Final

7.9K 561 42
                                    

Mereka masih berlari, dengan sesekali saling melempar umpatan dan makian. Naruto yang berjalan cepat, dan Hinata yang mengeluhkan langkah lebar Naruto. Lebih baik aku menonton dorama paling menyedihkan seluruh negeri, daripada berlari bersama si maniak cat ini! umpat Hinata dalam hati. Entah sudah beberapa kali dia mendengkus dengan begitu sebal.

Naruto menelisik dengan mata memicing ke arah depan, saat dilihatnya sebuah goa di ujung pandangan. "Ayo, kita ke goa itu!" ujarnya. Dia berlari sedikit kencang, meninggalkan Hinata yang menatap nyalang tak percaya.

Demi celana dalam Zeus! Dia memaksaku berlari dengan kaki telanjang, dan sekarang dia berlari meninggalkanku?! Si maniak cat itu sebenarnya ingin kuburan atau neraka?!

Hinata susah payah berlari, sambil sesekali meringis nyeri saat dirasa telapak kakinya menginjak bebatuan yang sedikit runcing. Sedikit terengah-engah, Hinata memasuki goa yang dimaksud si maniak cat itu.

Naruto terlihat mengumpulkan ranting kayu yang ada di sana. Mengumpulkannya di satu tempat dengan menumpuknya. Naruto menatap datar Hinata. "Cepat bantu! Jangan seperti boss!" titahnya.

Hinata mendengkus, "Seharusnya dia sadar diri, dia yang selalu seperti bos." Gerutunya.

Hinata dengan kesal tetap membantu Naruto mengumpulkan ranting. Matanya mengerjap saat dirasanya sebuah hal mengganjal di pikirannya. "Naruto- kun." Panggilnya.

Naruto hanya bergumam sebagai respons, sedangkan perhatiannya tetap mengumpulkan ranting.

"Bukankah jika kita menyalakan api, itu akan mempermudah musuh melacak kita?"

Naruto terhenti kegiatannya, dia sedikit termenung dengan ucapan Hinata. Memang benar, tapi mau bagaimana lagi? Hari sudah mulai gelap, dan begundal itu pasti masih mencari mereka. Namun, rasanya itu tidak mungkin diteruskan pencarian, karena akan menyulitkan pergerakan mereka.

Terlebih keadaan Hinata sekarang. Meski Naruto alergi terhadap wanita, dia tentu tidak bodoh dengan membiarkan seorang wanita kedinginan. Naruto melirik jubah yang dikenakannya sekarang. Jubah kusam yang sekarang sedikit membuatnya gatal itu, lalu melirik sekilas penampilan Hinata.

Andai saja cardigan tadi tidak kulempar ke Haruno, sial! rutuknya dalam hati.

Memilih tidak peduli, Naruto berjongkok di depan tumpukan ranting yang sudah dikumpulkannya. Lalu dia menggesekkan satu ranting dengan sebuah bilah kayu yang sedikit lebar. Sumbu api terlihat, membuat Naruto segera memberikan beberapa daun kering ke arah sumbu, dan perlahan meniupnya.

Setelah api sedikit membesar, dengan perlahan Naruto meletakkan beberapa ranting dan daun kering ke arah api.

Hinata terpana melihat betapa mudahnya Naruto membuat api unggun. Wah! Mudah sekali kelihatannya!

"Hei bodoh! Jangan melamun, aku tidak mau mati saat kau kesurupan!"

Hinata tersentak, lalu menatap kesal ke arah naruto. "Aku tidak kesurupan, Bodoh!"

"Kau mengataiku bodoh?!"

"Iya!"

"Kau yang bodoh!"

"Terbalik!"

"Kau bodoh!"

"Kau!"

"Kubilang kau yang bodoh!"

"Anda seharusnya membawa cermin!"

"Kau yang bercermin!"

"Aku sudah cantik!"

"Iya kau cantik!"

Mereka terdiam, saling menatap tidak percaya. Naruto menganga, tidak percaya dengan apa yang baru diucapkannya. Begitupula Hinata, mereka tidak percaya dengan apa yang baru saja terdengar dan terucap.

Mr. Sneeze ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang