Enam ~Angga~

2.5K 258 19
                                    

Afifah melihat aneh Febi yang memeluk manja lengan Afifah. Entah apa yang merasuki Febi hingga cewek itu mengikuti kemanapun Afifah pergi hari ini.

"Serius lo mau ikut gue latihan?" tanya Afifah heran pada Febi yang mengangguk.

"Hari ini full gue mau kintilin lo." Febi memainkan ujung rambutnya dengan tangan kiri.

"Entar kalo lo merengek minta pulang, gue jadiin lo samsak di rumah." ucap Afifah kemudian mendorong kepala Febi yang menyender nyaman di bahunya.

"Hm."

"Kenapa hari ini lo aneh sih Feb?" tanya Afifah yang Febi jawab dengan melepaskan pelukannya.

Cewek itu menarik resleting tas punggung berwarna biru laut miliknya dan mengeluarkan notebook kecil berwarna merah jambu. Febi membuka bukunya dan memperlihatkan salah satu lembar kepada Afifah.

"Hari ini jadwal nya gue kintilin lo. Nih gue udah buat jadwalnya."

"Jadwal apaan?"

"Kok gabut amat lo, padahal tugas mulia dari bu Yuni banyak. Bisa-bisanya lo buat jadwal gak penting." Afifah menggeleng aneh, padahal dia selalu keteteran karena tugas mulia dari guru matematika nya itu. Tapi yang dilakukan Febi membuatnya menggelengkan kepala. Bagaimana cewek itu bisa membuat jadwal abnormal tidak penting ditengah tugas mulia yang mengelilingi mereka.

"Kan gue bisa MTK, kalo gak bisa jawab gue tinggal contek punya lo. Terus kalo Fisika gue bisa nyalin punya Martin. Kalo Kimia gue bisa minta tolong sama Doni." cerocos Febi panjang lebar sambil membaca notebook nya yang menunjukkan siapa-siapa saja yang menjadi sumber jawaban tugas mulianya.

"Hah?" Afifah membuka mulutnya lebar, cewek itu semakin yakin jika Febi memang spesies manusia abnormal.

"Terus kalo jadwal ngintilin, gue tunjukin jadwalnya. Kemarin gue harus kintilin Layla, tapi Layla gak masuk. Hari ini gue kintilin lo, terus besok gue harus kintilin Faisal, besoknya lagi Ipung, besoknya lagi Mika, besoknya Doni, besoknya..." Febi bergumam tidak jelas karena Afifah yang menutup mulutnya.

"Udah, gue telat nih gara-gara lo." Afifah kemudian menarik lengan Febi yang masih mengoceh membaca jadwalnya.

***

Afifah berlari tergopoh-gopoh mendekati Febi. Dengan baju berwarna putih dan sabuk hijau yang melingkar di pinggangnya, cewek itu menepuk pundak Febi keras hingga Febi meringis. Febi yang tengah memainkan ponsel berwarna hitam meletakkan ponsel itu di atas podium upacara yang di dudukinya.

"Ada yang pingsan Feb, tolong lo ke sana bentar. Gue mau cari oksigen dulu." ucap Afifah cepat sebelum melesat meninggalkan Febi yang bengong.

Febi yang kesadaran kembali segera melangkah menuju pojok lapangan. Di sana ada cewek dengan baju putih seperti yang dikenakan Afifah tergeletak lemah di atas tanah. Febi segera berlutut dan mengangkat kepala cewek itu ke pangkuannya. Tangannya menepuk pipi cewek yang tidak ia ketahui namanya pelan.

"Dek bangun dek," ucap Febi sambil tetap menepuk pipi cewek itu.

"Adeknya bangun dong,"

"Belum sadar juga Feb?" tanya seseorang dengan suara berat.

Febi mendongak dan melihat cowok dengan sabuk hitamnya menundukkan kepala. Kening Febi mengeryit karena tidak bisa melihat dengan jelas siapa cowok itu. Cowok itu membelakangi sinar matahari hingga menyulitkan Febi untuk mengenalinya.

"Eh bang Arkan?" ucap Febi terkejut saat cowok itu jongkok di sampingnya.

"Dia belum sadar?"

"E...eh, dek bangun dek. Di sini ada cogan loh dek, ayolah dek sadar." ucap Febi kembali menundukkan kepala dan menepuk pipi cewek itu.

"Bang gimana nih, dia gak sadar sadar." gerutu Febi sambil mendongak untuk melihat Arkan.

"Apa harus dikasih nafas buatan ya?" gumam Febi yang masih bisa didengar Arkan. Cowok itu mengulurkan tangannya dan menepuk kepala Febi beberapa kali dengan lembut. Seperti sedang berusaha mengurangi pikiran aneh cewek itu.

***

Febi mengerutkan dahinya bingung saat membaca pesan yang masuk ke aplikasi Whatsapp nya. Terdapat sederet nomor yang muncul di layar ponselnya.

Siapa?

Ini yang siapa?

Lo siapa, kenapa nomor lo ada di hp gue?

Febi mengerutkan dahi berusaha mengingat ponsel siapa saja yang dia pegang hari ini.

"Feb lo di sini aja. Jangan kintilin gue waktu latihan juga." ucap Afifah kemudian mendorong Febi agar duduk di atas podium upacara.

"Kalo gue bosen gimana?"

"Terserah lo, salah sendiri ngikutin gue." Afifah melengos pergi tidak acuh pada Febi yang mengambil ponsel berwarna hitam entah milik siapa.

Febi mengotak atik ponsel terbaru yang ada di tangannya. Memasukkan beberapa digit nomor hp nya dan menyimpan nya. Kebiasaan buruk entah keberapa miliknya. Suka menyimpan nomor hp nya pada ponsel yang ditemukan nya.

Cewek itu menepuk dahinya kesal saat mengingat kecerobohan nya kemarin. Febi menggerutu dan tidak membalas pesan yang masuk ke ponselnya.

"Febi!" panggil seseorang dari seberang jalan membuat Febi mendongak perlahan.

Tiba-tiba tangannya berkeringat, tubuhnya tegang dengan mata yang menatap kosong seorang pria yang menatapnya sayu.

"M...mas Angga?" gumam Febi pelan. Cewek itu merasa tubuhnya kaku dan sulit digerakkan saat pria yang berusia sekirat dua puluh lima tahun ke atas tampak akan menyeberang.

"Eh Feb." tangan seseorang yang merangkul pundaknya tidak membuat Febi lebih tenang. Tangannya yang berkeringat meremas seragam seseorang yang merangkul pundaknya.

TBC

Tugas mulia adalah ungkapan atau kata kunci untuk pekerjaan rumah 😌

Freak GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang