Marina merasakan kelegaan mengaliri hatinya setelah pembicaraannya dengan Arman kemarin. Dengan bersikap jujur, hatinya menjadi ringan. Meskipun masa depan seperti apa yang membentang dihadapan mereka masih menjadi tanda tanya, Marina ingin membebaskan dirinya untuk mengikuti kata hatinya. Sekali ini dia ingin memberi kesempatan pada dirinya dan Arman untuk memiliki masa depan bersama. Bukan karena dia sudah tidak mencintai Ardi, almarhum suaminya.
Ardi tetaplah tak tergantikan dan akan selalu memiliki tempat yang istimewa di dalam hatinya. Marina tidak pernah menyesali apa yang sudah lewat sebab saat-saat yang dilewatinya bersama Ardi adalah masa-masa yang sangat indah. Dimana lagikah dia bisa mendapatkan suami sebaik Ardi, 'kan? Marina mensyukurinya berkah tersebut sepenuh hatinya. Hanya saja, Mira ingin melangkah kedepan. Dua belas tahun lalu, Marina membuat pilihan berdasarkan pertimbangan rasional dan logikanya. Dia tidak menyesali pilihan yang pernah dibuatnya. Mungkin dulu sebenarnya cinta dihatinya untuk Arman memang telah ada namun Marina yang tak pernah memberinya kesempatan untuk mekar dan memenuhi hatinya.
Kali ini Marina ingin sekali saja belajar untuk mengakui dan mempercayai bahwa menemukan cintanya kembali bersama Arman bukanlah suatu kesalahan. Boleh bukan bila sekali ini dirinya sedikit egois dan membiarkan Arman membimbingnya untuk menunjukkan seperti apakah keindahan cintanya? Cinta yang selama 12 tahun belum pernah sempat untuk dikenalnya... Sambil memandangi kembali foto-foto lapangannya bersama Arman dua belas tahun yang lalu, hati Marina menghangat...
Your heart know the direction.. Run in that direction... (Rumi)
Marina sudah membat keputusan yang tepat dengan melepaskan Arman saat itu. Dengan demikian, dia memberi Arman ruang dan waktu untuk mengenal menaklukkan dunianya. Tidak hanya Arman yang belajar tentang kehidupan, pada saat yang sama Marina juga ditempa oleh kehidupan agar tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat, matang dan bijaksana. Mungkin dua belas tahun mereka adalah jalan Allah untuk mempersiapkan mereka satu sama lain untuk kembali bertemu kali ini.
Setetes airmata mengembang disudut matanya, menetes satu menuruni pipinya yang tak pernah tersentuh pulasan perona pipi namun memerah oleh matahari pagi pegunungan, diikuti dengan butiran air matanya yang lain menyusul jatuh di pipinya. Bibirnya yang kemerahan tanpa lipstik bergetar. Tanpa Marina sadari, sedari tadi Arman diam-diam berdiri bersandar di pintu kamar sambil memandangi Marina. Tangannya bersedekap, ekspresi wajahnya turut berubah tiap kali ada perubahan ekspresi di raut wajah Marina.
Saat baru datang tadi, Arman sebetulnya ingin memberikan kejutan kecil untuk Marina, memberinya pelukan dari belakang dan mengucapkan terima kasihnya karena Marina kali ini memutuskan untuk tinggal dan memberinya kesempatan untuk menunjukkan seperti apakah cinta yang selama dua belas tahun ini dijaganya untuk Marina. Namun, Arman melihat Marina tengah asyik menatap foto-foto mereka dan larut dengan berbagai macam ekspresi sehingga membuat Arman menahan diri untuk mendekat. Saat Marina sedang seperti itu, Arman memilih untuk diam-diam saja berdiri dan menikmati siluet Marina saat cahaya matahari menerobos jendela ruangan dan menyentuh ujung-ujung rambut wanita yang selama dua belas tahun ini tak pernah meninggalkan hatinya. Bayangan Marina menghantuinya kemanapun dia pergi dengan cara yang paling menyiksa namun juga sangat indah.
Cahaya matahari pagi itu menyentuh ujung-ujung anak rambut di kepala Marina, berpendar dan membiaskan cahaya yang lembut, membentuk semacam halo (1) disekeliling kepada Marina. Bila dua belas tahun yang lalu, Marina adalah bidadari yang hanya bisa dipandang dan dikaguminya dari jauh tapi tak pernah bisa disentuhnya. Kini, Marinanya adalah nyata. Arman bisa memandanginya sepuasnya seperti saat ini.
Saat senyum mengembang di bibir mungil Marina, Arman merasa dunia tengah tersenyum padanya pula sehingga mau tak mau diapun ikut tersenyum. Lalu saat Marina membuka foto berikutnya yang memperlihatkan Arman dengan seragam SMUnya berfoto bersama Marina di sebuah beranda, ekspresi Marina berubah kembali. Arman sangat ingin tahu, apakah yang saat ini tengah difikirkan Marina saat menatapfoto itu. Mata Marina yang terpaku di layar monitor laptopnya mengerjap. Tangannya meraih dan membuka kacamatanya. Tidak sulit bagi Arman untuk melihat butiran air mata disudut mata yang indah itu karena cahaya matahari membiaskan kilaunya. Oh! Saat bibir wanita yang dicintainya menggeletar Arman sudah tak bisa menahan diri lagi. Dengan langkah panjang-panjang, dia menyeberangi ruangan yang tak seberapa luas itu. Sekejap saja dia telah ada dibelakang Marina, mendekapnya dan mengusap air mata yang jatuh satu per satu di pipi Marina dengan ibu jarinya.
"Sssshh, Ina...kenapa melihat foto kita kau menangis? Sesaat tadi kau baik-baik saja melihat foto-foto yang lain. Apa aku yang membuatmu bersedih? Aku harus bagaimana? "
Mendengar bisikan itu Marina tertegun sesaat. Hatinya berdesir. Dia tidak menyangka sedari tadi ada yang diam-diam memperhatikannya. Berapa lamakah Arman mengamatinya? Dia memutar tubuhnya perlahan. Wajahnya menengadah dan pandangan matanya bertemu dengan sepasang mata tajam menyelidik memandangnya. Apakah sepasang mata itu berkabut? Tangan Marina terulur menyentuh wajah pria itu.
"Jangan memandangiku seperti itu. Aku hanya sedikit terbawa perasaan," ujarnya menenangkan.
Hatinya tersentuh melihat kelegaan di wajah Arman. Wajah Marina menghangat, seperti ada ribuan kupu-kupu mendekapnya. Saat menyadari ujung jemarinya yang menyentuh wajah Arman, Marina cepat-cepat menarik tangannya. Apakah sekarang wajahnya memerah? Arman tertawa menatap Marina yang tersipu.
"Jadi, apa kau sekarang sudah merasa sangat, sangat, sangat menyesal meninggalkanku dua belas tahun yang lalu? Kau kejam sekali, tahu nggak?" godanya.Demi mendengar itu, Marina menginjak kaki Arman hingga yang diinjak mengaduh keras.
"Jangan menggodaku! Setidaknya aku lebih tua tujuh tahun darimu. So, at least pay a respect to your senior!" gerutu Marina.Demi mendengar itu Arman tertawa lepas. Ah, syukurlah..ini artinya Marina memang baik-baik saja. Betapa melegakan.
"Apa aku masih underlink-mu?" timpal Arman sambil melemparkan senyuman dan menarik kursi di sebelah Marina.
"Berapa lama kau sudah melakukan observasi terhadapku diam-diam, Man? Sungguh tidak sopan, kepada senior!" Marina bertanya dengan nada serupa teguran yang bertolak belakang dengan senyum yang manis mengembang di bibirnya.
"Mmmm...coba kuingat-ingat...Sejam?" tukasnya dengan wajah pura-pura berfikir mengikuti permainan yang sedang dilakonkan Marina.
"Eh, tapi tunggu dulu, sejak kapan kau jadi seniorku? Lagipula, usia kita cuma beda 7 tahun! Ingat itu! Lalu, satu lagi...koreksi, aku juga bukan lagi asistenmu ya. Apa ya lebih tepatnya?" sambil mengetuk-ngetukkan jemarinya dimeja, Arman memberi jeda lalu melanjutkan kalimatnya sambil menatap Marina," Calon suami?"
Demi mendengar itu, Marina semakin tersipu. Buru-buru dialihkannya pandangan matanya dari Arman.
"Itu masih belum pasti 'kan? Sampai misalnya... jelas juga siapa itu Larasati atau yang lain-lainnya yang mungkin aku tak tahu," tukas Marina. Lalu dia buru-buru melanjutkan,"Bukan berarti aku cemburu ya.. Itu bukan urusanku juga sih!"
Marina menutup album kenangan di laptopnya dan memnekan perintah shut down. Arman tersenyum tipis. Lihatlah, Marinanya sekarang belajar untuk cemburu. Ini lebih dari harapannya. Tadinya Arman ingin pelan-pelan saja menunjukkan pada Marina seperti apakah cinta yang dijaganya untuknya.
"Apa kau ingin mendapatkan penjelasan, Senior?" tanyanya. Marina terdiam.
"Katamu tadi, aku bukan seniormu. Dan...tak perlu! Itu urusanmu" Tapi meskipun berkata demikian, Marina memasang telinganya baik-baik. Arman menatap wanita dihadapannya dengan mesra dan senyum mengembang di bibir.
Note:1) Halo: efek cahaya bulan (yang tentu saja merupakan hasil dari meneruskan cahaya matahari) yang dipantulkan oleh kristal-kristal es sehingga membentuk seperti lingkaran di sekitar bulan.
![](https://img.wattpad.com/cover/151645047-288-k77658.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari di Sela-sela Cemara
RomanceTidak setiakah dia bila jatuh cinta lagi? Dua belas tahun lalu Marina meninggalkan Arman karena ada begitu banyak perbedaan diantara mereka. Tapi saat takdir mempertemukan mereka kembali, bolehkah kali ini Marina jujur pada perasaan pada perasaannya?