❝ Hah? Gimana? ❞

1.3K 273 47
                                    

Lalisa dan Daniel berjalan beriringan, sengaja jalan pelan-pelan supaya makin lama juga sampai rumahnya. Tidak banyak yang mereka bicarakan, hanya sesekali bertanya soal keluarga dan Lalisa bercerita kalau ia sudah tidak memiliki ibu.

"Jadi selama ini kamu yang ngurus semua keperluan papa sama adik kamu?" tanya Daniel.

Lalisa menggeleng, "Nggak. Papa, Samuel sama Lucas mandiri. Mereka nggak mau ngebebanin aku dengan segala keperluan mereka. Jadi di rumah kita bagi-bagi tugas, mulai dari nyetrika, masak, nyuci, nyapu, ngepel, nyiram bunga, nyuci piring, semuanya di bagi rata. Tapi khusus masak itu bagian aku, kalau si kembar atau papa disuruh masak yang ada dapur malah kebakaran. Mereka megang pisau aja terbalik, yang tajamnya diatas," jelas Lalisa sambil geleng-geleng kepala.

"Kamu juga udah biasa dong liat si kembar adu argumen? Apalagi Lucas, tuh anak tengil banget," ujar Daniel lagi sambil menatap jalanan yang dipijaknya.

"Iyalah. Lucas emang begitu anaknya, tapi dia itu pengertian. Sama banget kaya Samuel, perhatian walaupun rada cuek," jawab Lalisa lagi tanpa menatap Daniel. Ia tersenyum tipis membayangkan kedua adik kembarnya.

"Oh iya, kamu waktu itu pernah bilang kalau Papa mu itu galak. Galaknya kaya gimana sih?" tanya Daniel lagi. Kali ini dia melirik Lalisa yang berjalan di sampingnya.

"Hm... Sebenarnya Papa itu nggak galak. Papa itu mukanya doang yang jutek, tapi sebenarnya dia itu baiiiiiiik banget. Dia nggak pernah marahin aku ataupun si kembar, Niel. Kamu percaya nggak? Cowok-cowok yang ngedeketin aku tuh takut karena Papa nanyain soal agama, alasan tertarik sama aku, apa yang mereka punya buat ngehidupin aku seandainya nanti aku bener-bener dinikahin sama cowok itu. Banyak dari mereka yang nggak bisa jawab di pertanyaan ketiga," jawab Lalisa seraya tersenyum miris. "Padahal aku sendiri belum mau serius nikah, tapi Papa maunya aku langsung nikah. Jadi itu kenapa Papa ku selalu mencecar cowok-cowok yang datang ke rumah buat kenalan sama Papa ku," lanjut Lalisa.

Daniel mengangguk, akhirnya ia paham kenapa Lalisa bicara seperti itu tempo hari, "Semua orang tua itu pengen yang terbaik buat anaknya, Lis. Jadi ya wajar kalau papa mu kaya gitu. Apalagi kamu perempuan satu-satunya," balas Daniel.

Lalisa menoleh ke arah Daniel, "Seandainya kamu berhadapan sama Papa dan Papa nanyain kamu 3 pertanyaan itu, apa yang akan kamu jawab?" tanya Lalisa.

Daniel cukup terkejut dengan pertanyaan Lalisa. Jujur saja dia belum siap untuk bertemu dengan Papanya Lalisa dan si kembar walaupun dari segi finansial dia sudah cukup mapan. Kenapa? Daniel lulusan D3 dan sekarang dia sudah bekerja di sebuah perusahaan luar dengan posisi yang cukup tinggi.

"Apa aku harus omongin semuanya di depan kamu, Lis?" tanya Daniel balik.

Lalisa menunduk lalu menggeleng, "Kalau kamu nggak mau juga gapapa sih, aku cuma nanya aja," jawab Lalisa.

Tak terasa mereka sudah sampai di depan rumah Pak RW alias rumahnya Lalisa dan si kembar.

"Niel, aku pamit ya. Kamu hati-hati di jalan," pamit Lalisa dengan senyum yang mengembang.

"Iyㅡ"

"Lisa, temannya nggak diajak masuk dulu ke dalam?"

JENG!
JENG!
JENG!
JENG!

Wah ternyata ada Pak RW lagi berdiri di teras rumah. Daniel mendadak deg-degan dan keringat dingin sudah membanjiri wajahnya. Lalisa belum berbalik untuk menatap Papanya hanya bisa meringis lalu memberikan tatapan memohon pada Daniel.

"Niel, maaf ya. Aku nggak tau kalau jadinya bakalan kaya gini," cicit Lalisa.

Daniel menggeleng seraya tersenyum, "Gapapa Lis. Tuh samperin dulu papa mu, dia kan barusan manggil," titah Daniel sambil menunjuk Jiyong yang berdiri di teras rumah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

17's Ramadhan Mission [2.0] 🌠 SVT ft  Daniel-Lisa [Discontinue]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang