2-Kampung Halaman

699 55 1
                                    

Chapter 2 : Kampung Halaman

Oceana memandang negara yang ia tinggali selama menuntut ilmu di negari singa. Tidak ada yang berbeda bagi Oceana. Masih terlihat sama seperti saat ia meninggalkan negara ini di usia 18 tahun waktu itu. Oceana sengaja tidak memberitahu mamanya kalau hari ini ia akan pulang ke Indonesia. Oceana hanya memberitahu kalau ia pasti akan pulang pada minggu ini tetapi tidak memberitahu tepatnya kapan. Oceana ingin memberi kejutan pada wanita cerewet tapi penyayang itu. Lagipula saudaranya juga tidak akan menjemput karena masih berada di negeri tirai bambu.

Oceana memilih menaiki taksi untuk mengantarkannya ke rumah dimana ia dilahirkan dan dibesarkan. Tak sabar rasanya berkumpul bersama orang tuanya.

"Makasih, Pak," ucap Oceana memberikan uang pada supir sebagai bayaran. Oceana menyeret kopernya dan memencet bel rumahnya tak sabaran.

Ah, begini rasanya lama tidak pulang. Meskipun perbedaan waktu Jakarta dan Singapura hanya berbeda satu jam tetap membuat ia rindu untuk bertemu langsung dengan mamanya.

"Bentar," teriak seseorang dari dalam. Oceana terkekeh meyakini jika mamanya tergopoh-gopoh membuka pintu.

Atiya membuka pintu dan terkejut ketika melihat Oceana berada di depannya. Oceana yang melihat mamanya bengong di tempat pun mengagetkan Atiya agar tersandar dari lamunannya. "Mama!"

"Oceana?" Atiya memastikan.

"Oceana lah, masa saiton," cibir Oceana. Sedetik kemudian, Ocean tersenyum lebar lalu memeluk Atiya dengan erat.

"Kenapa gak bilang, Na?" tanya Atiya masih tak percaya.

"Sengaja, suprise gitu Ma."

"Lebay deh," kata Atiya sebal meski tak dipungkiri jika hatinya senang dengan kedatangan si bungsu.

"Tapi seneng juga kan, Ma. Ma, Papa dimana?" tanya Oceana melihat rumahnya yang sunyi.

Atiya menggeleng. "Papa lagi kerja. Masuk sana terus mandi."

"Oke," ujar Oceana mengacungkan jempolnya lalu mengecup pipi Atiya sebelum pergi ke kamarnya.

Oceana meletakkan koper di sudut kamar dan langsung loncat ke kasur. Empuk, enak. Benar kata orang, rumah memang tempat terbaik untuk pulang. Meski sewaktu liburan, Oceana pulang juga ke Indonesia. Namun saat ia magang di butik Madam Sandra, Oceana memilih bertahan disana. Lagipula, meskipun Oceana ingin, tidak ada waktu yang pas untuknya pulang. Banyaknya permintaan klien Madam Sandra membuatnya harus rela bertahan lebih lama.

Tidak ada yang berbeda dari kamarnya ini. Perabotan pun tidak ada yang bergeser dari tempat awalnya. Hanya saja terlihat lebih bersih dan rapi. Pasti asisten rumah tangga di rumahnya ini rajin sekali membersihkan kamarnya hingga debu pun enggan menempel.

Oceana mengambil handphone yang sengaja ia matikan karena si Lia-kubur tak berehenti menghubunginya. Isinya juga tidak penting apalagi kalau bukan rayuan untuk menjalin hubungan kembali. Hah, haram bagi Oceana untuk balikan sama mantan. Dari dulu prinsip hubungannya, balikan sama mantan itu ibarat membaca sebuah buku dua kali dan endingnya akan tetap sama.

Oceana : Woi, gue udah sampai Jakarta nih.

Memang perbedaan waktu antara Singapura dan China sama sehingga Clemira dan Oceana seringkali berkomunikasi. Mereka juga tidak pernah ketinggalan untuk saling bertukar cerita. Namun ada satu hal yang tidak pernah Oceana beritahukan pada Clemira. Bahkan sepupunya yang lain pun juga tidak ada yang tahu.

Clemirol : Bagus deh kalau selamat, gue baca berita ada pesawat jatuh tadi

Oceana : Bego, doaian tuh yang bener tai

Clemirol :Santuy, gue belum bisa pulang nih. Bye, gue mau pergi dulu ya.

Oceana pun memilih tidak menjawab pesan terakhir dari Clemira dan segera mencari posisi yang nyaman untuk tidur tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu.

**

"Tante, ada es krim gak?" tanya seseorang yang sangat Oceana hafal suaranya. Setelah membersihkan diri dan merasa lebih segar, ia pun turun ke bawah dengan mengendap-ngendap bermaksud untuk mengagetkan sang empunya suara. Oceana segera meletakkan jari telunjuknya di bibir bermaksud tidak buka suara ketika mamanya mengetahui keberadaanya. Oceana yang melihat sosok wanita yang sudah lama tidak ia temui itu pun segera mengejutkannya.

"Dorrr!"

"Eh, anying," kaget wanita itu melotot terkejut. Oceana tertawa terbahak-bahak begitupula dengan Atiya. Sudah lama ia tidak meraSekalan keramaian anak-anaknya. Suasana ramai seperti inilah yang sering Atiya rindukan.

"Oceana," teriak Fiza memeluk Oceana erat lalu loncat-loncat kegirangan.

"Eh, kampret biasa aja kali pusing gue nih," ujar Oceana mencoba memisahkan diri dari Fiza—tetangga sekaligus teman masa kecilnya---memeluknya begitu erat. Fiza melepaskan pelukannya dan cengar-cengir menunjukkan deretan giginya yang rapi. Hasil dari memakai behel sembilan bulan.

"Kenapa gak bilang kalau pulang sih? Kan gue bisa jemput," ucap Fiza menarik Oceana ke ruang keluarga untuk mengobrol lebih lama. Oceana yang ditarik pun hanya mengikuti Fiza pasrah.

Sebenarnya ini rumah siapa?

"Kalau bilang gak suprise dong namanya!" tandas Oceana membuat Fiza tersenyum lagi.

"Alah, lebay banget! Nah, kebetulan nih lo pulang, nanti malam kita mau nongkrong. Lo ikut gak?"

"Lah, gue kan gak kenal sama temen-temen lo, yang ada gue jadi kambing congek nanti," kata Oceana ogah.

"Gak usah alay sih Na, gak usah dibuat rumit, kalau gak kenal ya kenalan lah," ujar Fiza sewot. Oceana memutar bola mata malas melihat teman masa kecilnya yang tak pernah berubah. Ciri khas pertemanan mereka adalah bicara blak-blakan tidak memikirkan perasaan orang. Kata Fiza, itu malah bagus. Menghindari yang namanya teman menusuk dari belakang. Beginilah mereka jika ada yang mereka tidak sukai mereka pasti akan membicarakannya. Tujuannya agar intropeksi diri. Oceana setuju dengan pemikiran Fiza tapi tidak setuju dengan cara menyampaikannya. Kalau tidak mengenal mereka dekat, pasti orang itu sakit hati dengan ucapan mereka.

"Oh iya, bawa pacar," ejek Fiza yang tahu kalau sahabatnya itu baru saja putus dengan pacarnya yang imut menurutnya. Sayang banget, padahal Liam menurut Fiza sangat cocok untuk Oceana. Beruntung sekali Ocaeana bisa mendapatkan pria seperti Liam yang perhatian dan baik. Berbeda sekali dengan pacarnya yang sekarang perlahan mulai berubah. Apa benar kalau cowo akan berubah setelah mendapatkan apa yang ia mau? Fiza tidak mengerti kalau begitu.

"Skip," ujar Oceana singkat. Fiza terkekeh pelan lalu mengelus bahu Oceana bermaksud memberikan kekuatan pada sahabatnya. Namun berbeda dengan Oceana yang mengerti kalau Fiza hanya mengejek saja. Ia pun segera menepis tangan Fiza yang ada di bahunya.

"Dih sewot banget nih," kekeh Fiza.

"Haura mana?" tanya Oceana yang ingat dengan temannya yang lain. Haura, Fiza, Clemira dan Oceana teman dekat dari sekolah menengah. Siswa lain mengenal mereka, si cantik dari goa hantu. Mereka cantik tapi sifat mereka 'gelap'. Suka mengumpat dan membully adalah spesialis mereka.

Fiza menggeleng pelan. "Gak ada, kerja kali."

Oceana mengangguk. Memang benar kalau Fiza sudah lulus kuliah sebulan yang lalu dan sedangkan Haura sudah diwisuda duluan bahkan Haura sudah bekerja.

"Dandan yang cantik loh ya," ingat Fiza sebelum pergi ke rumahnya dengan membawa dua bungkus es krim kesukaannya. Oceana berdecak. Rumahnya selalu dijadikan warung es krim oleh si misquen Fiza.

"Emang ada gue gak pernah cantik?" teriak Oceana membuat Fiza mendengus sinis dengan kenarsisan sahabatnya.

Back to you, again!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang