“Ngapain kamu?,” tanya orang itu dengan nada suara heran.
Gue kaget. Saat gue lihat siapa yang ada di depan gue. Gue nggak bisa ngomong apa-apa. Gue langsung terduduk lemas diatas trotoar jalan.
Demi Neptunus yang ada di kartun Spongebob Squarepants. Gue nggak pernah ngebayangin bakal lihat ini orang dalam jarak sedekat ini. Nggak pernah sekalipun. Terakhir kali gue ketemu dia dalam jarak yang lumayan dekat adalah saat di tangga sekolah. Itu juga gue ambil jarak aman dari dia.
Gue kumpulin sisa tenaga gue buat berdiri, dan gue memilih memalingkan pandangan gue kearah lain saat Landin ngeliatin gue dengan heran.
Iya Landin.
Orang yang bikin gue parno setengah mati kalau bakal di culik dan di bunuh adalah Landin.
Landin nggak ikut berdiri. Dia masih jongkok didepan gue dan mengubah posisinya jadi sedikit berlutut didepan gue.
Tiba-tiba gue inget sama sepatu gue yang lepas. Pantas, kaki gue cuma sebelah doang yang adem. Sebelahnya berasa kayak di sauna. Gue mau balik badan ngambil sepatu gue dan buru-buru pergi dari depan orang ini.
“Ini sepatu kamu,” kata Landin sambil nyodorin sebelah sepatu gue yang lepas tadi.
Gue mau membungkuk buat ngambil sepatu gue. Tapi urung gue lakuin karena ini anak malah megang pergelangan kaki gue dan makein sepatu itu di kaki gue.
Ya.. Tuhann..! Drama apa ini??!.
Cinderella??. Telenovela?, atau India??.
Gue nggak tahu mau bersikap gimana. Kalau yang di depan gue ini Dika, gue pasti udah masuk rumah sakit karena serangan jantung. Saking berdebar bahagianya.
Tapi ini Landin. Siapa yang nggak kenal Landin??. Most wanted boy-nya Kusuma Bangsa. Orang yang selalu jadi idola satu sekolahan. Nggak ada yang nggak naksir sama dia (gue nggak masuk hitungan karena gue cuma suka sama Dika). Nggak ada yang nggak tahu apa yang bakal terjadi kalau lo berani coba-coba buat deketin Landin. Semua anak buahnya Indira bakal siap buat bikin perhitungan sama lo.
Dan, itulah yang ada dipikiran gue sekarang. Nasib gue selanjutnya.
Dengan pelan gue tarik mundur kaki dan badan gue saat Landin akan berdiri tepat di depan gue. Gue harus berada di zona aman saat berurusan dengan anak ini. Untungnya dia punya postur badan yang tinggi, jadi gue nggak perlu nunduk kelewat dalam buat ngehindarin kontak mata sama dia.
“Kamu emang selalu jalan nunduk gitu?, ada apaan emangnya dibawah?” tanya Landin dengan ramah.
Sah!!
Ini anak emang punya kepribadian ganda alias bipolar. Gue masih inget gimana sikap cueknya dia saat Indira terang-terang nge-bully gue. Tapi sekarang apa??. Dengan entengnya di ngajak gue ngobrol, dan ber-kamu-kamu ria serasa kenal dekat tanpa dosa sedikitpun.
“Kamu nggak ngerasa kehilangan sesuatu?” tanya Landin lagi.
Gue menggeleng cepat. “Nggak ada,” jawab gue pelan. Bohong pastinya. Karena gue memang kehilangan hape gue.
Gue lupa tarok itu gadget dimana. Gue cuma bisa ingat kalau di tempat pak Engkus, gue masih pegang hapenya.
Ahh iya! Bego banget gue. Pasti di tempat pak Engkus. Ketinggalan di atas meja. Iya! Gue yakin!.
“Ini bukan punya kamu?” lanjut Landin lagi sambil mengeluarkan benda persegi panjang dengan softcase bentuk Minnie Mouse dari saku celananya seragamnya.
“Iya, punya gue. Makasih banyak,” ucap gue sambil menyambut kembali hape gue saat Landin yang sepertinya dengan senang hati memberikannya pada gue.
“Sama-sama,” jeda. “Mau pulang?” tanya Landin pada gue.
Gue mengangguk masih sambil tertunduk.
“Sendirian?”
Gue ngangguk lagi.
“Naik bus?”
Gue masih ngangguk.
“Mau bareng?”
Gue ngangguk, dan sedetik kemudian gue ganti dengan gelengan cepat. Gue bisa dengar suara tawa pelan Landin. Tapi nggak gue hiraukan, karena gue mau cepat-cepat sampai rumah.
“Gue anter ya?” kata Landin menawarkan diri.
Whats??? Naon??. Ada yang punya cotton buds. Kayak kuping gue bermasalah deh.
Gue yakin selain gue, mungkin semua orang bakal dengan senang hati nerima ajakan Landin barusan. Tapi gue lebih milih menolak. Gue menolak hari-hari gue yang udah penuh cobaan semakin dipenuhin oleh cobaan lainnya.
“Makasih, gue biar naik bus aja,” tolak gue dengan sopan.
“Udah sore,” Landin sepertinya mencoba membujuk gue.
Gue nggak mau ketipu. Bisa aja ntar gue dikerjain sama ini anak.
“Masih jam 4 kok,” jawab gue masih dengan wajah tertunduk.
“Masalahnya ini udah lewat jam 4, udah nggak ada bus lagi.”
Gue noleh kearah halte bus. Emang bener, di halte udah nggak ada siapa-siapa lagi. Gue jadi heran padahal berusan gue lihat masih banyak orang yang nunggu di halte. Apa waktu bergerak lebih cepat sampe-sampe gue nggak sadar, gitu??.
“Nanti naik ojek aja di depan,” kata gue sambil berbalik bermaksud meninggalkan Landin.
“Bian..” panggil Landin sambil memegang pergelangan tangan gue.
Kaget! Gue langsung menghempaskan tangan Landin hingga tangannya terlepas dari pergelangan tangan gue.
“Sori, gue nggak sengaja,” gue minta maaf duluan sambil sedikit mundur menjauh dari Landin.
Setelah ini gue siap mau di kerjain dan di-bully habis-habisan sama Indira.
“Gak pa-pa, gue yang harusnya minta maaf. Gue anterin pulang, ya?” ajak Landin sekali lagi.
Gue nggak tahu maksudnya apa sampe segitu getolnya dia buat nganterin gue pulang. Tapi gue tetap pada pendirian gue sebelumnya.
“Makasih, gue nggak mau kena masalah,” ucap gue pelan sambil berusaha meninggalkan Landin lagi.
Tapi itu anak malah ngejer gue dan kini ngehadang jalan gue.
Tuhaann... mau apa lagi sih anak ini??!!. Enyahkanla ia dari hadapanku.
“Kalo itu yang kamu takutin, tenang aja. Ini bakal jadi rahasia kita berdua, janji!”
Gue nggak tahu Landin kesambet dimana. Dia sekarang malah mengacungkan jari kelingkingnya di hadapan gue.
Mau nggak mau gue ngangkat kepala juga akhirnya. Gue bisa lihat wajahnya yang tampak bersahabat dan berbeda dari biasanya. Seolah yang berdiri di depan gue adalah orang lain. Bukan Landin si idola sekolah.
“Bi, tangan gue pegel ini,” ucap Landin kini menopang sebelah tangannya dengan tangan yang lain.
Cukup lama gue tatap jari kelingking itu. Gue nggak yakin sama yang dia katakan.
“Pleaseee...” Landin kemudian memohon yang lebih bisa dibilang seperti merengek.
Gue menghela napas. Percayalah. Semua yang gue lakukan setelah ini adalah agar gue bisa lebih cepat pulang kerumah, dan lebih cepat pula drama ini berakhir.
“Oke, gitu dong. Yuk buruan ke mobil,” ajak Landin dengan senyum riang sambil mengacak-acak rambut gue.
Gue cuma bisa bengong nggak tahu harus ngapain.
Ini orang kenapa, ya??.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPOCH ( #Wattys2018 )
Teen FictionNama gue Bianca. Kata mereka introvert, kutu buku, dan culun. Terserah mereka, karena gue punya alasan kenapa gue seperti itu. Pipi gue tebel, badan gue mungil. Makanya gue di panggil Pa'o. Kependekan dari Bakpao. Dika yang kasih julukan. Dia juga...