A - D | 01 - [Hello]

9.9K 786 54
                                    

Hari kedua MPLS, jadwalnya PBB. Udah ada tiga jam lebih Ava kena jemur di bawah terik matahari. Wajahnya memerah nggak kuat panas. Bibir Ava juga sudah pucat, tadi pagi dia nggak sempat sarapan soalnya udah telat. Kalau mau jujur, kepala sama perutnya udah sakit dari tadi, maagnya kambuh.

Dia udah berniat untuk mundur dari tadi, tapi seniornya rese parah. Kalau ada satu anak yang mundur, teman satu kelompoknya kena push up sepuluh kali. Mana daritadi marah-marah mulu, udah kayak sekolah militer.

Tapi sumpah deh, Ava udah nggak kuat. Dia hampir aja jatuh ke tanah kalau cowok sebelah dia nggak sigap nangkap tubuhnya. Ava masih sadar, cuman kalau buat buka mata kepalanya pusing banget. Dia bisa denger kalau cowok itu manggil nama dia sambil nepuk pelan pipinya. Beberapa senior juga kelihatan panik soalnya selain hampir pingsan Ava ternyata juga mimisan.

Tubuhnya kemudian terasa melayang. Seseorang pasti menggotong tubuhnya. Nggak tahu siapa, mungkin anak PMR. Begitu sampai di pos kesehatan, Ava memaksakan diri untuk membuka matanya. Wajah-wajah anak PMR yang panik serta beberapa senior yang jadi penanggungjawab kelompoknya, langsung menyambut Ava.

"Lo nggak apa-apa dek?" pandangannya kabur. Kepalanya makin pening, senior itu memberinya tisu untuk menyeka darah di hidungnya. Setelah itu dia kemudian berteriak, "Woi teh angetnya mana?! Lama banget?!!!!"

"Sabaaaar, ini lagi dibikinin anjeeng!!!" seseorang membalas dengan berteriak juga. Pandangan Ava perlahan mulai bersih, walau kepala dan perutnya masih sama sakitnya. Penanggungjawab yang bersamanya ternyata perempuan, kalau nggak salah namanya Kak Lindu.

"Kak Lin, aku boleh minta obat maag nggak? Perutku sakit." sambil berusaha menghentikan mimisannya, Ava berkata lirih. Rasanya panas terus nyeri, Ava juga ngerasa mual banget. Aduh andai dia nggak bangun kesiangan tadi pagi.

"Eh iya dek, bentar ya." Lindu berkata dengan lembut. Dia kemudian mencari anak PMR yang berjaga di ruangan, walau gitu senior Ava itu tetap aja berteriak.

"Heh obat maag dimana?! Ini anaknya maagnya kambuh, aelah kerja dong lo!" gaduh terdengar di telinga Ava. Derap langkah menggema bersahutan. Ada anak PMR yang dari nametagnya tertulis Adipati Samaratungga, datang sambil bawa satu gelas teh hangat. Nggak lama setelahnya, Lindu kembali dengan obat maag ditangannya.

Kepanikan yang melingkupi ruangan itu, berangsur-angsur reda setelah Ava akhirnya berhasil memulihkan tenaganya. Perempuan itu diberi makan nasi kotak milik panitia. Perutnya sudah membaik, walau kepalanya masih sedikit pusing. Diluar sana ternyata kegiatan PBB juga sudah dihentikan, denger-denger karena pembinanya marah besar begitu ada yang jatuh pingsan.

"Lo udah mendingan kan?" Mara, laki-laki yang tadi membuatkannya teh hangat muncul dari bangsal sebelah dan bertanya pada Ava. Lindu sedang keluar, sepertinya sedang ikut evaluasi OSIS.

"Iya kak udah." Ava menjawab pelan.

"Ya udah deh oke." membalas dengan cuek, Mara kemudian berkata lagi. "Nggak usah ikut kegiatan lagi, lo istirahat di sini aja. Udah diizinin sama si Mak Lampir."

"Oke kak, makasih." Ava tersenyum kecil, Mara nggak membalas senyumannya malah berbalik pergi. Sekarang Ava hanya bisa duduk bersandar dengan bosan di bangsalnya. Ajeng, sebagai satu-satunya orang yang dia kenal, pasti sekarang sedang melanjutkan kegiatan MPLS.

"Oh iya lupa!" Ava hampir jatuh dari bangsalnya saat tiba-tiba Mara membuka gorden pembatas. "Eh sorry."

"Hehe iya kak, nggak apa-apa." Ava menjawab sambil tersenyum canggung. Muka seniornnya itu juga terlihat tidak enak tapi kemudian dengan cepat berganti dengan ekspresi cuek bebeknya.

"Kalau lo butuh apa-apa, tinggal panggil gue atau petugas yang lain ya. Semuanya stand by kok. Jangan sungkan." Ava menganggukan kepalanya canggung. Kali ini Mara benar-benar menghilang. Menyisakan lengang yang mengisi kekosongan di bangsal Ava.

Perhatian Ava kemudian beralih pada ponselnya yang berada di atas nakas. Tangannya meraih ponsel itu. Dari notifikasi layarnya, ada beberapa missed call dari beberapa teman kelompoknya dan juga dari Ajeng. Grup kelompoknya juga ramai, Ava yakin kalau mereka sepertinya mencuri waktu untuk memainkan ponsel di tengah acara MPLS yang diadakan di aula itu.

Diajeng:
HEH ANJEEERT
ITU ELO YANG PINGSAN?
SERIUSAAAAN? ELO PINGSANNNN?!
masa sih?

Calvatia:
ya lo pikir aja masak gue pura-pura?

Diajeng:
alhamdullilah masih hidup, kirain udah lewat.

Calvatia:
anjeng

Diajeng:
hehehe
eh tapi thanks ya, kalau lo nggak pingsan gue mungkin masih kepanasan
lof yu bestie

Calvatia:
mengefak

Diajeng:
tunggu sepuluh menit lagi, gue nanti ke sana.

Calvatia:
lo mau pura-pura pingsan?

Diajeng:
.........
tolol

Sepuluh menit kemudian, Ava betulan melihat Ajeng memasuki ruang kesehatan. Tapi nggak dalam keadaan pingsan, cewek itu masuk sambil tersenyum lebar dengan totebag penuh makanan di tangannya.

"Hehe." Mata Ava menyipit melihat Ajeng yang tersenyum lebar sekali itu. Jam istirahat masih sekitar 30 menit lagi. Kemungkinan yang paling besar kenapa cewek itu bisa disini, adalah bolos. Tapi di luar sana ada Mara dan kakel panitia lainnya yang berjaga, gimana bisa?

"Lo kok nggak pingsan?" Ava bertanya heran.

"Hehe enggak dong."  Ajeng mengambil kursi yang berada di bangsal Ava kemudian mulai mengeluarkan semua makanan yang ada di dalam totebagnya. "Happy eating ya bestie."

"Hah?" Ava cluesless. Dia masih nggak ngerti kok Ajeng bisa bolos MPLS segampang itu? "Kok lo bisa bebas bolos sih?"

Lagi-lagi Ajeng hanya tersenyum lebar sambil terkekeh kecil. "Ada deh caranya."

"Seriusan anjeng. Kok bisa sih? Gue nggak paham." Ava menuntut sebuah jawaban. Otaknya nggak paham gimana cara kerja Ajeng pas bebas bolos ini.

"Hehe, ada temen gue yang bisa bantu bolos."

"Siapa? Gue kenal?"

"Kenal kok."

"Siapa?"

"Tunggu aja, bentar lagi palingan orangnya nongol." Ajeng berkata santai sambil membuka beberapa snack yang ada. Dia memaksa Ava untuk memakannya.

Kepala Ava dipenuhi oleh orang yang dimaksud Ajeng tadi. Kalau Ava kenal, berarti orang itu temen SDnya. Soalnya di kota ini Ava cuman kenal temen-temen sekelasnya pas dulu SD. Ava sudah bertanya pada Ajeng terus menerus, ingin menuntaskan rasa penasarannya. Tapi Ajeng nggak kunjung juga mau memberi jawaban, katanya tunggu aja, nanti pas istirahat katanya orangnya mau ke sini.

"Lo kok kepo banget sih, buset." Ajeng mengeluh.

"Lagian lo main rahasia-rahasian sama gue anjeng. Penasaran banget ini gue." Ava membalas sambil merengut. Ajeng hanya mendengus sebal tidak ada niatan untuk meladeni Ava.

"Ketemu." Tirai bangsal Ava disibak dari luar. Seseorang berdiri di depannya sambil tersenyum kecil. Matanya mengerling jahil sembari menatap Ava. "Halo Ava."

"Siapa?" Ava menolehkan kepalanya pada Ajeng. Ini temen Ajeng yang katanya punya power gede sampai dia bisa bolos itu?

"Jahatnya. Masa gue dilupain." Cowok ini aneh banget, Ava mengabaikannya dan memilih menatap Ajeng.

"Lo seriusan lupa?" Ajeng bertanya geli. Ava sudah merengut sebal.

"Ya udah deh gue kenalin diri lagi." Cowok itu meraih atensi Ava. Senyum jahilnya sedikit menggelitik. "Halo Ava, gue temen SD lo,"

Nama yang nggak pernah Ava duga bakalan dia temuin di kehidupan putih abunya ternyata muncul. Orang yang selama SD selalu aja mengganggu kesehariannya, orang yang sering bikin dia malu, juga orang yang pengen banget Ava pukul kepalanya, sekarang berdiri di depannya tanpa rasa malu.

Cowok ini, ternyata, si setan Romeo.

***

Kalian nungguin Darren? nanti ya chapter selanjutnya.

Sept 4th, 2021

HIM (Love Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang