Mulut gadis ini ternganga, sepasang mata bulat berwarna coklat itu bergetar. Mengepalkan tangan di tiap sisi paha, pandangan mata nanar gadis mungil ini tertuju pada sosok pemuda yang tengah menghajar pemuda lain di sana.
Jungkook membabi buta, memukuli pemuda lain yang di fakultas sama dengan Nana. Sosok pemuda kelinci ini memukul tanpa henti, tidak peduli bahwa pemuda yang berada di bawahnya tersebut berada di ambang batas kesadaran.
Jungkook menggeram layaknya harimau yang dihadapkan musuh, menunjukkan amarahnya. Ia tidak bisa mengendalikan diri, pemuda lain itu telah tumbang dengan luka di wajah dan darah yang mengucur.
Pemuda Jeon ini beranjak dari tubuh pemuda lain tersebut, saat pemuda yang terkapar itu tak sadarkan diri. Ia meludah di sisi pemuda itu, lalu menyeringai lebar. ”Itu akibatnya, jika kau berani menyentuh Nana-ku,” kata Jungkook.
Mengalihkan arah pandang, Jungkook menatap sang pujaan hati yang berdiri diantara banyak orang yang berkerumun. Menghela napas, sang rupawan melangkah lebar menghampiri Nana. Semua orang menepi, memberikan akses jalan bagi iblis berwajah malaikat tersebut. Berdiri di hadapan Nana, Jungkook mengulurkan sebelah tangan. ”Ayo kita pulang,” ujar Jungkook.
”Kau jahat,” lirih Nana. Gadis ini mendongakkan kepala, menatap tepat pada sepasang mata bulat Jungkook. Air mata Nana luruh, menatap kecewa pada Jungkook yang menampilkan wajah tanpa ekspresi. Memundurkan langkah, Nana memberikan jarak. ”Kau monster,” katanya.
Jungkook memilih bungkam, memandang sang pujaan hati dengan mata berkabut. Amarah di dalam diri Jungkook semakin besar, monster di dalam sana terus memberontak meminta si pemuda Jeon melampiaskannya sekarang. Namun, ia memilih diam. Memperhatikan lekat paras cantik Nana yang telah basah, karena air mata yang tak kunjung berhenti.
Menghela napas panjang, Jungkook melangkah lebar. Mencengkeram pergelangan tangan Nana, ia menarik paksa sang pujaan hati. Tidak peduli dengan rontaan dan teriakan Nana yang diiringi isakan, Jungkook menarik sang pujaan hati ke tempat parkir.
”Jungkook, lepas!” teriak Nana.
BRAGH
Nana mengerang sakit, manakala Jungkook membanting tubuhnya pada badan mobil hitam yang tidak lain mobil milik Jungkook. Meringis sakit, Nana memeluk tubuh sendiri. Sedangkan Jungkook, masih menunjukkan wajah tanpa ekspresi. Sama sekali tidak ada gurat khawatir, yang terselip di wajah rupawan bak pangeran di negeri dongeng Jungkook.
Rahang tegas Jungkook mengeras, diiringi oleh gigi yang bergemelatuk. Pemuda Jeon inipun membuka paksa pintu mobil, menarik dan mendorong Nana masuk ke mobil. Setelahnya, Jungkook ikut masuk. Melajukan mobil dengan kecepatan tinggi, mengabaikan teriakan takut yang keluar dari mulut Nana.
Tidak lama kemudian, mobil hitam Jungkook tiba di salah satu mansion kepunyaan pemuda ini yang terletak di perbatasan hutan. Jungkook melepaskan self belt, berbeda dengan Nana yang masih bergetar di kursi penumpang. Gadis ini mengulum bibir, sembari mencengkeram kuat self belt.
”Turun!” perintah Jungkook dengan suara yang kelewat datar. Merasakan tidak ada pergerakan dari Nana, pemuda Jeon ini merotasikan kepala. Mata hitam Jungkook memicing, sosok ini mendesis. ”Apakah kau tidak dengar? Turun sekarang, Jeon Nana!” perintah Jungkook lagi.
Meneguk ludah kasar, sepasang mata coklat Nana berotasi. Memandang sekeliling mansion lekat, yang hanya didominasi oleh kesunyian dan kegelapan. Semakin menguatkan genggaman di self belt, Nana menatap Jungkook lekat. Dengan cepat, ia menggelengkan kepala.
”Jangan sampai aku marah, Na,” desis Jungkook. Dalam mode marah seperti saat ini, pemuda Jeon ini tidak akan bisa memberikan toleransi pada siapapun. Bahkan, pada Nana selaku sang pujaan hati.
”Aku mau pulang,” lirih Nana. Tubuh mungil gadis ini bergetar ketakutan, saat sepasang kelereng hitam arang Jungkook semakin berkabut dan menggelap. Menghindari tatapan menghunus Jungkook, Nana menundukkan kepala. ”Jungie, aku ingin pulang,” rengek Nana.
Suara geraman kembali terdengar, manakala Nana tetap bersikeras tidak mau turun. Tanpa mengatakan apapun, Jungkook membuka dan membanting pintu mobil. Ia bergerak, tergesa-gesa ia membuka pintu mobil di sisi lain dan menarik Nana keluar dari sana.
Menyeret paksa tangan Nana, pemuda Jeon ini memasuki mansion besar yang remang-remang itu. Membawa Nana menaiki anak tangga, Jungkook tetap menyeret sang pujaan hati walau gadis itu tersandung atau hampir terjatuh karena langkah kaki Jungkook yang lebar dan cepat.
Jungkook membuka salah satu pintu besar, yang terletak di ujung. Menarik Nana, pemuda ini mengunci pintu dan meletakkan kunci pintu itu dalam saku jas. ”Brengsek!” umpat Jungkook.
”Jungie--”
PLAK
Ucapan Nana terhenti, gadis ini membungkam mulut saat tangan berotot Jungkook melayang dan menampar pipinya. Nana memalingkan wajah, memejamkan mata saat rasa panas itu menjalar di pipi. Air mata kembali jatuh, namun suara isakan tidak terdengar karena Nana melipat bibir.
”Beraninya kau berdansa dengan pemuda lain,” kata Jungkook. Pemuda ini mencengkeram erat leher Nana, mendorong sang pujaan hati hingga menubruk dinding. Cengkeraman di leher Nana menguat, Nana pun menancapkan kuku-kuku jemari lentiknya pada tangan Jungkook. ”Kau ingin menguji kesabaranku, Na? Itu adalah kesalahan besar,” kata Jungkook lagi.
Nana terduduk lemas di lantai, manakala cengkeraman Jungkook di leher terlepas. Gadis ini terbatuk-batuk, seraya memegangi leher. Membuka mulut, Nana meraup oksigen banyak-banyak. Mendongakkan kepala, Nana menatap Jungkook yang masih berdiri angkuh di hadapannya. ”Ini hanya acara prom night biasa, Jung. Wajar saja, jika aku berdansa dengannya,” kata Nana.
”Wajar kau bilang?” tanya Jungkook. Pemuda ini mengeraskan rahang, seraya melipat kedua lengan di dada. Melangkah cepat, Jungkook menginjak punggung tangan kanan Nana. ”Aku merasa itu tidak wajar, Na. Kau milikku, aku tidak suka milikku disentuh oleh lelaki lain.”
”A-arggh--”
Menjauhkan kaki, Jungkook menekuk kedua lutut. Tangan kanan pemuda Jeon ini terulur, ia meraih dagu Nana. Seringaian tersungging di wajah rupawan Jungkook, saat melihat Nana yang telah menangis. ”Kau perlu mendapatkan hadiah agar kau tidak mengulangi kesalahan terbesarmu lagi,” ujar Jungkook.
”Tidak. Jungie--”
Jungkook mencondongkan kepala, menautkan bibir dengan sang pujaan hati. Memotong ucapan Nana, ia melumat rakus bibir Nana. Tak lama, tautan bibir itu terlepas. Jungkook pun membelai lembut pipi Nana, menghapus air mata di sana. ”Siap menerima hadiahmu, Nana?” tanya Jungkook diiringi seringaiannya. []
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif (Hiatus)
FanfictionHanya kisah si gadis Kim yang terjerat oleh cinta dan obsesi yang dimiliki pemuda Jeon.