"Terlambat sekolah, membolos, berkelahi dengan murid lain." Guru Jang meletakan lembaran kertas di atas mejanya, "Dalam satu bulan terakhir ini, Kim Taehyung sudah sering mendapat sanksi dan peringatan dari sekolah, tuan Kim." Guru Jang menatap pada Eun Woo dan Taehyung.Taehyung nampak tidak peduli, dia memilih melempar pandangan ke luar jendela, melihat pantulan wajahnya di sana, wajah yang memiliki luka lebam kebiruan di pelipis dan sudut bibirnya hasil perkelahian barusan.
Sementara itu, Eun Woo mendengarkan dengan seksama. Sesekali melirik pada anaknya, menghela napas pelan. Ini bukan pertama kalinya bagi Eun Woo dipanggil ke sekolah. Dulu, saat masih ada Jimin, dia juga sering dipanggil. Tapi satu bulan terakhir ini dia harus kembali dipanggil ke sekolah karena kenakalan Kim Taehyung.
"Sebentar lagi akan ada ujian kelulusan," Guru Jang melajutkan. "Kalau sikap dan nilai Taehyung terus seperti ini, saya khawatir dia tidak akan bisa lulus, tuan."
Eun Woo melirik Taehyung lagi, sekilas. "Saya akan lebih mengawasi Taehyung lagi." Eun Woo membungkukan badan tanda meminta maaf.
Guru Jang tertawa tidak enak, "Tidak apa-apa tuan, anak-anak biasanya memang sering mengalami perubahan tingkah laku saat beranjak remaja."
Eun Woo hanya tersenyum kecil menanggapinya.
"Oh iya, Tuan Kim." Guru Jang terlihat tidak yakin dengan apa yang akan dia tanyakan. Namun akhirnya guru wanita itu memberanikan diri untuk bertanya, "Bagaimana dengan Jimin? sudah dua bulan ini Jimin tidak masuk sekolah." Meski sebenarnya, guru Jang sudah mendengar desas-desus tidak mengenakan mengenai Jimin yang tiba-tiba menghilang, namun sebagai gurunya, guru Jang masih memiliki hak dan kewajiban untuk mengetahui salah satu muridnya itu.
Eun Woo meneguk ludah, "Jimin.. belum bisa masuk sekolah." Eun Woo bisa mendengar suara dengusan Taehyung di sebelahnya, juga senyum sinis samar di wajah anaknya itu.
"Kalau bisa, secepatnya Jimin harus kembali, Tuan."
Eun Woo tersenyum canggung, "Kalau begitu, apa saya sudah bisa membawa Taehyung pulang?" tany Eun Woo.
Guru Jang mengangguk, "Iya, Tuan bisa membawa Taehyung pulang." jawabnya.
Eun Woo berdiri, mengancingkan mantel biru gelapnya lalu menjabat tangan guru Jang, "Kami permisi." Eun Woo membungkuk, Taehyung ikut berdiri, hanya membungkuk singkat lalu pergi dari ruangan itu lebih dulu dari ayahnya.
Saat sampai di luar, Taehyung sudah berjalan sedikit jauh. Bahkan Eun Woo harus setengah berlari untuk mengejar anaknya, "Taehyung." Eun Woo menarik lengan Taehyung agar berhenti melangkah.
Taehyung berbalik, menatap Eun Woo malas, lalu mendengus sembari tersenyum sinis. Senyum yang selalu diperlihatkan oleh Taehyung dua bulan belakangan ini, "Kenapa ayah tidak bilang kalau Jimin pergi?" tanya Taehyung.
"Tae.."
"Ayah harusnya bilang, Jimin sudah pergi dan tidak akan kembali ke sini." lanjut Taehyung sembari melepaskan tangan ayahnya dari lengannya. Taehyung kembali berjalan, namun lagi-lagi Eun Woo berhasil menghalangi langkahnya untuk menuruni tangga.
"Taehyung, kenapa kau jadi seperti ini, nak?!" Eun Woo bahkan setengah mengguncangkan tubuh Taehyung, pemuda yang berada di hadapannya ini bukan lagi anaknya yang dulu. Bukan lagi Kim Taehyung yang selalu tersenyum padanya, Taehyungnya sudah berubah menjadi seseorang yang tidak dia kenal.
"Tanyakan itu pada diri ayah sendiri." Hanya itu jawaban Taehyung, lalu Taehyung melepaskan dirinya dari Eun Woo, berlari menuruni tangga sekolah, membiarkan Eun Woo pulang ke rumah tanpa dirinya.
Rumah itu bagi Taehyung tidak akan terasa sama lagi.
***
Taehyung merubah dirinya, dia sadar itu. Tidak ada Kim Taehyung yang lemah, tidak ada Kim Taehyung yang selalu menampilkan senyum bahagia palsunya, tidak ada Kim Taehyung yang menahan perasaannya dalam diam.
Mungkin, bisa dikatakan ini adalah cara Taehyung untuk melupakan rasa sakitnya karena ditinggalkan Jimin. Tidak ada yang baik-baik saja setelah ditinggalkan, bukan?
Keberadaan Jimin itu bisa membuatnya tetap waras, bisa membuatnya merasa diliputi kehangatan meski dingin yang selalu ditunjukan Jimin. Sekarang Jimin pergi, bahkan tanpa ucapan selamat tinggal, sepertinya sejak itu pikiran Taehyung sudah tidak bisa mendapat kewarasannya lagi.
"Satu untuk kebohonganmu, Jim." Taehyung kembali menggoreskan benda tajam itu pada permukaan lengan dalamnya, "Satu lagi.." benda itu turun sedikit dari goresan yang baru saja dua ciptakan, menekan pisau itu membuat garis lurus di sana, "karena kau sudah mengingkari janjimu."
Taehyung menoleh ke arah jendela kamarnya, dia baru menyadari kalau salju baru saja turun. Pemuda itu beranjak dari tepi tempat tidurnya, tidak peduli pada titik-titik merah yang jatuh ke lantai dari dua luka goresan di lengannya.
Taehyung tahu angin membelai tubuhnya. Dia merasakan rambutnya bergerak ditiup angin musim dingin. Pemuda itu menyunggingkan senyum yang terlihat menyedihkan, mata bulat cemerlangnya meredup. Diganti dengan sorot dingin penuh luka.
Taehyung mengulurkan tangannya, menggenggam salju yang berjatuhan di telapak tangannya yang besar.
"Salju pertama," gumamnya.
"Apa kau masih memohon untuk kebahagiaanmu, kak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
APRICITY ✔ [ SUDAH TERBIT ]
أدب الهواة[Sudah tersedia di Gramedia] "Jimin, musim dingin berikutnya kita harus bahagia"