Suara burung diluar jendela menghiasi pagi saat Marina membuka matanya. Rino tersenyum duduk disampingnya. Entah jam berapa dia terjaga. Tawa yang polos mengembang dibibir mungilnya. Begitu melihat Marina membukan matanya, kedua tangannya mengembang dan disambut Marina dengan penuh antusias.
"Ibu...I love you!" Rino berkata dengan mesra penuh cinta sambil memeluk erat ibunya.
"Rino...Ibu loves you," sambut Marina dengan pelukan hangat.
Ini adalah kebiasaannya bersama Rino setiap bangun pagi. Pelukan dari tangan kecil Rino bagaikan oase yang menyirami hati Marina, membuat Marina bisa melalui hari yang buruk seperti apapun juga.
"Apa sekarang kita akan tinggal disini, Bu?" tanya Rino.
Marina tersenyum,"Sementara iya. Bagaimana menurut Rino?"
"Belum tahu. Soalnya Rino belum punya teman main. Kalau teman-temannya baik, bolehlah, Bu," jawab Rino polos kepada Marina.
Marina tertawa lepas sambil mengacak-acak rambut anaknya.
"Insyaallah Rino akan punya banyak teman yang baik-baik. 'Kan Rino anak yang penyayang. Jadi mari kita lihat berapa banyak yang akan jadi teman Rino ya? Setuju?"
Rino mengangguk-anggukan kepalanya sambil terkekeh.Di luar masih gelap. Di dapur, Marina menjumpai Bu Gani sedang menjerang air.
"Marina, sudah bangun, Nak?" sapa Bu Gani.
"Rino nyenyak tidurnya?" tatapan Bu Gani beralih kearah Rino yang masih agak malu-malu bersembunyi dibelakang tubuh ibunya.
"Rino masih malu-malu nih Bu Gani," kata Marina disambut tawa Bu Gani.
"Kenapa malu? Sini-sini, dekat Eyang sini Rino. Duduk di dekat kompor anget lo, Rino," Bu Gani melambaikan tangannya kearah Rino dan dijawab oleh Rino dengan semakin erat memeluk kaki Marina.
"Ya sudahlah kalau belum mau. Kita lihat nanti ya...pasti Rino sudah nempel seperti perangko pada Eyang Gani," kata Bu Gani sambil tertawa lebar lalu mengalihkan pandangannya kepada Marina.
"Marina biasa minum kopi atau teh di pagi hari?" tanyanya.
"Sini, duduklah didekat Ibu sini Marina."
"Saya biasanya minum secangkir kopi di pagi hari, Bu," jawab Marina sembari menarik kursi ke sebelah Bu Gani.
Rino diangkatnya duduk di dipangkuannya.
"TK terdekat dimana ya Bu? Kalau ada, saya ingin menitipkan Rino ke TK agar dia ada aktivitas dan bisa cepat punya teman bermain."
"Oh, ada tuh di dekat masjid, nanti biar Arman mengantarmu kesana, Nak. Tidak jauh kok, cuma kalau Nak Marina pergi sendiri, Bu Gani khawatir nanti dirimu tersesat. Arman sedang menengok kebun sebentar. Nanti jam 9-an juga sudah balik lagi. Katanya ada pertemuan kelompok tani siang nanti," jawab Bu Gani menjelaskan suasana rumah yang sunyi dan tidak adanya tanda-tanda keberadaan Arman.
" Tidak apa-apa, Bu. Kalau TK-nya dekat, saya bisa pergi sendiri berjalan kaki dengan Rino. Kalau belum ketemu, saya bisa tanya ke orang-orang yang saya temui disepanjang jalan. Sepertinya menanyakan jalan disini tidak serumit menanyakan jalan di Surabaya," tolak Marina halus.
Dia tentunya tidak bisa menjelaskan alasan sebenarnya kenapa enggan diantar oleh Arman, 'kan?
"Tidak apa-apa, Nak Marina. Tidak merepotkan kok. Sudahlah, biarlah Arman mengantarmu dengan motor, jadi bisa cepat selesai urusanmu dan Rino bisa segera sekolah."
"Tapi...," Marina masih berusaha untuk menolak.
"Tidak ada tapi-tapian," Bu Gani menimpali sambil tersenyum.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari di Sela-sela Cemara
RomanceTidak setiakah dia bila jatuh cinta lagi? Dua belas tahun lalu Marina meninggalkan Arman karena ada begitu banyak perbedaan diantara mereka. Tapi saat takdir mempertemukan mereka kembali, bolehkah kali ini Marina jujur pada perasaan pada perasaannya?