"King Kong Melawan Cinderella?"
"Iya! Lucu banget lho, ceritanya. King Kongnya nemu sepatu Cinderella, ternyata sepatunya bom! Untung King Kongnya enggak mati. Habis itu, King Kong nyari Cinderella dan mereka bertarung. Pokoknya lucu banget, deh!"
"Eh, gue juga mau baca, dong. Bacanya di mana?"
"Di mading yang baru naik hari ini. Itu cerpen yang lolos seleksi ekskul mading waktu itu."
"Oh, ya? Yang nulis siapa?"
"Enggak tahu. Di mading sih, ditulis nama pengarang cerpennya Weti. Cuma gue yakin enggak ada nama anak kayak gitu di sini—kalau Wati sih, ada, nah kalau Weti, gue yakin enggak ada. Jadi pasti, Weti itu nama samaran."
Aku menganga mendengar percakapan dua cewek yang tidak sengaja kudengar saat aku hendak keluar dari bilik toilet. Dua cewek itu pasti berdiri tepat di depan pintu bilik toiletku karena aku bisa mendengar dengan jelas suara mereka yang sedang dengan heboh membahas cerpen berjudul King Kong Melawan Cinderella yang hari ini ada di mading—cerpenku.
Setelah sadar bahwa sepertinya aku sudah terlalu lama menganga tanpa bergerak di dalam bilik toilet, aku buru-buru melangkah ke luar dan mendapati bahwa di sana tidak ada orang, jadi pasti dua cewek tadi sudah pergi. Sambil mencuci tangan, aku memikirkan ucapan kedua cewek tadi tentang cerpenku.
Kata mereka cerpenku lucu? Itu positif, kan? Dan dari nada bicaranya pun, si cewek yang sudah membaca cerpenku terdengar sangat antusias.
Aku benar-benar tidak menyangka ada yang membaca cerpenku dan menyukainya.
Cerpen King Kong Melawan Cinderella sebenarnya sudah ingin kutulis sejak lama dan ingin sekali aku publish di Wattpad, tapi aku yakin, pasti tidak ada yang mau membaca cerita aneh seperti itu. Mereka pasti sama sekali tidak tertarik dan menyangka ceritaku tidak jelas.
Akhirnya, aku berani menulis cerpen itu hanya karena kupikir, tidak ada yang akan membaca cerpen itu. Tapi ternyata, dugaanku itu salah.
Sepanjang sisa hari itu di sekolah, aku mati-matian menahan senyum senangku. Bayangkan saja, hampir semua anak sekarang membahas tentang cerpen berjudul King Kong Melawan Cinderella yang menurut mereka bagus dan kreatif sekali. Mereka juga jadi bertanya-tanya siapakah sosok sebenarnya di balik nama Weti.
"Gue sebenarnya enggak suka baca cerpen, apalagi di mading. Kan pegal, gue harus berdiri lama gitu. Apalagi, hari ini madingnya ramai banget gara-gara semua orang pengin baca madingnya. Yah, walaupun udah banyak yang foto cerpennya jadi orang-orang bisa baca tanpa harus ke mading, tetap aja, gue penasaran pengin baca langsung ceritanya di mading. Akhirnya, gue berhasil! Walaupun harus desak-desakkan dulu, tapi ternyata, emang cerpennya memuaskan, kok. Gue jadi enggak keberatan sebelumnya harus desak-desakkan," cerocos Wanda ketika kami sedang berjalan bersisian menuju gerbang sekolah setelah bel pulang berbunyi.
"Lo sendiri? Udah baca belum, Key?" tanya Wanda.
"E-eh, udah kok, udah," jawabku, tidak mau melihat ke arah Wanda. Aku takut, dia akan mengetahui kebohonganku dan dengan mudah menebak bahwa aku adalah penulis cerpen yang tadi dibicarakannya.
Oke, aku tahu, selama ini, aku ingin sekali menjadi terkenal. Aku ingin orang-orang membicarakan hal-hal postif tentangku. Tapi, untuk hari ini, aku mengerti rasanya menjadi superhero yang menutupi identitasnya. Rasanya menyenangkan, melihat orang lain menilai karyaku murni karena karyanya, bukan karena siapa yang menulisnya.
Aku yakin sekali, kalau aku mencantumkan nama asliku, Wanda pasti tidak mau repot-repot membaca dan langsung memuji cerpenku. Sementara itu, anak-anak di sekolah yang tidak terlalu menyukaiku (ya, memang ada beberapa orang yang tidak terlalu menyukaiku dan lebih menyukai Elena, aku tidak tahu kenapa) pasti tidak akan mau membaca cerpenku.
Ah, ternyata, benar kata Wattpad, yang paling penting dari menulis itu, adalah isi ceritanya. Masalah apresiasi dan tanggapan pembaca, itu belakangan.
"Key, lo dengar gue ngomong enggak, sih?" gerutu Wanda, membuyarkan lamunanku.
"Eh? Enggak, sori, sori. Gue tadi lagi ngingat-ngingat adegan di cerpen King Kong Melawan Cinderella," jawabku, beralasan.
"Tadi gue emang lagi ngomongin itu. Gue bilang, gue berharap banget, di mading edisi berikutnya, si Weti ini bakal nulis cerpen lagi. Gue suka banget!"
Aku mengangguk-angguk sambil tersenyum lebar. "Gue yakin sih, si Weti ini bakal nulis cerpen lagi. Tunggu aja."
*
Begitu aku sampai rumah, Instagram, Wattpad, dan LINE langsung menyelamatiku dan berkata bahwa aku sudah berhasil melewati ujianku yang terakhir. Yang paling heboh tentu saja Wattpad. Cewek itu sempat mengomel kenapa aku memakai nama 'Weti', tapi sepertinya, dia sedang sama senangnya denganku sehingga tidak terlalu memusingkan soal itu.
Ah, yang jelas, aku senang sekali hari ini. Akhirnya, aku bisa menuangkan ideku juga! Aku sudah tidak sabar untuk menulis cerpen lagi.[]
a.n
Selamat Hari Media Sosial Nasional! :).
10 Juni 2018
![](https://img.wattpad.com/cover/112760597-288-k552503.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
When Social Media Comes Alive
Historia CortaTidak ada yang salah dengan media sosial. Yah, setidaknya, itu pendapatku sebelum tiga remaja asing seumuranku datang menghampiri dan mengaku bahwa mereka bernama Instagram, Wattpad, dan LINE. Kalau itu belum cukup aneh, mereka tidak sekadar datang...