~ Sudah waktunya bagimu untuk hidup dengan benar. Jangan tersesat terlalu jauh. Atau kau akan kesulitan menemukan jalan pulang.~
--------------
Rahang Eric kaku. Acara makan malam menyambut kepulangannya dari luar negeri seharusnya menjadi acara yang menyenangkan. Nyatanya tidak.
Makanan yang melewati kerongkongannya ibarat sekam yang menyumbat tenggorokan. Dadanya sesak.
Tak dapat dipercaya, ia kembali bertemu dengan wanita itu. Wanita yang mati-matian ingin ia lupakan, tapi gagal.
Calon adik ipar?
Ini pasti bercanda."Sayang." Suara Emily yang lembut membuyarkan rentetan memori yang nyaris berjejer urut dalam benaknya.
"Aku senang kau berada di tengah-tengah kami lagi. Aku sangat merindukanmu." Emily meremas lembut lengan Eric. Pria itu tersenyum lagi.
"Dan selamat karena perjalanan bisnismu sukses, Eric." Ayah Nathan membuka suara dengan bangga.
"Terima kasih, Ayah." Eric menjawab sopan.
"Dan ...," ia mengalihkan pandangannya pada Nathan. "Maaf sekali aku tak bisa datang ke pesta pertunanganmu."
Nathan menggeleng. "Tidak apa-apa." Ia tersenyum.
Ekor mata Eric sempat singgah pada Lana di sisi pemuda itu. Dan tangannya terkepal karena mendapati wanita itu tak memandang ke arahnya. Ia mengabaikan dirinya.
Dan Eric benci diabaikan oleh wanita itu.°°°
Acara makan malam usai dengan lancar. Ketika Emily dan ibunya sedang asyik membereskan sisa hidangan bersama para pelayan, sementara Nathan dan ayahnya sedang asyik berdiskusi dengan Dylan, dan Sunny sudah kembali ke kamar, Eric menggunakan kesempatan itu untuk menyapa Lana yang tengah bersantai di teras. Menikmati segelas anggur, sambil menyaksikan taman bunga yang membentang di hadapannya.
"Aku ingin mengobrol dengan calon adik iparku. Sekaligus meminta maaf secara pribadi padanya karena tak bisa datang ke pertunangannya." Eric pamit pada tiga pria yang tengah duduk-duduk di ruang tengah.
Nathan yang mengangguk terlebih dahulu.
"Kau akan senang mengobrol dengannya. Dia perempuan yang menyenangkan," ucap Nathan.Eric tersenyum dan mengangguk. Ia beranjak, melangkahkan kakinya menuju teras samping, menemui Lana.
"Aku benar-benar tak menyangka bahwa kau dan Nathan...?" Eric tak memberi sapaan dan langsung berdiri di samping Lana.
Perempuan itu berdiri santai, menumpukan kedua lengannya di pagar teras setinggi pinggang orang dewasa, sambil mengayun pelan gelas anggur di tangannya.
Ia menghirup dalam udara malam, lalu menoleh dan menatap Eric. "Perhatikan sikapmu. Harap jaga jarak denganku," peringatnya.
Eric mengumpat lirih, lalu bergerak ke samping, hanya beberapa inchi.
"Kau dan Nathan benar-benar ... tak dapat kupercaya," ucapnya."Aku juga tak menyangka bahwa kau sudah menikah. Terhitung berapa bulan sejak kita putus? Wow, itu pasti acara move on yang begitu cepat. Aku masih ingat waktu itu kau menangis sesenggukan ketika aku mengatakan ingin berpisah denganmu." Lana tertawa lirih.
"Jadi apa waktu itu kau tengah bermain drama? Mengatakan bahwa kau takkan bisa hidup tanpaku? Cih."
"Lana ... " Gigi Eric terkatub. Keduanya berpandangan dengan sorot mata berkilat.
"Nathan, mangsa baru?" Eric menyindir.
Lana terkekeh. "Mangsa? Seolah aku predator saja?" Ia menyeruput pelan minumannya."Atau jangan-jangan kau sudah merencanakan ini? Kau sengaja meninggalkan aku lalu memutuskan mengejar Nathan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LANA [Sudah Terbit]
RomanceBagi Lana, Nathan Curtiss adalah pilihan yang tepat untuk dijadikan suami. Pria itu tampan, kaya raya, baik hati, dan yang penting, ia tergila-gila padanya. Jadi ketika pria itu melamar Lana, ia mengiyakan saja lamaran itu tanpa perlu berpikir dua k...