Marina bersyukur, akhirnya rumah kontrakannya siap dan dia bisa segera pindah. Selepas pertengkarannya denga Arman, hati dan pikirannya menjadi gaduh dengan beragam perasaan yang tidak dimengertinya sehingga Marina berfikir semakin cepat dia bisa menempati kontrakannya akan semakin baik bagi dirinya dan Rino. Bu Gani melepas mereka dengan penuh rasa kehilangan. Mungkin karena dia mulai terbiasa dengan celotehan Rino. Sudah puluhan tahun berlalu sejak rumah itu diramaikan oleh celotehan bocah, Arman yang telah hidup mandiri tidak jua terlihat tergerak untuk menikah dan memiliki anak-anak sendiri yang sangat diharapkan Bu Gani akan meramaikan rumahnya. Marina menghibur dengan berjanji akan sering-sering mengajak Rino berkunjung dan mempersilakan Bu Gani untuk datang ke kontrakannya.
Pada hari mereka pindahan, Bu Gani memperkenalkan Marina dengan Mak Nten yang bersedia membantu mengawasi dan menjaga Rino. Arman membantu membawa barang-barang Marina ke kontrakannya. Suasana agak kikuk tapi untunglah Arman hanya bicara secukupnya saja pada Marina dan begitu semua barang-barang Marina sudah berpindah ke kontrakan, secepat kilat itulah dia menghilang membuat Marina menitipkan ucapan terima kasih atas bantuannya selama pindahan kepada Bu Gani. Bagaimanapun, manner tetap harus dipegang teguh seburuk apapun hubungannya dengan Arman.
Pekerja yang membantunya rata-rata adalah buruh tani tamatan SD dan SMP dan diantara enam orang yang membantunya hanya Narto dan Mamat yang masih antusias untuk belajar. Walau begitu, Marina mengajari semuanya sama rata. Setelah dia mengenali karakter masing-masing pekerja dia membagi pekerjaan berdasarkan kemampuan dan ketertarikan maisng-masing. Pak Paijo, Pak Agus, Pak Bejo dan Pak Toni lebih menyukai pekerjaan kasar yang tidak menuntut mereka untuk berfikir jadi Marina mengajari mereka untuk mengambil contoh tanah, mengukur biomasa pohon, menghitung populasi pohon, dan mengkoleksi rayap. Narto dan Mamat mendapatkan pelatihan singkat tentang bagaimana cara menggunakan GPS, menandai plot-plot penelitian dan mencatat data apa saja yang mereka kumpulkan. Pelatihan singkat itu sudah mulai dari pagi hari di pendopo desa lalu mereka bersama-sama berangkat ke lahan untuk mencoba mempraktekkannya di lapangan. Sambil berjalan, Marina menanyakan siapa saja pemilik kebun-kebun kopi yang mereka lewati dan mencatatnya dalam log-book-nya. Lalu Narto dan Mamat bergantian mencoba merekam koordinat setiap kebun yang mereka lewati ke dalam GPS. Marina mencoba mencocokkan koordinat GPS yang sudah direkam Mamat dan Narto dengan peta yang sudah dipersiapkannya dari Surabaya. Pak Paijo senang bercanda dan memiliki banyak sekali pertanyaan-pertanyaan polos yang membuat teman-temannya tergelak-gelak atau mengomel karena merasa malu pertanyaan seaneh itu ditanyakannya pada Bu Peneliti.
"Bu Ina, orang perempuan disini ini bisa pegang uleg-uleg saja sudah hebat lo, Bu. Lha Bu Ina ini yang dipegang itu kothakan yang ada angka-angkanya itu. Buat apa to, Bu? Itu sekolahnya dimana?" Tanya pak Paijo saat mereka beristirahat sejenak di dekat batas lahan Perhutani dan kebun kopi milik masyarakat.
Pak Agus serta merta menimpali," Yo mesthi lama sekolahnya, Jo. Apa mbok pikir gampang sekolahnya itu. Coba lihat itu, gambar yang dipegang Bu Ina, berapa hari itu nggambarnya. Garisnya saja ruwet begitu. Iya 'to Bu Ina?" Pak Agus berkata sambil menunjuk peta kontur yang sedang diamati Marina.
Marina menahan diri untuk tidak tergelak-gelak membayangkan dirinya beberapa malam tidak tidur demi menggambar garis demi garis dipeta kontur. Tapi Marina mau tak mau tersenyum. Bukan karena meremehkan pertanyaan itu tapi karena kepolosan mereka merupakan penghiburan tersendiri baginya. Di kota, semua orang selalu berfikir dahulu sebelum bertanya. Kata-katanya diatur sedemikian rupa. Respon yang akan ditanya juga mungkin sudah dianalisa terlebih dahulu hingga pada suatu titik terasa dibuat-buat. Tapi teman-teman barunya ini, menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya dengan begitu lugas. Tidak ada tendensi untuk bermaksud merendahkan atau mencela tapi memang karena keingin tahuan.
"Sekolahnya ya di sekolah yang mengajarkan tentang ini, Pak. Boleh dibilang ini hal yang jadi kesukaan saya. Di sekolah diajari bagaiman membuat peta seperti ini. Menggambar peta ini bisa dengan program di komputer, Pak. Ada satelit, pesawat ruang angkasa, yang dipasangi kamera dan bisa untuk memotret apa saja yang ada di bumi setiap hari. Gambarnya kita cetak lalu diolah di komputer, jadinya seperti ini yang dilihat sama Bapak-bapak ini," Marina mencoba menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari di Sela-sela Cemara
RomanceTidak setiakah dia bila jatuh cinta lagi? Dua belas tahun lalu Marina meninggalkan Arman karena ada begitu banyak perbedaan diantara mereka. Tapi saat takdir mempertemukan mereka kembali, bolehkah kali ini Marina jujur pada perasaan pada perasaannya?