13

1.2K 215 21
                                    

Shouto's PoV

Wajahmu yang berubah pucat tak sedikitpun melunturkan aura-mu yang selalu terlihat cerah.

Aku menghela nafas, entah untuk keberapa kalinya. Gadis di depanku masih belum sadar, bahkan setelah lima bulan berlalu. Tidak tahu ya aku sangat merindukanmu?

Kau curang, [Y/N]. Membiarkanku menunggu selama ini, sementara waktu itu kau berhasil mendapatkanku dengan cepat. Kau curang, membuatku memikirkanmu selama ini tanpa membiarkanku tahu apa yang kau pikirkan selama berbaring di ranjang sialan ini.

"Masih belum menyerah juga?" Suara Hitoshi tiba-tiba menggema di telingaku.

Cih, pernyataannya barusan seperti menyuruhku cepat menyerah.

"Tidak." Aku menghela nafas, "Ada perbedaan makna antara 'belum' dan 'tidak'. Aku memilih 'tidak'."

Kekehan Hitoshi kembali terdengar, "Kau sudah tidak dikendalikan adiku. Kenapa masih keras kepala?" Langkahnya terdengar mendekat. "Atau efeknya memang seperti itu?"

Aku mendecak kesal. "Berapa kali harus kukatakan? Aku tidak pernah merasa dipengaruhi adikmu."

Alis Hitoshi terangkat sebelah, "Yakin?"

Aku diam tidak menanggapi.

Suara elektrokardiograf menggema di seluruh ruangan, Hitoshi berjalan pergi seraya menggumam sesuatu yang tidak jelas soal makanan. Masa bodoh, aku tidak peduli.

🐪🐪🐪

"Habis dari mana?"

Aku membuang muka, berbicara dengan ayah sendiri rasanya belum terbiasa. "Rumah sakit."

"Mengunjungi gadis itu?"

Aku mengangguk.

Laki-laki yang seharusnya kupanggil ayah itu mendengus, "Jangan terlalu memaksakan diri. Hampir setiap hari selama lima bulan terakhir kau pulang larut."

Aku mengerutkan dahi, "Nilaiku tetap bagus."

"Aku tahu." Laki-laki tua itu berjalan mendekat, menepuk bahuku pelan. "Justru karena itu, kau berhasil mempertahankan peringkatmu meskipun aku yakin keadaan mentalmu sedang terganggu. Jika fisikmu ikut terganggu bagaimana jadinya?"

Aku diam tidak menjawab. Tunggu, sejak kapan orang tua ini menaruh perhatiannya padaku?

"Aku tidak mau [F/N] kecewa dengan peringkatku yang menurun saat ia sadar nanti." Mulutku menjawab. Sialan. Padahal aku berniat diam saja tanpa memperdulikan ocehan orang tua ini.

"Terserah kau saja."

"Aku ingin bertanya." Sial, terpaksa kutanyakan juga pertanyaan yang selama ini kupendam sendiri.

"Apa?"

Aku menghela nafas, "Hitoshi berkata bahwa [F/N] menggunakan kemampuannya untuk mengendalikanku, membuatku menyukainya."

"Lalu?"

"Ya begitu." Aku mulai kesal, sudah kuduga bertanya padanya tidak akan menyelesaikan masalah.

Saat aku mulai berjalan menjauh menyadari pertanyaanku tidak akan terjawab, laki-laki tua itu terkekeh. "Lalu kau bingung antara terus memperjuangkannya atau melupakannya?"

Aku mengangguk tanpa berbalik badan.

"Perjuangkan saja. Mungkin itu memang konspirasi semesta agar kalian bisa menulis kisah bersama."

🏃🏃🏃🏃🏃

Bapak mertua mendadak bijak/plak

[] omake (3rd PoV)

Shouto berjalan setelah mengangguk mendengar jawaban ayahnya. Kepalanya menunduk, senyum tipis yang lama tak terlihat mulai terpasang kembali.

Todoroki Enji menyamarkan tawa dengan dengusan, mendapati anak yang dibanggakannya terlihat sangat kurang pengalaman dalam masalah percintaan.

"Aku tidak akan bertanya kenapa kau begitu menyukainya, Shouto. Kau tidak tahu saja apa yang membuat pahlawan nomer dua ini tiba-tiba menaruh perhatian padamu."

Laki-laki tua itu terkekeh ringan, mengingat percakapan kecil yang pernah terjalin antara dirinya dan gadis yang disukai anaknya enam bulan silam.

blank space. | shoutoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang