Pesta pertunangan berlangsung dengan meriah. Para tamu undangan terlihat santai dan menikmati seluruh rangkaian acara. Mereka menikmati hidangan dan saling bercengkerama satu sama lain.
Nathan menggandeng tangan Lana dengan mesra, senyum tak berhenti tersungging dari bibirnya. Ia terlihat bahagia, begitupula dengan Lana. Perempuan itu terus tersenyum kepada setiap orang yang memberikan ucapan selamat.
Kedua orang tua Nathan juga hadir di pesta tersebut. Termasuk kakak perempuannya, Emily, dan juga adik perempuannya yang baru kelas 8, Sunny. Mereka tampak bahagia dan tersenyum ramah pada setiap tamu.
Tapi Lana tahu dengan pasti, mereka semua palsu. Senyum ramah mereka hanyalah pura-pura, kebahagiaan mereka juga pura-pura. Sama halnya dengan mereka, Lana pun merasa dirinya palsu.
Pertunangan ini nyata, Nathan juga nyata, cinta yang lelaki itu rasakan juga nyata.
Hanya saja, Lana-lah yang merasa dirinya palsu.Ia merasa palsu.
"Kau lelah?" Nathan bertanya dengan penuh perhatian.
Lana mengangguk.
"Aku merasa sedikit pusing. Kau keberatan kalau aku keluar sebentar? Aku butuh udara segar." Ia menjawab jujur.
Nathan mengangguk setuju.
"Kau bisa duduk sebentar di balkon atas. Biar aku yang menjamu para tamu," jawabnya seraya mengecup kening perempuan berambut panjang itu dengan lembut.Lana balas tersenyum lalu beranjak meninggalkan tunangannya, meninggalkan hiruk pikuk pesta.
Entah karena gaun yang ia kenakan terlalu ketat atau ia cukup lelah karena menyiapkan semua pesta ini, dadanya sesak. Tempat ini terasa menghimpit dirinya hingga membuatnya sulit bernapas.
Perempuan itu mempercepat langkah, menyebabkan high heel 12 cm yang ia kenakan menimbulkan suara klutak klutuk di lantai marmer.
Ia nyaris sampai di balkon ketika malah berpapasan dengan Dylan.
Sebetulnya tidak berpapasan, karena ternyata pria itu sudah berada di sana terlebih dahulu.Sepertinya sosok itu menghabiskan waktunya berdiam diri di balkon, menyendiri, sengaja menjauh dari hiruk pikuknya pesta pertunangan.
Lana baru saja menjangkau pintu masuk menuju balkon ketika pria itu bergerak dan berniat meninggalkan tempat tersebut.
Dan tatapan mereka segera bertemu.
Ketika manik mata Lana bersitatap dengan Dylan, ada aura kebencian luar biasa yang dipancarkan oleh pria tersebut.
Tatapan matanya menunjukkan rasa jijik dan ... entah. Lana sudah berpengalaman soal laki-laki. Tapi dengan Dylan, pria itu tak tertebak. Ia lebih dari sekedar misterius.
Dylan Finley adalah sahabat baik Nathan. Kedua pria itu sudah menjalin persahabatan sejak mereka masih kecil. Hubungan mereka sangat dekat layaknya saudara kandung. Tak bisa dipungkiri bahwa lelaki ini akan melindungi Nathan, apapun yang terjadi.
Lana tahu bahwa Dylan tak menyukainya. Dan sepertinya mereka memang tak saling menyukai. Sejak pertama kali mereka bertemu beberapa bulan yang lalu, sorot mata Dylan memancarkan kebencian yang memuncak padanya.
Dan sungguh, Lana tak tahu alasannya kenapa pria ini begitu membencinya.
Merasa dapat sambutan yang tak ramah dari lelaki tersebut, Lana tak gentar.
Ia menegakkan punggung, mengangkat dagu tinggi-tinggi lalu berjalan mendekat sambil bersedekap dengan angkuh. Ia membalas tatapan Dylan dengan penuh percaya diri."Apa kabar Tuan Dylan?" Ia menyapa terlebih dahulu, senyumnya sinis. "Aku tak menyangka bahwa tuan Dylan yang terkenal sangat sibuk bisa menyempatkan diri untuk datang ke pesta pertunanganku," ucapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANA [Sudah Terbit]
RomanceBagi Lana, Nathan Curtiss adalah pilihan yang tepat untuk dijadikan suami. Pria itu tampan, kaya raya, baik hati, dan yang penting, ia tergila-gila padanya. Jadi ketika pria itu melamar Lana, ia mengiyakan saja lamaran itu tanpa perlu berpikir dua k...