(6) Unwanted Drug

63 10 5
                                    

Ini terakhir kalinya aku bisa update. Soalnya besok aku udah mau masuk asrama. Untuk bab ini aku buat spesial. Kalian tenang aja, kalo aku di jenguk, in syaa Allah aku bakal sempetin buat update. Makasih banget ya, yang selama ini udh mau vote cerita aku. Kalian udh tambah semangat aku buat trs update.

Dear U, author Rae.

Special for chapter,,
{Ost. Rich Man - Hard for Me}

🙏🙏🙏

Aku menekan bel rumah kediaman Hyemi dengan perasaan bercampur aduk. Mataku sesaat melirik ke arah Hyemi yang ada di gendonganku. Gadis ini pingsan sejak ia menangis di pelukanku. Saat itu aku merasakan tubuhnya yang gemetar karena ketakutan yang luar biasa. Mulutnya beberapa kali mengatakan bahwa ia bersyukur karena ia masih bisa melihatku. Bagaimana bisa di saat seperti itu gadis bodoh ini bisa membuatku jantungku berdebar.

"Oh, kau... Hyemi!? Apa yang terjadi?" Ucap seorang pria yang membuka gerbang panik setelah melihat Hyemi yang tengah ku gendong. Dia pasti kakaknya. Ia meraih Hyemi dari gendonganku dan langsung masuk ke dalam rumah. Aku tersenyum lega, sekarang dia sudah aman, pasti ia bersyukur sekali karena ia sudah berada bersama keluarganya.

Sepertinya mereka keluarga yang baik.

Aku berbalik, berniat untuk pergi. Tapi ada yang menahanku.

"Masuklah, ibuku ingin berbicara padamu."

Aku tersenyum dan mengikutinya masuk ke dalam rumahnya. Indraku memandang seisi rumah. Semuanya tampak sederhana. Mereka tidak hidup dalam kemewahan, tapi mereka saling  peduli satu sama lain. Aku iri.

Pria itu mempersilahkan aku duduk. Ia meninggalkanku, masuk ke dalam memanggil ibunya. Aku tersenyum membayangkan betapa senangnya hidup seperti Hyemi. Mendengar cerita dari Hyemi katanya, kakaknya itu begitu perhatian sekali padanya, sering berbagi pelukan untuk berlindung dari petir. Meski katanya kakaknya tidak sebegitu takut seperti dirinya. Tapi kakaknya mau melindunginya kapan saja.

"Kau teman Hyemi yang mengangkat telpon waktu itu ya?" Tanya ibu Hyemi setelah ia duduk di sofa, berhadapan denganku.

"Ne,"

"Siapa namamu?"

"Chanyeol. Park Chanyeol imnida."

"Aku sudah banyak berhutang budi padamu. Kau sudah menolong Hyemi beberapa kali. Apa yang harus ku lakukan untukmu?" Aku terenyuh.

"Tidak usah, Bu. Aku memang ingin menolong Hyemi. Lagipula Hyemi juga sering menbantuku selama ini. Aku juga berniat membayarnya."

"Kau pasti mempunyai ibu yang baik."

Aku tersenyum tipis. Baik sekali hingga tega meninggalkanku begitu saja.

"Chanyeol, apa kau bisa izinkan Hyemi tidak masuk sekolah besok? Sepertinya dia kesakitan sekali. Tubuhnya hangat."

"Oh, tentu saja. Aku akan mengatakan pada wali kelasnya besok."

"Sekali lagi terimakasih." Ia tersenyum hangat padaku. Lalu ia berdiri, begitu juga aku. Aku harus segera pulang karena sekarang sudah jam 10.

Sebelum aku pergi, aku membungkuk untuk pamit pada ibu Hyemi. Ia menyuruh pria itu mengantarku ke depan. Tatkala aku berjalan keluar dan ia mengekori dari belakang. Sebelum masuk mobil, aku memandang pria itu sejenak.

"Apa ada masalah?" Tanyanya sadar aku memandangnya.

"Siapa namamu, boleh aku tau nomormu? Maksudku, kalau Hyemi butuh bantuan aku bisa langsung menghubungimu."

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang