Jika kau ingin tahu tentang seseorang, maka kau harus mengenalnya sendiri. Menilai sesuatu hanya berdasarkan cerita orang lain itu tak adil.
------------
Dylan hanya menatap bingung ketika Nathan menyeruak ke rumahnya, mengobrak-abrik dapur pribadinya, lalu memasakkannya Spageti.
"Bung, apa kau lupa kalau aku tak suka spageti?" Dylan manyun.
"Tahu," jawab Nathan enteng sambil meletakkan dua piring Spageti di meja makan.
"Lalu untuk apa kau repot-repot ke sini dan membuatkan ini? Ingat, aku masih normal. Rayuanmu takkan mempan, dan aku takkan mau menikahimu," ujar Dylan.
Nathan terbahak mendengar omelan Dylan. Ia mengambil serbet dan melemparkan ke arahnya. "Waktu itu aku hanya bercanda, sialan!" teriaknya.
Dylan mencibir sambil menangkap serbet hasil lemparan Nathan.
"Lalu?" Ia bergerak dan duduk di kursi di seberang Nathan."Aku ke apartemen Lana dan berniat membuatkannya Spageti. Tapi ia tak ada. Ah, sudahlah. Makan saja. Kau takkan mati keracunan." Nathan ikut duduk.
Dylan ternganga.
"Tunanganmu tak ada di apartemennya? Apa kau serius?"Nathan mengangguk.
"Kau tak berusaha mencarinya?"
"Mungkin dia bersenang-senang dengan temannya."
"Nathan, bagaimana jika ...."
"Bung ... " Nathan memutar bola matanya lelah. "Bisakah kita makan ini dengan nyaman?"
Bibir Dylan terkunci. Walau Nathan berusaha menyembunyikan kegundahan hatinya, ia bisa lihat bahwa sebetulnya lelaki itu mengkhawatirkan keberadaan Lana.
Tak ingin menambah perasaan tak enak pada diri Nathan, ia biarkan saja lelaki itu menikmati Spageti buatannya sendiri. Dan ketika Spageti di piringnya habis, ia dengan senang hati menyorongkan Spageti bagiannya. Toh ia memang tak suka.
Menjadi dua pribadi yang berbeda tak menghalangi mereka untuk menjalin persahabatan sejak kecil. Bukan karena orang tua mereka juga sahabat dekat. Tapi karena mereka merasa klop. Saling melengkapi.
Ketika Nathan menghabiskan waktunya untuk membaca, Dylan lebih asyik main game. Hebatnya, mereka bisa melakukan dua hobi yang berbeda itu dalam sutu ruang.
Ketika Nathan asyik memancing, Dylan lebih senang berenang. Dan terkadang ia berenang di danau yang sama yang digunakan Nathan untuk memancing.
Hasilnya, Nathan akan berteriak histeris dengan kelakuannya, sementara Dylan tertawa puas. Untung mereka tak sempat adu jotos.
Selera musik mereka pun berbeda. Ketika Dylan menonton konser musik rock, Nathan tak keberatan ikut serta, walau ia tak suka. Yang ia lakukan adalah duduk manis di tempat VVIP, dan hanya duduk manis saja.
Pokoknya duduk manis.Sebaliknya, ketika Nathan sedang menonton pertunjukkan musikal, Dylan juga tak keberatan menemani. Dan yang dilakukan lelaki itu adalah tidur nyenyak di kursinya selama pertunjukan berlangsung, hingga pulang.
Dalam menjalankan bisnis pun mereka punya cara yang jauh berbeda. Nathan cenderung kalem dan lebih memilih bermain cantik untuk memenangkan banyak tender. Sementara Dylan lebih agresif, dan cenderung menggebu-gebu. Cara apapun, nyatanya mereka sukses menjalankan bisnis mereka.
Beruntung mereka tak pernah mencintai perempuan yang sama. Toh, lagi-lagi, selera mereka juga berbeda.
Tapi Dylan pernah berkata, jika saja mereka mencintai orang yang sama, maka mereka akan berkelahi habis-habisan, lalu membiarkan si perempuan memutuskan. Setidaknya mereka sudah saling hajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANA [Sudah Terbit]
RomanceBagi Lana, Nathan Curtiss adalah pilihan yang tepat untuk dijadikan suami. Pria itu tampan, kaya raya, baik hati, dan yang penting, ia tergila-gila padanya. Jadi ketika pria itu melamar Lana, ia mengiyakan saja lamaran itu tanpa perlu berpikir dua k...