"One-chan? One-chan?"
Seakan terpanggil dari alam bawa sadar ku yang paling dalam, aku membuka mataku secara perlahan hendak melihat wajah dari orang yang tengah memanggil ku itu.
Suara itu, aku mengenalinya, sangat mengenalinya. Pemiliknya adalah satu-satunya harta berharga yang paling kusayangi, dan kujaga meski aku harus mengorbankan diriku sendiri.
Mataku kini telah terbuka. Kesadaran ku mulai berangsur kembali, meski seluruh anggota tubuhku terasa ngilu, bukan main. Namun sayang, pemilik suara itu tak kudapati berdiri disampingku ataupun duduk di dekatku. Ia tak ada dimana-mana, dan itu mulai membuat ku gelisah bercampur dengan rasa takut. Aku menatap sekeliling ku yang sudah tak asing lagi dipemandangan mataku. Seperti yang kalian tebak, kini aku berada dipusat kesehatan sekolah yang letaknya tentu bukan di bumi lagi. Letaknya berada di dimensi lain, yang dipisahkan oleh dua kekuatan yang manusia biasa tidak ketahui. Yah, apalagi kalau bukan di Magical Land. Yaitu pusat dari segala kegiatan sihir dilakukan, dan tempat ajar-mengajar kegiatan sihir setelah lolos dari kelas Magical.
Sebuah kepingan memori kelam terbesit dibenak ku secara tiba-tiba. Darah bersimbah disana-sini, tubuh yang terpotong, monster yang menyerang tanpa ampun dan masih banyak lagi.
"Tolong... tolong... tolong aku! Tolong aku, one-chan!"
Suara itu, suara itu kembali terdengar dikepala ku membuat ku berteriak histeris dan memukul kepalaku sendiri tanpa henti. Aku menggunakan apa saja yang ada di dekat ku untuk memukulnya, kemudian aku tersadar akan sesuatu setelah tanpa sadar menarik sebuah bantal yang sangat aku kenali.
"Kau tidak apa-apa, Izumi-san?" Aku mendongak kan kepala ku, menatap wajah Sora yang tampak panik.
"D-dimana Hiro?"
Sora malah terbungkam, lalu memeluk tubuh ku dengan erat dan menangis sejadi-jadinya. Ah, ternyata memori kelam itu nyata. Aku tau, aku tidak mungkin lupa kejadian hari itu. Tidak mungkin kejadian mengerikan itu lalu begitu saja, walaupun semua ingatan ku harus dihapus. Tapi bodohnya, aku malah bertanya seakan aku lupa segalanya. Seakan bukan aku yang berada disana. Aku memang selalu menolak kenyataan, mencoba menyingkirkan semua kenyataan hidup yang menurut ku sangat menyiksa. Memaksa hal baik terus terjadi, padahal itu tak mungkin terjadi.
"Maaf." Hanya sepotong kata itu yang berhasil lolos dari mulut ku.
Sora lantas melepaskan pelukan nya, lalu kembali menatap ku dengan tatapan sendu.
"Mestinya aku yang harus minta maaf. Tidak semestinya kejadian ini terjadi. Tidak semestinya kau harus kehilangan seseorang yang paling kau sayangi. Semestinya aku dapat melindungi mu dan juga Hiro. Aku memang bodoh. Bodoh, sangat bodoh!" Sora lantas memukul tubuhnya sendiri dengan gusar, namun segera aku hentikan karena semua itu terjadi karena aku yang terlalu lemah.
"Tidak. Ini kesalahan ku. Semua ini terjadi karena kesalahan ku. Seandainya aku sudah menjadi sangat kuat, pasti-" aku langsung menutup rapat mulut ku saat kepalaku berhasil menangkap sepotong memori yang hampir saja aku lupakan. Sora memandang ku heran, namun entah mengapa ia tak juga mempertanyakan apapun.
"Karena kau diam, aku harap kau tahu mengapa aku terdiam. Bawa aku untuk melihatnya,"
Sora lantas tersenyum sekilas kemudian mengangguk paham. Dengan cepat, ia membuka sebuah portal dan akhirnya kami hilang di balik bayang berwarna putih-biru itu.
* *
"A-apa ini?" Aku sempat menahan nafasku beberapa detik lamanya, saat aku dan Sora telah sampai di sebuah hutan kabut. Sebagian besar hutan itu telah hancur berantakan, namun Sora tampaknya biasa-biasa saja dengan kejadian itu. Matanya jauh menerawang kedepan, entah apa yang sedang ia terawang.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEATH fight MAGIC
Fantasy@Kara_Vagazy [ Sihir Melawan Kematian ] --High Rank #210 dalam fantasy (05/06/2017) Mari mampir, ???