I. Kagura

540 34 6
                                    


"Darin," Kagura menunjuk kotak susu cair rasa pisang. "Aku mau itu."

Sougo meraih kotak susu besar rasa pisang dan menaruhnya di keranjang belanja yang ia tenteng. "Apalagi?"

"Senbei, Cheetos. Aku juga mau susu green tea," kata Kagura.

"Apalagi?" tanya Sougo sambil meraih sekotak susu green tea.

"Itu saja," jawab Kagura.

Sougo dan Kagura berjalan menuju kasir, membayar belanjaan mereka, dan pergi dari mini market.

Seperti biasa, Sougo pergi makan siang dengan Kagura. Setelahnya, Kagura merajuk agar Sougo mau membelikan beberapa camilan di mini market. Sougo pun menyanggupinya.

Keduanya berjalan kaki menuju sungai yang jaraknya 15 menit dari mini market. Setiap sore, Sougo dan Kagura selalu duduk di pinggir sungai sambil berbincang. Kadang, Sougo meminta waktu 15 menit untuk tidur di sana.

Sougo dan Kagura duduk di atas rerumputan yang menghadap langsung ke sungai. Sougo meraih susu pisang dari dalam kantung plastik belanjaan mereka, menusukkan sedotan ke kotak susu, dan memberikannya pada Kagura.

"Arigatou, Darin," kata Kagura sambil menyedot susunya.

Sougo mengeluarkan penutup mata untuk tidurnya yang berwarna merah dan merebahkan dirinya di rerumputan.

"15 menit, ya," kata Sougo sambil memakai penutup matanya itu.

Kagura tak menjawab. Dia hanya memandangi aliran sungai yang tenang di depannya. Langit memerah, padahal masih pukul 16.00.

Kagura menghela napas panjang dan memeluk kedua kakinya. "Sougo, seperti apa rasanya menikah?"

"Aku belum pernah menikah. Tanya saja pada Hijikata-san dan Danna," ucap Sougo.

"Tidak mungkin semenyenangkan itu, kan?"

"Pasti. Paling tidak, kita menjalaninya berdua."

"Kau yakin untuk menikah denganku, Sougo?"

Sougo bergeming sebentar. "Tentu saja. Kenapa? Kau ragu?"

Kagura menggeleng. "Tidak. Hanya saja, aku tidak ingin mengecewakanmu."

Sougo mengelus-elus punggung Kagura. "Kau sudah mengecewakanku dari awal, dan aku menerimanya. Sekarang berhenti bicara karena aku mau tidur."

Kagura terdiam. Kedua matanya masih memandangi aliran sungai yang mengalir dengan tenang. Kini, dia menatap langit yang memerah.

Seperti apa rasanya menjadi istri seorang Okita Sougo? Beberapa bulan lagi, aku akan menyandang nama Okita Kagura. Seperti apa rasanya?

Kagura menoleh dan menatap Sougo yang sudah terlelap. Dia menyedot habis susunya dan meletakkan sampahnya di dalam kantung plastik belanja.

Kagura memperhatikan wajah Sougo yang tertutup penutup mata favorit kekasihnya itu. Dia memperhatikan Sougo cukup lama.

Entah apa yang membuatku mencintai seorang Okita Sougo. Cowok sadis, tak punya perasaan. Tapi, kenapa dia punya perasaan padaku?

Kagura kembali memandangi sungai. Rasanya, dia sudah menghabiskan banyak waktu berpacaran dengan Sougo. Hubungan mereka pun tidak seperti pasangan kebanyakan yang romantis dan terlihat mencintai satu sama lain.

Hubungannya dengan Sougo tidak seperti itu. Sougo selalu menatapnya dengan galak. Kadang, Sougo memperlihatkan wajahnya polosnya, tapi hanya untuk sementara waktu. Bahkan, wajah polosnya itu lebih sering terlihat jika dia bersama Kondou, Hijikata, Gintoki, dan tentu saja, Mitsuba.

Tapi, Sougo adalah seorang pria sejati jika dia sedang bersama Kagura. Sougo selalu menenteng belanjaan Kagura dari mini market. Sougo tak pernah menolak permintaan Kagura.

Kagura ingat betul, saat itu jam menunjukkan pukul 01.00 dan Kagura tiba-tiba ingin minum susu rasa alpukat. Dia mengungkapkannya pada Sougo, dan setengah jam kemudian, Sougo sudah berada di depan rumahnnya dan membawakannya susu rasa alpukat.

Sougo juga tak pernah mengeluh saat Kagura sedang banyak mau. Dengan sabar, Sougo mengamini apa yang Kagura inginkan. Bahkan, Sougo selalu memberikan servis yang lebih untuk itu.

Sedangkan aku? Apa yang aku lakukan pada Sougo? Aku hanya merengek padanya, meminta apa yang aku inginkan. Tapi, apa yang pernah aku korbankan untuk Sougo selama ini?

Waktu. Ya, aku mengorbankan waktuku. Aku rela membuang waktuku hanya untuk Okita Sougo. Aku juga selalu mengabulkan permintaannya, seperti makan siang dengannya dan duduk di pinggir sungai setiap sore. Jadi, kami impas, bukan?

Tidak. Tidak. Tidak. Sougo lebih banyak mengorbankan waktunya untukku. Dan aku bersyukur. Aku menghargainya untuk itu. Aku menikmatinya. Tiap menit yang kuhabiskan dengan Sougo adalah momen yang berharga. Duduk di sampingnya seperti ini pun membuatku tenang.

Kagura kembali menatap Sougo. Kenapa aku bisa jatuh hati dengan pria seperti dia? Kenapa dia bisa jatuh hati dengan perempuan sepertiku? Kenapa dia berani mengajakku menikah?

Kagura mengalihkan pandangannya ke arah langit yang memerah. Kalau dipikir-pikir, bisa apa aku tanpa Sougo? Aku hanyalah gadis yang rapuh dan berusaha kuat, terutama di hadapan aniue, Papi, Gin-chan, dan Shinpachi.

Sougo memberiku kekuatan yang tak bisa kulihat dan kusentuh. Dia di sana, menggenggam tanganku, dan membuatku berani untuk bergerak dan mengambil keputusan. Sougo tak pernah meninggalkanku. Dia selalu di sana, secara kasat mata mau pun tidak.

Sougo mengajarkanku banyak hal. Dia mengajarkanku untuk menghargai orang-orang yang kucintai. Dia mengajarkanku untuk mencintai orang-orang dengan tulus. Sougo mengajarkanku untuk menerima kekurangan orang lain. Dia tidak pernah mengatakannya, tapi aku bisa merasakannya.

Ini semua berkat Sougo. Karena Sougo. Karena Sougo aku mau melakukannya. Karena Sougo di sana, berdiri dan memelukku dengan erat. Karena Sougo mencintaiku dengan caranya. Karena Sougo. Semua karena Okita Sougo.

Listen 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang