CHAPTER 3 - BUNGA YANG TAK PERNAH LAYU

51 41 3
                                    


Rose sudah mati, ia terkutuk oleh sihir.

"Tidak, tidak, ini tidak benar. Apa yang telah aku lakukan?" Profesor Kito bingung melihat semua orang di rumahnya tergeletak di tanah. Pikirannya bercampur aduk ia tak tahu lagi mesti mengadu ke siapa.

Danu mati di tangan istrinya sendiri, namun berkat pertolongan Profesor Kito yang diam-diam mempunyai kemampuan sihir, Danu bangkit kembali. Sungguh ini di luar nalar namun ini benar-benar terjadi. Danu bangkit lagi.

Jangan tanyakan tentang Robert, tentu saja dia juga mati. Mati dengan cara "moksa" yang berarti hilang tanpa jejak, namun kini jiwa Robert sudah bersatu dengan Danu. Danu tetaplah Danu, dia tetap manusia. Namun dengan adanya jiwa Robert di dalamnya Danu bisa hidup bertahun-tahun lamanya.

Robert lahir antara ayah dan ibu yang berbeda dunia. Berbicara tentang pandangan pun berbeda, Robert tidak bisa disebut drakula juga tak bisa disebut manusia. Hingga sebenarnya kelahirannya pun sama sekali tidak diharapkan oleh manusia-manusia pemburu drakula saat itu. Kemampuan makhluk langkah seperti Robert sungguh tak ada tandingannya. Bahkan jika Robert tidak mati dan selamat untuk hidup kembali, ia bisa saja menjadi makhluk abadi dan ia akan mati karena keinginannya sendiri.

Di tahun yang sama sekelompok pemburu gabungan Indo-China memasuki wilayah Jepang untuk memburu drakula-drakula Jawa yang begitu banyak melarikan diri ke Jepang. Pemburu tersebut berjumlah ratusan orang, tidak ada bedanya pemburu wanita dan pria, mereka semua bergabung membentuk unit khusus. Pemburu Indo-China ini mempunyai julukan "Matahari Merah" mereka disegani oleh pasukan-pasukan khusus di dunia. Karena kemampuan mereka untuk menumpas kejahatan makhluk penganggu seperti drakula yang saat itu sungguh merajalela dan memberontak di dunia. Drakula menyebar luas di Asia Tenggara, sehingga banyak orang Eropa, Afrika, Amerika, takut untuk berlayar ke Asia Tenggara lagi. Sungguh mengerikan situasi dunia saat itu.

*******

"Aku dimana?" Danu sadar, wajahnya terlihat lebih muda dan segar seperti bujangan berusia dua puluh tahunan.

"Kamu di rumahku?" jawab Profesor Kito.

"Lalu, ini siapa? Siapa wanita ini?" Danu memandangi wajah Rose yang telah mati, tubuhnya yang penuh darah membuat Danu kecanduan ingin mencari tahu sebenarnya apa yang terjadi. Setelah tubuhnya berhenti beberapa jam kenangan dalam otaknya pun ada beberapa yang berhenti dan benar-benar terhapus.

"Inilah reaksinya, sungguh ajaib. Benar-benar hidup," Profesor Kito berbicara lirih melihat tingkah Danu mengendus-endus tubuh Rose. "Apa kamu ingin makan bangkai?" tambahnya, hingga Danu kaget dan segera menoleh ke arahnya lagi.

"Aku tidak suka bangkai ini," menggeleng-gelengkan kepalanya dan segera berdiri.

"Sungguh? Baiklah aku akan membuang bangkai ini."

"Ya, buanglah saja!"

Tanpa basa-basi Profesor Kito menarik tubuh Rose yang sudah tak bernyawa tersebut ke belakang rumah, ia mencoba menguburnya namun teringat oleh tugas membuat mesin waktu ia berencana untuk mengundurkan niatnya untuk mengubur Rose terlebih dahulu.

"Sudah aku tempatkan di belakang rumah, belum aku kubur. Mungkin besok, kamu masih ingat tentang mesin waktu?"

"Masih, bukuku masih ada kan? Tapi aku ingin melihat bangkai tadi sebentar, jangan kerja dulu tunggu aku."

"Ah, baiklah semoga kau tidak kecewa melihatnya." menunggu di ruang tamu untuk segera bekerja.

Jahat memang, seorang suami sama sekali tak mengenali istrinya sendiri. Bahkan ketika dalam keadaan hidup kembali di otaknya hanya penuh oleh ambisi mesin waktu. Sifat kepolosan seperti anak muda berumur tujuh belas tahun membuatnya terlihat begitu lumpuh dalam memandang suatu yang baru. Memang setengah otak Danu telah dicuci oleh sihir, itu sungguh merugikan sebuah pihak. Karena kenangan bukanlah hal yang harus dibuang.

Danu melangkah cepat melihat Rose.

"Wajahnya tidak asing," berpikir keras untuk mengingat namun ia tak bisa. "Tapi siapa? Aku tidak bisa mengingatnya, lantas kenapa ia mati?" bertanya keras pada dirinya sendiri.

"Bagaimana menurutmu?" Profesor Kito datang dari belakang dengan tersenyum penuh dosa.

"Kenapa anda senyum-senyum seperti itu?"

"Aku bangga pada diriku Robert!"

"Hah? Robert? Siapa itu? Namaku Danu!" mengelak dan tak suka dipanggil nama lain.

"Sekarang kamu Robert!"

Danu bingung sekali, ia jatuh ke tanah karena terus berpikir untuk mengingat. Kepalanya seperti di pukul oleh seribu palu atau bahkan lebih. Danu memohon ampun kepada siapapun yang berada disitu ia tak ingin di siksa dengan cara seperti ini. Ingatannya kini sudah rusak, hanya pecahan-pecahan memori kecil yang masih tertinggal.

Profesor Kito kuwalahan menghadapi Danu yang tersiksa oleh sihir yang ia ciptakan, ia segera pergi ke kamarnya dan segera mengambil bunga alamanda warna merah untuk diberikannya pada Danu. Bunga itu juga terbentuk oleh sihir, bunga itu dipercaya untuk mengobati semua jenis penyakit. Karena sudah tercampur oleh kekuatan sihir bunga itu tak bisa layu, tak bisa mati, bahkan jika di rusak pun bunga itu akan kembali utuh dan tumbuh kembali.

Danu memakan dengan lahap bunga itu hingga rasa sakitnya hilang, ia juga menyarankan bahwa perempuan di sampingnya yaitu Rose harus juga memakannya. Ia mempunyai banyak pertanyaan pada Rose. Namun Profesor Kito tak memberi izin.

Dan berkat bujukan-bujukan Danu yang membuatnya lebih yakin. Ia akan melakukan segala hal yang ia mau demi menolong Rose. Bahkan ia mau disebut dengan nama lain. Robert-

Bagaimana nasib Rose?

tbc.

ROBERT : THE CHILD OF DRACULA (HIATUS SEMENTARA) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang