🌸Setitik air jatuh membuat Jaehyun tersadar dari semunya mimpi. Manik yang perlahan muncul dari balik kelopak mata mencerna apa yang ada di hadapannya sekarang. Wajah itu familiar, dengan handuk menggantung bebas di leher dan helai hitam basah yang menjuntai hampir mengenai wajah. Menghela nafas, lalu Jaehyun memposisikan diri untuk duduk dan bersandar di dinding putih. Menatap pemuda bermata bulat yang duduk berhadapan dengannya.
"Kau membasahi kasurku."
"Aku berusaha mengeringkannya tapi tidak bisa."
Jawaban terlontar dari mulut Doyoung dengan ringan, tak peduli jika Jaehyun akan marah padanya nanti. Handuk di leher kini sudah berada di tangan Jaehyun. Tanpa banyak mengeluarkan kata, tangan Jaehyun bergerak menggusak helai hitam itu, mengeringkannya perlahan.
Melupakan fakta kalau malam kemarin adalah pertemuan pertama mereka, entah kenapa mereka terlihat begitu dekat sampai harus tidur di kasur yang sama. Jaehyun ingat betul kalau kemarin malam dia sama sekali tidak mabuk dan membiarkan Doyoung masuk ke kamarnya tanpa rasa curiga. Doyoung sendiri juga sangat sadar ketika melingkarkan tangan, melesakkan wajah di dada Jaehyun, menghirup aroma ketenangan di sana hingga dia pulas tertidur.
Padahal Jaehyun paling tidak suka jika ada orang yang masuk ke dalam kamar yang bahkan hampir tidak ada isinya itu. Bahkan Johnny tidak pernah dia izinkan untuk menerobos teritorinya yang satu itu. Sebenarnya, semua barang berharga dia letakkan di ruang kerja bersama grand piano dan alat musik lainnya. Dia hanya tidak ingin ada yang melihat bagaimana kacaunya kamar yang hanya berisi kasur bersprei putih dan lemari kecil di sudut ruangan itu.
"Si nos amas, serva nos?"
Mata Doyoung terlalu tajam hingga dia bisa melihat coretan arang yang hampir tak bisa terbaca di dinding yang berjarak tiga meter darinya. Tulisan tebal namun berukuran kecil itu sepertinya mustahil sekali dilihat oleh orang lain, tapi tidak untuk Doyoung. Dia bisa melihatnya, jelas sekali.
"Bahasa Portugis?"
"Kau tahu?"
Anggukan menjadi jawaban dari pertanyaan Jaehyun. Kaki pemuda itu beranjak turun dan melangkah mendekati tulisan itu. Jemari panjang dan lentiknya digunakan untuk mengusap pelan coretan yang tak mungkin lagi bisa dihapus itu. "Tidak dengan artinya. Apa ini?"
"Kalau Kau menyayangi kami, maka tolong kami," jawab Jaehyun.
Sudut bibir naik bersama dengus kecil, Doyoung tertawa hambar dan menatap tulisan itu lamat-lamat sebelum dia berbalik dan menghampiri Jaehyun yang masih setia duduk di kasurnya.
"Siapa yang menolong siapa," gumamnya. "Ngomong-ngomong, aku lapar."
Jam yang menunjukkan pukul sepuluh lebih tiga puluh menit di atas nakas tertangkap oleh mata. Tak dipungkiri kalau perutnya juga terasa lapar sekarang. Sejak tadi malam dia sama sekali belum menyetuh makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔E・phe・me・ral 🌸 JaeDo
Nouvelles「FINISH」 Dengan seutas tali yang menggantung di antara rimbun dedaunan, mereka terhubung dalam sebuah kisah cinta. Yang kekal dalam hitung detik waktu. "Kali ini kumohon padamu. Biarkan aku pergi dengan tenang." a JaeDo Fanfiction