#11 Hujan

1 0 0
                                    

Hujan memang telah reda, namun tetes gerimis masih mengguyur bumi di sore ini. Pandangan Amanda teralih pada jendela kaca dari restoran mini klasik. Telapak tangannya ia tempelkan pada permukaan kaca. Rasa dingin meresap masuk kulitnya, sedangkan Abdi memperhatikan tingkah laku gadis di depannya.

"Kenapa?" Abdi buka suara.

"Ah tidak, aku hanya berharap semoga hujannya cepat reda"

Abdi hanya bergumam sambil menunggu pesanan mereka. Setelah berkeliling mencari barang yang ia inginkan, disini lah mereka berteduh sambil mengisi perut yang menangih asupan energi.

"Umm.. Di, maaf.. kamu gak bakalan g-gangguin Yudha lagikan?" Tanya Amanda takut-takut.

"Kamu gak percaya?" Selidik Abdi rada kesal.

"Eh... bu-bukan begitu"

"Lo ragu? sudahlah gak bakalan gue gangguin dia" Jawabnya cuek.

Helaan nafas Amanda terdengar penuh syukur, berkat awal dari perdamaian mereka tak akan ada lagi keroyokan di hari esok.

Setelah puas dengan hidangan lezat, mereka segera naik ke mobil namun belum cukup jauh roda mobil berputar mereka harus terjebak macet. Gerimis yang hanya setitik bagai benih sekarang telah menjadi guyuran hujan yang lebat, air menggenangi jalan hingga menutupi sebagian ban mobil. Hari mulai gelap hingga lampu jalan dinyalakan.

Hujan tak kunjung reda, titik airnya terus jatuh menetes ke bumi. Berulang kali Abdi mencoba menyalakan mesin mobilnya dan saat itu pulalah selalu mati mendadak, ia mencoba keluar menerobos hujan dan mengecek mesin mobilnya, air telah masuk menggenang beberapa perangkat mesin mobil. Guyuran hujan membuatnya basah kuyup dan tidak mungkin ia kembali masuk membasahi isi mobilnya. Ditambahlagi hujan yang tidak mau berhenti dan mesin mobil yang mati.

"Mesinnya mati kena hujan" ucapnya dari luar jendela.

Tatapan Amanda berubah murung, bukan karena mobil yang mogok dan hujan yang lebat namun keadaan Abdi yang basah kuyup.

"Kita ke halte saja" Saran Abdi.

Amanda hanya mengangguk, segera ia keluar dari mobil dan tak lupa Abdi mengunci pintu mobilnya. Mereka melangkah cepat menuju halte, namun terlalu ramai banyak orang yang berteduh di sana dan tentu saja tidak cukup tempat untuk mereka. Keduanya kembali menerobos gerimis mencari tempat berteduh. Tanpa sadar Abdi menggandeng tangan Amanda memegangnya agar menyesuaikan langkahnya. Di seberang jalan mereka berteduh di bawah atap toko yang telah tutup.

Keduanya basah, Abdi yang paling parah. Seluruh tubuhnya terkena hujan sedangkan Amanda rambut dan beberapa bagian baju dan celananya basah terkena cipratan air.

Hari mulai malam angin dingin meniup semakin dingin, Amanda menggigil. Memang bukanlah pakaian terbuka tapi apapun yang kamu kenakan bila basah tetap akan dingin juga. Abdi melihatnya, namun terlalu gengsi untuk peduli.

Beberapa menit kemudian sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi higga genangan air di dinggir aspal terciprat kearah mereka, lebih tepatnya kearah Amanda. Namun tanpa diduga Abdi lebih cepat menyadarinya, segera ia berpindah membelakangi jalan dan mendekap Amanda hingga cipratan air itu membasahi bajunya lagi. Hanya celana panjangnyalah yang basah, untung lah sebuah jaket parasut menyelimuti tubuh bagian atasnya.

Sedangkan jantung Amanda telah berdebar hebat, terlalu terkejut hingga tetap lah ia diam bungkam dalam dekapan sang penyelamat. Lama mereka terdiam, hingga perlahan Abdi melepas pelukannya.

"Huftt.. masih sempat"

........

"Hachuu...!!"

Terik matahari bermain dengan kain horden tipis yang membentang di mulut jendela kamar seorang gadis yang tengah sakit. Badannya menggigil kedinginan dengan hidungnya yang memerah tersumbat karena flu.

Dirinya terus saja cemberut menatap seorang lelaki yang mengomelinya tanpa henti.

"Kenapa bisa begini? kemarin ngapain aja? berdansa di bawah hujan? romantis ya"

"ish! apa sih yud! hibur kek, jangan tambah bikin kesel dong!"

"Kemarin kan aku udah peringatin, tapi preman itu lebih kau angungin. Dengar ya Amanda, kamu itu terlaluh mudah terbuai dengan madu pahit dari lelaki ganas seperti dia" Yudha terus mengomel, Amanda hanya diam berpura-pura mendengarkan walau sebenarnya mengabaikan.

Saat pulang dari sekolah, Yudha langsung menemui Amanda tanpa perlu mengganti seragamnya. Dirinya telah mendapatkan ijin dari orang tua Amanda jika ia boleh menengok keadaan temannya.

Saat sedang Yudha bertanya terus-menerus, bel depan berbunyi pertanda ada tamu. Yudha bangkit dari duduknya menuju pintu depan memeriksa siapa yang datang. Hingga tatapannya berubah derastis saat tahu siapa yang berkunjung.

"Ngapain lo di sini?!!" Tanya Abdi sarkatis.

"lo sendiri?" Yudha balik melawan.

Abdi hanya diam, berusaha terlihat lebih beribawa. Untuk sekarang ia memilih tidak mencari masalah. Akan berdampak padanya bila orangtua yang punya rumah melihat kekurangajarannya. Tanpa merasa perlu menjawab, Abdi langsung masuk. Pundaknya menubruk pundak Yudha hingga ia sedikit mundur. Dengan sigap Yudha mencekal lengan Abdi yang dengan santainya masuk ke dalam rumah Amanda.

"Gak ada yang ngijinin lo masuk!"

"Lepasin atau gue patahin?" Ancamnya dengan pandang matanya yang dingin. "Dan gue gak perlu ijin dari lo"

"Dan gue gak terima tamu kayak lo!" Yudha tak mau kalah, kali ini ia harus bisa menyingkirkan cowok gila itu.

"Gue bukan tamunya lo, beraninya cuma di kandang doang. Lepasin! Culun!" Abdi menghempas pegangan tangan Yudha yang menahannya. Tidak mungkin ia membuat keributan di sini, maka Abdi lebih memilih mengabaikan si culun yang mulai sok berani padanya. Dalam hati Abdi sangat ingin menghajar Yudha saat ini juga, tapi di sini tidak mungkin ia lakukan.

"Yud.. siapa yang bertamu?" Tanya Amanda yang muncul di ambang pintu.

........... bersambung


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 26, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang