punya ciri khas Zi, selalu mengalungkan jaket dipundaknya" jelas Naya.
Eh? Seperti sosok yang menolongku tadi pagi, tapi mungkinkah itu Elen?
"Eh Na-" belum selesai ngomong Naya udah buru-buru motong
"Zi maaf Aku harus pulang, nyokap baru pulang dari Singapur! Sorry ya" Naya memelukku dan meninggalkanku. Aku tersenyum tak lupa mengucapkan "hati-hati Nay" dia hanya mengacungkan jempol dan segera menghilang dari pagar rumah bersama dengan mobil sedannya.
Aku kembali lagi dengan dunia sepiku, andai waktu itu aku bisa menyelamatkan orang tuaku dan adikku. Rumah ini mungkin ramai!. Sudahlah sebaiknya aku kembali pada aktivitasku yang membosankan.
***
Aku melirik lengan kiriku. Pukul 05.40, ku lanjutkan lari pagi mengelilingi komplek F. Sebenarnya rumahku di komplek D tapi ini kebiasaanku lari pagi hingga ke komplek G. Pehatianku teralaihkan, kesebuah gerobak biru di mulut gang G. Bang Ucup, si penjual bubur ayam favoritku yang seminggu ini tak pernah nampak olehku.
"Habis pulang kampung" jawab Bang Ucup sambil menyodorkan semangkuk bubur ayam pada seorang Cowok yang menanyainya.
"Bang dua bungkus ya" dengan gesit Bang Ucup mengacungkan jembol "siap neng" sautnya. Aku duduk di salah satu kursi plastik yang di sediakan Bang Ucup. Aku masih ingat betul, dulu bubur inilah favorit Faza adik kecilku, dia selalu merengek minta di belikan bubur Bang Ucup saat tak selera dengan lauk di rumah.
"Ini neng buburnya" aku menyodorkan selembaran uang sepuluh ribu dan mengucap terimakasih.
***
"Bagaimana keadaan disana?"
"......"
"Baik, satu jam lagi aku kesana paman"
Telefon ku putus. Segerah menuju lantai dua, kamarku. Berbenah dan bersiap menuju perusahaan. Satu-satunya warisan Ibu dan Ayahku yang ku pertahankan dan perjuangkan, itulah alasanku kuliah Ekonomi dan Bisnis. Ayahku memiliki tangan kiri yang cukup bisa di andalkan. Paman Angga, beliaulah yang selama ini mengurus perusahaan, sementara aku kuliah dan mencari informasi tentang adikku. Faza. Ya, dalam kecelakaan maut itu hanya jenaza Faza yang tidak di temukan di dasar jurang. Banyak sekali asumsi yang mengatakan bahwa adikku sudah tiada kemungkinan di terkam hewan buas. Tapi hatiku berkata lain, aku yakin tidak ada hewan buas dalam jurang itu! Itu jurang dekat dengan kotaku, dan aku juga yakin kecelakaan setahun yang lalu itu bukan tidak sengaja. Ada dalang di balik semua. Di tambah lagi aku sering bermimpi Ibu dan Ayah mengatakan aku harus lekas menemukan adikku. Ini berat sebenarnya.
Setelah semua dirasa siap aku segera menginjak pedal gas mobilku dan meluncur menuju perusahaan. 15 menit aku sampai. Di mulut pintu dua orang berbaju hitam menyambutku dengan menunduk aku hanya membalasnya dengan senyuman kecil dan lekas masuk menuju lif. Kutekan tombol angkan 25. Tempat paman Angga berada.
"Bagimana kabarmu nak?" sambut paman Angga, beliau sudah seperti orang tuaku sendiri. Beliau merupakan sepupu sekaligus sahabat karib ayah, sebenarnya paman Angga juga mempunyai perusahaan sendiri, tapi semenjak Ayah meninggal beliau memutuskan membatuku mengurus perusahaan ini dan perusahanya di kelolah oleh anak tunggalnya. "Jadi begini Zi, perkembangan perusahaan ini lumayan, dan hari ini ada meeting dengan investor kita yang perasal dari paris itu, yang kemarin paman bicarakan. Kau berminat ikut?" aku masih bingung mau menjawab apa? Haruskah aku ikut sebenarnya hari ini aku memang tidak ada jadwal kuliah aku sudah merencanakan akan mencari bukti-bukti lagi tentang Faza. Aku merahasiakan ini dari siapa pun, termasuk paman Angga dan Naya. "Eh Zi, ko melamun" paman memecah kebekuanku "kamu gak pingin absen kuliah? Ya sudah tidak apa-apa lain kali saja mungkin kamu bisa ikut" Akhirnya aku mendengar pernyataan yang ingin aku dengarkan.
Setelah satu jam penuh aku habiskan untuk bekeliling dan belajar tentang perusahaan, aku memutuskan menuju tempat kaluargaku meninggal. Aku harus nekat dan berani walau sebenarnya aku sesikit Penakut.
Dua jam berlalu. Aku baru sampai ke tempat yang kutuju, aku turun dari mobil dan berdiri dekat batas jalan. Dalam jurang ini kurang lebih 200 meter, dengan medan yang terjal dan di bawah sana terdapat hutan pohon jati dan beberapa semak semak. Itu yanh buatku yakin tiada hewan buas didalam sana, aku masuk kembali ke mobilku.
Dret.. Dreett.. Dreett..
Kuangkat telfon dari Naya. Baru saja petualanganku di mulai tapi ada kelas tambahan yang wajib di ikuti, jika tidak? IP-ku akan kurang dari standart kelulusan
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu
RandomJika kamu yang aku perjuangkan hanyalah menjadi duri beracun maka buat apa aku harus memperjuangkan kamu? Dan Kenapa juga di situasi yang sembelit masalalu harus hadir membuka sebuah lembar yang terlupa. Mengungkap rindu yang tersayat dan menerjemak...