Seoul
12.00 AMAkhir-akhir ini banyak terjadi kecelakaan lalu lintas. Berita utama di beberapa situs online membahas tentang kecelakaan yang terjadi di berbagai kota di Korea Selatan, termasuk Seoul. Banyaknya kerusakan yang terjadi membuatku khawatir.
Aku menguap untuk yang keempat kalinya. Kupikir karena bosan membaca kata 'kecelakaan' dimana-mana, melainkan karena sudah tengah malam.
Aku menguap lagi untuk yang kelima kalinya.
Sesaat gelap, lalu ada cahaya muncul tepat di depanku. Aku melihat ke sekitar dan mendapati diriku duduk sendirian di kursi di tengah ruangan kosong. Ini bukan kamarku.
Kemudian cahaya di depanku itu menghilang, ditutupi oleh sebuah punggung yang entah datangnya dari mana. Ia menolehkan kepalanya sebesar enam puluh derajat. Aku hanya bisa melihat hidungnya dan senyumnya yang samar-samar. Hanya dua detik ia tersenyum sebelum ekspresinya berubah.
"Jangan lupa tugasmu, Chittaphon. Atau hidupmu tidak akan lama lagi!"
Lelaki itu menghilang. Begitu saja.
Cahaya kembali bersinar ke arahku. Lalu perlahan-lahan mengarah ke samping, ke seluruh ruangan. Menampakkan banyak orang berjubah hitam yang mengelilingiku.
"Kami sudah
memperingatkanmu
Chittaphon."
Aku merasa ditarik. Begitu cepat dan kasar. Hingga aku terjatuh dengan wajahku yang mendarat lebih dulu.
Aku terkejut ketika sesuatu menimpa wajahku. Rupanya ponsel dengan layar yang masih menyala dan jam yang menunjukkan pukul 12.02 AM.
Apa tadi aku bermimpi?
=•=•=•=•=•=
Jam menunjukkan pukul 06.28 ketika segalanya sudah siap. Aku keluar kamar, lalu turun ke lantai bawah.
Aku pamit ke mama yang sedang memotong daun bawang di depan televisi. Matanya bolak-balik melihat pisau dan televisi.
"Hati-hati, Ten. Lagi banyak kecelakaan."
Aku tidak menjawab dan bergegas memakai sepatu. Sambil berjalan ke luar rumah, aku menghubungi Johnny. Semoga dia sudah bangun.
"Dimana?"
"Di rumah. Kenapa?"
"Gue mau ketemu lo. Penting."
"Ngapain?"
"Semalem gue mimpi. Beda dari biasanya."
"Tiga puluh menit lagi lo kerja, kan? Emang keburu?"
"Tenang, John."
Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai ke rumahnya. Aku menekan tombol bel yang ada di samping pagar. Tak lama kemudian si pemilik rumah datang terburu-buru. Johnny membuka pagar, menampakkan dirinya yang hanya memakai kaos oblong dan celana boxer.
Aku masuk sebelum Johnny mempersilahkan, lalu duduk di kursi teras. Sementara Johnny masuk ke rumahnya dan muncul lagi membawa segelas air. Ia meletakkannya di meja di antara kami.
"Kasian orang jauh. Pasti capek."
Alih-alih menjawab, aku malah memejamkan mataku dan mengetuk-ngetukkan jari telunjuk di lengan kursi. Berusaha mengingat mimpi semalam.
"Gue mimpi dikasih ancaman," kataku dengan helaan nafas yang keras. "Dia bilang jangan lupa tugas gue. Gue nggak lupa, cuma..."
"Lo dikasih waktu berapa hari?" Potong Johnny. Aku agak bingung dengan pertanyaannya yang tiba-tiba. Waktu apa?
Seperti membaca pikiranku, Johnny memperjelas pertanyaannya. "I mean your mission, Ten."
"Ooh... tiga hari."
Johnny mengerutkan dahinya. "Kok lama? Biasanya sehari doang."
"Misi gue gak terlalu jelas dan gak cuma satu."
Johnny mengangguk mengerti. "Sekarang hari ke berapa?"
"Terakhir..."
"Ten, what the...?!" Dia lumayan kaget mendengar jawabanku.
Aku minum segelas air yang diberikan Johnny dalam sekali teguk. Tiba-tiba merasa khawatir tidak bisa menyelesaikan tugas yang diberikan karna waktuku tidak cukup. Apa sesuatu benar-benar akan terjadi?
Johnny agak mencondongkan badannya. "Mereka cuma ngingetin lo. Emang suka lebay biar kita jadi takut," katanya sambil menepuk pundakku berkali-kali. "Makanya buruan selesaiin tugas lo."
Ya, mungkin mereka hanya mengingatkan. Tidak ada sesuatu buruk yang akan terjadi. Selama ini selalu begitu.
Aku merasa sedikit lega.
Setelah itu, topik pembicaraan kuganti. Tidak sampai lima menit kami berbincang karena jam sudah menunjukan pukul 06.53. Aku berdiri dari tempat duduk, mengucapkan terima kasih ke Johnny, lalu pamit pergi ke tempat kerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Hero | [Ten NCT]
FanfictionAku yakin di antara kalian ada yang menyukai tokoh superheroes. Berharap mereka benar-benar ada dan menolongmu, bukan sekedar fiksi belaka. Well, apa aku boleh memberitahu manusia biasa sepertimu? Kami memang ada, superheroes itu sungguhan. Kami ada...