Retak

4K 270 21
                                    

Seminggu sebelum keberangkatan ke Jepang untuk pemotretan.

"Pagi ini aku gak bisa nemenin kamu tanding basket," adalah kalimat pertama yang meluncur dari Yein tadi. Ia juga menambahkan saat Jungkook memandang dengan kening berkerut, seperti, "Ada yang mesti aku lakuin. Mendadak. Tapi nanti siang, kita ketemuan di cafe biasa, ajak yang lain juga. Gak masalahkan?"

"Engga. Gak juga." Sejenak terdiam, lawan bicaranya mengusap tengkuk sekali, membalas agak canggung, "Selesain aja urusanmu dulu."

"Jadiㅡ"

Jungkook mendadak memotong, "Sayang. Kamu marah, ya?"

Yein mendadak bungkam, meneguk salivanya susah payah sebelum kembali bersuara, "Enggak, ngapain mesti marah?"

"Hanya kepikiran. Aku rasa kamu keliatan beda aja berapa hari ini. Jadi, aku pikir kamuㅡ"

"Aku tahu," Yein menjeda sejenak. "Engga usah terlalu dipikirin, aku gak marah kok. Sekarang cepetan kamu pergi, pasti kamu udah ditunggu."

"Gak marah?"

"Enggak."

Jungkook diam. Sepasang iris itu mencari-cari keberananㅡ mencari pembuktian. Jika Yein tidak marah, kenapa sikapnya berubah dua hari ini. Mendadak ingin tidur sendiri, menolak jika diajak keluar, atau bahkan diberi perlakukan romantis oleh Jungkook. Dan sekarang tiba-tiba Yein datang ke kamarnya, mendadak bersikap aneh, dan sukses membuat pemuda itu jadi was-was.

Namun seolah menepis segala isi kepalanya, gadis itu mendadak mengulum senyum. Mendekatkan diri pada Jugkook, sebelum menenggelamkan wajahnya dalam dada bidang pria itu di sebuah pelukan. "Jangan cemas, semuanya pasti baik-baik aja," ujar Yein.

Jeon Jungkook balik membalas, menyesap semerbak bau harum yang menyeruak dari mahkota sang gadis. Mengecup kening itu berkali-kali sebelum melepaskan pelukan dengan hangat. "Gak mau diantar?" tawarnya, sarat akan makna bahwa ia tak mau berpisah dengan Jung Yein barang sedetik pun.

"Engga."

Jelas betul bahwa Yein tidak mau melibatkan Jungkook dalam urusannya, walaupun sebenarnya pria itu adalah penyebab semua ini bermula. Namun, entahlah, peringatan verbal yang diterimanya dua hari lalu benar-benar mengganggu. Jadi ketika sebuah pesan masuk dalam ponselnya, mengintrupsi tadi malam dengan bunyi kurang lebih begini; "Temui aku di cafe Woodys Dutys besok pukul 9 pagi, jika kau benar-benar ingin mengetahui sejauh apa hubunganku dengan Jungkook dulunya." Mau tidak mau Yein jadi penasaran, dengan emosi yang tak menentu.

Ia tidak mau membiarkan pemikirannya mencemooh Jungkook, tentang peringatan dua hari lalu dari mantan kekasih tunangannya itu. Jadi sekarang, waktunya mencari tahu jenis hubungan apa yang mereka jalani dulu, lalu mengonfirmasi dengan teman-teman Jungkook, atau bahkan Jungkook sendiri.

Aroma kopi yang baru diseduh, lantas terasa menggelitik, menari-nari di permukaan cangkir, melebur dengan udara sesaat setelah gadis itu menyesap sebagian dari isinya. Sepeninggal gadis itu dari apartemen, langkahnya terasa berat terlebih ketika makin dekat dengan cafe yang dimaksud. Yein mulai gelisah. Harus menunggu, ia pikir. Harus menunggu dan minta penjelasan sebanyak mungkin.

Hari ini. Sekarang. Dengan menggigit bibir bawah dan mengingat kejadian di salon dua hari lalu, hatinya berdegup gelisah. Sial. Sebetulnya kenapa Jungkook bisa jadi begitu intim dengan mantannya itu? Jelas mereka sudah putus, namun mengapa dua hari lalu mereka nampak baik-baik saja saat bertemu, bahkan pria itu tanpa sungkan mengecup singkat ketika gadis lebih tua itu menyodorkan pipi.

Namun perdebatan dalam benak gadis itu harus terhenti saat pintu cafe terbuka, seseorang muncul dari sana dan menemukannya dengan pandangan mengejek. Kim Soora berjalan dengan keangkuhan menyeruak, bibirnya merah merona menambah kesan seksi dari penampilan gadis itu. Sungguh berbanding terbalik dengan Yein yang menyukai tampilan feminim dan kekanakan.

Jadi ingin pergi saja.

"Yein," dia mengejak.

Yein mengerahkan seluruh kepercayaan diri, yang sedikit kabur karena kedatangan gadis yang lima tahun lebih tua darinya itu. Dia pikir darah sudah terkelupas dari wajah, tapi ia mengatur kedua alam bawah sadar dan dewi batinnya agar tampil tenang dan tak terusik sekeras yang dia bisa.

"Soora." Suaranya kecil, namun stabilㅡ meski mulutnya kering.

"Jadi dari mana aku mesti memulai kisahku dengan Jungkook?" Mata hazelnya dingin menusuk menatap penuh kebencian pada Yein.

"Sebenarnya apa yang kau inginkan dari menceritakan semua itu padaku?"

Dia melengkungkan alis. Yein pikir gadis itu terkesan oleh sikap tak suka basa-basinya.

"Aku tak pernah memikirkanmu akan jadi saingan yang pantas Yein. Jelas betul Jungkook belum melakukan apa pun yang dulu pernah kami lakukan."

"Aku bahkan tak pernah memikirkanmu." Yein berbohong, dengan dingin. Dia pikir, Jungkook akan bangga jika mendengar perkataannya. "Sekarang aku permisi, aku hanya buang-buang waktu mendengarkan perkataanmu saat ini."

"Tidak begitu cepat, Nona," desisnya. "Apa yang kau pikir kau lakukan, setuju untuk menikahi Jungkook? Jika satu menit kau berpikir bisa membahagiakannya kau jelas salah."

"Apa yang aku setujui tentang hubungan dengan Jungkook bukan urusanmu." Gadis Jung itu tersenyum dengan kemanisan sarkastik. Namun Soora mengabaikan.

"Kau bahkan belum pernah berhubungan seksual dengannya, bukan?" dia berkata mengejek.

Yein merasa kemarahannya menyala dengan telak, naik ke atas kepala, sampai rasanya ingin meledak. Entah karena ucapan gadis itu atau karena sebuah kenyataan bahwa yang dikatakannya memang benar. Jung Yein memang tak pernah berhubungan seksual dengan Jeon Jungkook. Pria itu menjaga privasinya, berjanji tak akan menyentuhnya sampai pernikahan mereka berlangsungㅡ sesuai keinginan Yein. Tapi apa sekarang, harga dirinya terasa diinjak-injak.

"Jelas sekali dia tidak mencintaimu, kau mau tahu apa yang sudah kami lakukan selama ini?" Dia mengetukkan jemari panjang dan kurusnya di atas meja. "Kami bercinta sesuka hati kami, dia memujaku, dan meratap karena kepergiankuㅡ

"Kau hanya pelampiasannya, Jung Yein. Tidak lebih. Hanya aku yang bisa memuaskan kebutuhannya."

"Apa yang kau ketahui tentang kebutuhannya?" Yein membentak, membuat orang-orang menatap kami bagai pertujukan opera di balai kotaㅡ beruntung cafe ini tidak terlalu ramai. Saling berbisik, mengingat bahwa yang membentak adalah salah seorang model pendatang baru terkenal. Persetan dengan imej, amarahnya sudah memuncak.

"Sekarang kau bukan apa-apa selain bagian dari masa lalunya dan sekedar rekan bisnis yang akan ia tinggalkan jika kontrak kalian habis. Sedangkan aku, aku tunangannya! Calon istrinya!"

"Berani-beraninya kau berkata seperti itu. Kau tak tahu apa-apa tentang kehidupanku dan Jungkook. Dan Jeon Jungkook masih mencintaiku. Kau hanya jalang perebut..."

Sudah cukup. Yein menyiramkan sisa kopi yang mendingin ke arah Soora, membuatnya basah kuyup.

"Jangan pernah beranggapan bahwa Jungkook masih jadi milikmu!" Lagi-lagi Yein berteriak padanya. "Kau yang pergi meninggalkannya dengan pria lain, lalu kembali pada Jungkook karena dicampakan. Lalu di rehabilitasi oleh orang taumu sendiri. Jangan kau pikir Jungkook tidak pernah menjelaskannya padaku."

"Apa masalahnya jika aku tak pernah melakukan seks dengannya? Dia menjagaku, menghormati privasiku, membiarkan aku memilih apa semua itu baik atau tidak untuk kehidupanku. Sedangkan kau sekarang membanggakan diri karena pernah menidurinya? Jadi siapa yang disebut jalang di sini?" []

Oke di cut dulu, lanjutannya nanti, sebenernya ini sampai 2500+ tapi tifa bikin jadi dua part. Oh iya ini adalah dua part akhir menuju ending. Terima kasih untuk NengIriekiJJKJYI yang udah ngasih saran buat chapter ini dan selanjutnya. Jeongin ku mesti punya masalah biar mereka makin cinta🙊

Sekedar informasi, setting waktu dua chapter terakhir ini diambil sebelum part Turtleneck ya. Untuk lanjutnya ditunggu respon dari kalian. Terima kasih.

Sexyein [JJK-JYI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang