3

332 62 6
                                    

Beberapa saat sebelumnya.

Aku tiba di stasiun tepat setelah hujan deras turun satu menit sebelumnya. Payung yang kubawa cuma mampu melindungi kepala dan separuh badanku, sisanya, dari ujung kaki yang hanya dibalut sandal rumahan sampai ke pinggang terasa basah karena aku harus berlarian. Karena benar-benar panik aku jadi nggak memikirkan apapun. Aku nggak mau kelewatan jam kerja kantor yang menangani barang hilang, atau kerennya lost and found milik stasiun kereta.

Langsung saja aku berlari menuju kantor berbentuk persegi yang ada di pinggir setelah menuruni anak tangga. Lampunya masih menyala! Hhhh... Puji Syukur, aku belum terlambat.

Kriet...

"Selamat malam, Tuan. Maaf mengganggu waktu kalian, tapi saya ketemu sesuatu yang bukan milik saya selagi menaiki kereta ini semalam."

Payung bening yang kupakai tadi, aku lipat dan aku gantung di tiang di dekat pintu begitu pintu ruangan berhasil aku buka. Suasana ruangan masih sedikit berisik, suara ketikan di komputer atau suara grasak-grusuk merapikan tumpukan barang di dalam kardus. Ada juga beberapa orang yang sedang bersiap untuk pulang kerja.

Ada satu orang yang menaruh perhatiannya padaku. Lelaki yang aku rasa sudah berumur 30 itu tersenyum ramah sembari memberi isyarat untuk duduk di kursi besi yang ada di hadapannya. Sepertinya, beliaulah yang melayani keluhan penumpang kereta soal barang-barang yang hilang. Yeah... karena hanya beliau yang menyambut kedatanganku, kalau yang lain masih sibuk sendiri.

"Jadi, apa yang kamu temukan?"

"Oh? Ini."

Kedua tanganku melepas pengait kalung yang ada di belakang leher, lantas menyodorkannya pada Pak Bomsik (namanya aku baca dari name tag yang beliau pakai). Kalung yang aku sodorkan ditatapnya sekilas, mungkin mengingat-ingat tentang keluhan yang dilaporkan penumpang lain.

"Jadi, kemarin kalung ini saya temukan di saku blazer milik saya. Saya sempat tertidur sebentar di dalam kereta dan tau-tau pagi ini saya nemuin kalung itu sudah ada di saku blazer milikku," jelasku. "Sebelum saya tertidur di kereta, saya bertemu dengan seorang nenek, Pak. Jadi, saya rasa mungkin kalung itu miliknya."

Pak Bomsik yang sedari tadi masih mengamati kalung berliontin bulan itu, langsung menatapku dengan serius begitu aku katakan kalau aku bertemu dengan seorang nenek semalam. "Seorang nenek?"

Aku mengangguk pasti. "Iya, saya yakin itu pasti miliknya. Mungkin, beliau sedang memegang kalung saat itu dan nggak sengaja jatuhin kalungnya di dalam saku blazer saya, Pak."

Tanpa harus menceritakan kejadian aneh tentang sosok nenek itu yang menghilang secara misterius kemarin, aku rasa alasan yang aku gunakan tadi adalah yang paling baik. Pak Bomsik pasti mengerti kalau seorang nenek mungkin saja mengalami gejala pikun sampai-sampai dia nggak lagi bisa mengingat benda-benda di sekitarnya, kan?

Dan, ya, menurutku pemilik kalung ini pasti nenek yang kemarin, karena beliau duduk di dekatku.

Tapi, Pak Bomsik nggak juga memberi tanggapan. Beliau hanya menatapku dengan pandangan menelisik, seolah membaca dan mengulik tentang siapa dirikuㅡtentang aku ini apa. Astaga, sejujurnya ini mulai terasa menyeramkan. Pikiran negatif di kepalaku bahkan sudah ingin bermunculan.

"P-pak, jadi bagaimana?"

Dan interupsi adalah satu-satunya jalan yang bisa aku lakuin supaya Pak Bomsik berhenti menatapku dengan aneh.

"Ini, simpanlah."

"Eh? Kenapa?"

"Kami nggak menerima laporan apapun tentang kalung yang hilang di kereta."

Cosmic Railway - Oh Sehun [ON REVISION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang