iseng

4 0 0
                                    

Hanya perlu satu jam untuk Reno sampai di depan rumah mewah bersama Flora yang duduk di sampingnya. Reno keluar setelah mobilnya terparkir dengan sempurna di pelataran rumah Salsa.

"Ini rumah Salsa?" tanya Flora. Konyol, bahkan Flora tidak habis pikir kenapa ia bertanya.

Reno menggiringnya masuk ke dalam rumah yang langsung disambut baik oleh pembantu rumah tangga di sana.

"Tante dimana, Mbak? " tanya Reno.

"Di dapur, Den. Disuruh ke sana aja."

Reno mengagguk, lalu masuk lebih dalam dengan Flora membuntuti dari belakang. Sampai dimana mata Flora tanpa sengaja menemukan Salsa duduk di ayunan taman belakang.

Salsa duduk dengan tenang. Rambut panjangnya tidak lagi terikat.Kedua telinganya disumpali oleh headset sementara matanya terfokus pada buku yang ia pegang.

Flora menepuk bahu Reno. Cowok itu langsung menoleh. "Gue nyamperin Salsa aja, ya?"

"Yaudah."

Dari pada membuntuti Reno terus-terusan, bukankah lebih baik Flora menemui Salsa dan membiarkan Reno dengan urusannya.

Salsa mendongak dari buku ketika Flora mendekat. Raut wajahnya berubah menjadi lebih sumringah.

Flora duduk di ayunan samping Salsa. "Ngapain?" tanya Flora.

Salsa segera menutup novelnya. Menyimpannya dalam pangkuan lalu membenarkan letak kaca matanya. Ah iya, Flora sempat tidak menyadari kalau Salsa yang di rumah itu berkaca mata.

"Lagi gabut aja."

"Dengerin apa sih?"

Salsa melepaskan headset lalu mengulurkannya pada Flora. "Mau denger nggak?"

Alat pendengar itu hanya bertahan lima detik ditelinga Flora karena ia langsung menggeleng setelah mendengar bahasa asing dari sana. Entah itu bahasa Kore atau pun Cina, Flora tidak ingin tahu.

"Tuh cewek tadi pagi temen kelas lo, kan?"

Salsa berdehem sebelum menjawab,"Iya."

Keheranan Flora bertambah seketika itu. Bagaimana Salsa yang mengalah dibilang salah tadi pagi membuatnya tidak nyaman.

"Jangan bilang lo ditindas sama tuh cewek? "

Salsa tidak tahu akan bereaksi seperti apa, ia memilih untuk mengalihkan pandangannya dari Flora.

"Tuh cewek cabe kan hobinya emang ngebully orang." Flora menoleh ke Salsa. "Lo jadi salah satunya?"

Salsa mengagguk lalu munduk memandangi kuku jarinya.

"Kenapa?"

Salsa diam.

"Kenapa nggak lawan aja tuh cabe satu coba. Paling di pites dikit nangis, " ujar Flora berapi-api. Saking gregetnya, Flora mengepalkan kedua tanganya di depan wajah.

"Itu kalau Kak Flora. Kalau gue baru jambak aja udah bonyok duluan guenya."

"Berarti lo harus banyak-banyak latihan sama gue." Salsa menahan tawanya sambil mengagguk setuju. "Nggak usah ketawa, nggak lucu."

Ayunan yang Flora duduki bergerak kecil. Kakinya berjaga pada rumput. Sementara itu Salsa memerhatikannya dengan wajah yang lebih baik dari pada wajah yang pertama kali Flora temui saat berhadapan dengan dirinya.

"Makasih."

"Eh?" Flora menyerngit.

"Makasih tadi pagi udah nyeret gue. Jadi gue nggak perlu bersihin sepatu Anggi, bikin malu."

"Lo juga ngapain sih minta maaf segala tadi, jelas dia yang nabrak. "

"Nggak tahu," jawab Salsa sendu. "Mungkin bener kata Kak Flora, gue nggak punya cukup nyali buat ngelawan."

Menghentikan gerak ayunannya, Flora terdiam. Siap mendengar keluh kesah gadis di sampinya seandainya ia ingin berbagi keluh kesahnya.

"Gue nggak tahu salah gue dimana. Tiba-tiba mereka semua jauhin gue gitu aja." Salsa menghela nafas berlebihan. Flora tidak menyangka  Salsa mau mencurahkan semua masalahnya pada orang yang baru dekat dengannya.

"Gue nggak suka makan sendiri. Gue nggak terima selalu disalahin. Gue juga nggak suka dijauhin gitu aja." Bersamaan dengan itu, mata Salsa telah dilapisi dengan kaca bening yang siap jatuh.

"Emangnya kalau jadi anaknya komite bisa sewenang-wenang itu, ya?" Bulir bening jatuh dari mata Salsa.

Flora bertanya-tanya tentang satu hal yang sampai detik itu tidak juga menemukan jawabnya. Wajah Salsa tidak buruk, bahkan terbilang cantik dan tubuhnya yang proposional tidak mungkin membuanya ditindas seperti korban bullying pada umumnya. Kalau dilihat dari rumahnya saja Flora tahu keadaan ekonomi keluarga Salsa tidak buruk. Lalu apa?

"Ditindas sama menindas itu sih pilihan. Tinggal lo aja pilih yang mana," ujar Flora.

"Gue nggak pernah milih ditindas tapi apa yang terjadi sekarang?"

"Buktinya?" Flora menatapi Salsa lamat-lamat. "Bukan soal milih aja. Lo perlu bertindak buat buktiin pilihan lo." kemudian ia mulai berayun lagi dengan bebasnya.

"Gue bingung. Disemester lalu Anggi minta gue buat nggak jadi ranking satu. Di sisi lain Mama bakalan ngurung gue kalau gue nggak jadi yang terbaik."

"Kenapa Anggi ngelarang? "

"Dia anak komite. Akan jadi aib kalau dia nggak jadi yang terbaik di sekolah dan sayangnya gue juga kena apesnya karena gue lebih takut murkanya Mama."

"Gue nggak tahu kalau jadi pintar juga kesalahan," kata Flora. "Terus kenapa lo nggak punya teman?"

"Anggi ngancem mereka."

Salsa ikut menggerakan ayunannya. Menghela nafas lelah ia memejamkan mata.

"Jangan kayak orang yang paling sengsara di dunia deh. Sikap lo bikin gue mules."

Obrolan mereka mengalir begitu saja. Entah apa yang terakhir kali mereka mengobrol, tahu-tahu Flora sudah berada di depan pintu kamar Salsa.

Flora akan menduga kalau isi kamarnya tidak lain berdominan buku yang disusun rapi mengingat Salsa pintar atau paling tidak kamar bersih dengan barang minimalis tetapi rapi. Tapi ia dibuat terkejut ketika pintu di depannya mulai di dorong membuka.

"Gila," gumam Flora dengan mata terbelalak.

Kamar bernuansa warna pastel dengan berbagai barang yang mencengangkan. Poster tujuh orang dengan warna rambut berbeda-beda tengah tersenyum. Dipojok ruangan sebuah poster luar biasa besar terpampang nyata sembilan orang yang menjulang tinggi.

Semua dinding kamar Salsa hampir dipenuhi dengan poster-poster cowok berkulit putih yang Flora bahkan tidak bisa membedakannya. Belum lagi lemari kaca yang penuh dengan album dari berbagai boyband Korea.

Jauh lebih parah dari kamarnya Vina, lebih parah dari Mamanya yang suka dengan Lee Min Ho dan lebih parah dari neneknya yang tergila-gila dengan drama India.

INI SIH NAMANYA GILA!!

"Kenapa, Kak? "

Flora mengerjap, mengatupkan mulutnya yang terbuka lalu menggeleng. Masih menelusuri setiap inci kamar Salsa, ia ditarik masuk ke dalam.

"Keren nggak gue? Perlu dua tahun buat ngumpulin semua."

Apa Salsa adalah fangirl garis keras yang saking cintanya?

INI GILA!

Flora mengagguk. Tidak mungkin ia akan merusak kebahagiaan Salsa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 27, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

InvidiousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang